
Harga Rokok Naik 35%, Inflasi 2020 Bisa Tembus 5%
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
17 September 2019 10:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Mulai 1 Januari 2020, cukai rokok akan naik 23% dan harga jual eceran juga terimbas naik 35%. Salah satu konsekuensi kebijakan tersebut tentunya adalah kenaikan inflasi.
Langkah kenaikan tarif cukai ini ditempuh pemerintah dengan pertimbangan untuk mengatur konsumsi rokok khususnya di kalangan remaja dan anak-anak. Data Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa angka perokok di kalangan anak-anak dan remaja naik dari 7% jadi 9%. Sementara angka perokok di kalangan perempuan naik dari 2,5% menjadi 4,8%.
Untuk diketahui, Indonesia memang salah satu pangsa pasar rokok yang terbilang terbesar di dunia. Mengutip data dari WorldAtlas, Indonesia menduduki peringkat ke-6 sebagai negara dengan populasi perokok terbesar di dunia.
Sebanyak 39,8% dari populasi orang dewasa adalah perokok. Itu berarti ada sekitar 60 juta perokok di Indonesia.
Data lain dari TobaccoAtlas menyebutkan bahwa konsumsi rokok per kapita per tahun orang Indonesia mencapai lebih dari 1.300 batang/orang per tahun. Kira-kira sehari 3-4 batang lah.
Itulah mengapa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok yang harapannya dapat berimbas ke penurunan konsumsi. Toh proporsi tarif cukai rokok jika dibandingkan dengan harga jual ecerannya masih tergolong rendah dibandingkan dengan tarif di negara-negara lain. Langkah ini juga diambil guna menekan ongkos kesehatan yang ditimbulkan dari berbagai penyakit akibat rokok.
Di Indonesia, besarnya tarif terhadap harga jual ecerannya di kisaran 52,9% untuk rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM). Menurut klasifikasi WHO proporsi tersebut tergolong medium.
Sementara itu, bobot harga rokok dalam perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah 5 basis poin. Dengan asumsi tersebut dan menggunakan metrik kalkulasi yang ditetapkan WHO maka potensi kenaikan inflasi akibat naiknya harga jual eceran rokok mencapai 1-2,5%.
Jadi kalau tahun depan laju inflasi diperkirakan 3,1% seperti dalam asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020, maka ditambah dengan dampak dari kenaikan harga rokok bisa menjadi 4,1-5,6%. Semoga dampak kenaikan harga rokok terhadap inflasi kenyataannya tidak setinggi itu. Sebab kalau kejadian, maka laju inflasi yang dalam beberapa tahun terakhir berhasil dijaga rendah di kisaran 3% bakal terlampaui.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(Tirta Citradi/dru) Next Article Jokowi Naikkan Cukai Rokok 23% Mulai 1 Januari 2020
Langkah kenaikan tarif cukai ini ditempuh pemerintah dengan pertimbangan untuk mengatur konsumsi rokok khususnya di kalangan remaja dan anak-anak. Data Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa angka perokok di kalangan anak-anak dan remaja naik dari 7% jadi 9%. Sementara angka perokok di kalangan perempuan naik dari 2,5% menjadi 4,8%.
Untuk diketahui, Indonesia memang salah satu pangsa pasar rokok yang terbilang terbesar di dunia. Mengutip data dari WorldAtlas, Indonesia menduduki peringkat ke-6 sebagai negara dengan populasi perokok terbesar di dunia.
Sebanyak 39,8% dari populasi orang dewasa adalah perokok. Itu berarti ada sekitar 60 juta perokok di Indonesia.
Data lain dari TobaccoAtlas menyebutkan bahwa konsumsi rokok per kapita per tahun orang Indonesia mencapai lebih dari 1.300 batang/orang per tahun. Kira-kira sehari 3-4 batang lah.
Itulah mengapa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok yang harapannya dapat berimbas ke penurunan konsumsi. Toh proporsi tarif cukai rokok jika dibandingkan dengan harga jual ecerannya masih tergolong rendah dibandingkan dengan tarif di negara-negara lain. Langkah ini juga diambil guna menekan ongkos kesehatan yang ditimbulkan dari berbagai penyakit akibat rokok.
Namun kenaikan harga eceran hingga 35% akibat kenaikan tarif cukai tentunya dapat memicu inflasi. Menurut Suhariyanto, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), rokok kretek dan rokok kretek filter memiliki andil inflasi sekitar 0,01%.
Berdasarkan kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat inflasi yang dapat ditimbulkan akibat rokok sangat tergantung dari besarnya bobot rokok dalam perhitungan indeks harga konsumen serta proporsi tarif terhadap harga ecerannya.
![]() |
Di Indonesia, besarnya tarif terhadap harga jual ecerannya di kisaran 52,9% untuk rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM). Menurut klasifikasi WHO proporsi tersebut tergolong medium.
Sementara itu, bobot harga rokok dalam perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah 5 basis poin. Dengan asumsi tersebut dan menggunakan metrik kalkulasi yang ditetapkan WHO maka potensi kenaikan inflasi akibat naiknya harga jual eceran rokok mencapai 1-2,5%.
Jadi kalau tahun depan laju inflasi diperkirakan 3,1% seperti dalam asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020, maka ditambah dengan dampak dari kenaikan harga rokok bisa menjadi 4,1-5,6%. Semoga dampak kenaikan harga rokok terhadap inflasi kenyataannya tidak setinggi itu. Sebab kalau kejadian, maka laju inflasi yang dalam beberapa tahun terakhir berhasil dijaga rendah di kisaran 3% bakal terlampaui.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(Tirta Citradi/dru) Next Article Jokowi Naikkan Cukai Rokok 23% Mulai 1 Januari 2020
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular