Internasional

Karena Babi Adalah Kunci, China Terancam Inflasi Tinggi

Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
17 September 2019 07:38
Karena Babi Adalah Kunci, China Terancam Inflasi Tinggi
Jakarta, CNBC Indonesia - Babi membuat pusing kekuatan ekonomi terbesar kedua, China. Upaya China untuk menghentikan penyebaran demam babi Afrika yang menyebabkan pasokan babi berkurang drastis dan berbuntut pada kenaikan harga dianggap tak signifikan.

Dalam risetnya, perusahaan riset Capital Economics mengatakan kebijakan pemerintah China "tidak efektif,". Akibatnya, bakal ada lonjakan inflasi di atas target untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade di tahun depan.

"Langkah-langkah pemerintah China untuk mengatasi dampak dari wabah tersebut hanya bersifat marjinal," kata peneliti Capital Economics Julian Evans-Pritchard sebagaimana dilansir CNBC Indonesia dari CNBC International, Selasa (17/9/2019).


Demam babi Afrika, terrdeteksi pertama kali di China tahun 2018. Penyakit ini menghantam produsen daging babi terbesar di dunia itu, di mana babi juga menjadi makanan pokok.

Pada Juli, analis di Dutch bank Rabobank memperkirakan, bahwa pasokan babi China turun sekitar 40% dari tahun 2018. Ia memperkirakan bahwa kawanan babi China dapat menyusut setengahnya pada akhir 2019, dibandingkan dengan tahun lalu.

Menurut Biro Statistik Nasional China, kekurangan telah menyebabkan harga daging babi melambung. Pada Agustus, harga daging babi naik 46,7% YoY.


"Intervensi oleh pemerintah China untuk menghentikan penyebaran Demam Babi Afrika (ASF) dan mengurangi dampaknya terhadap harga daging babi, terbukti tidak efektif," tulis Evans-Pritchard dalam catatan itu.

"Akibatnya, Inflasi tahun depan akan naik di atas target pemerintah untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade,".

Evans-Pritchard meramalkan bahwa, pada awal 2020, harga bisa meningkat lebih dari 80% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu. Itu akan membebani indeks harga konsumen China.

Inflasi dapat mencapai rata-rata 3,5% dan mencapai puncaknya di atas 4% tahun depan, ia memperkirakan. Itu lebih dari target inflasi rata-rata tahunan sebesar 3,0% yang ditetapkan oleh bank sentral China.

Pada Maret, harga konsumen China naik 2,3% pada bulan Agustus karena kenaikan harga makanan, kenaikan tersebut menjadi kenaikan tertinggi selama enam bulan. Pada 2018, inflasi setahun penuh meningkat 2,1%, di bawah target Beijing sebesar 3,0%.

BERLANJUT KE HAL 2
Tindakan China Tidak Akan Berhasil

Pekan lalu, China mengatakan akan mengeluarkan subsidi hingga lima juta yuan (US $ 700.000/Rp 9,8 miliar), dalam ukuran terbaru untuk meningkatkan produksi daging babi.

Subsidi tersebut akan digunakan untuk pembangunan peternakan babi skala besar. China pun akan mendukung pertanian besar yang perlu dipindahkan karena alasan lingkungan dan meningkatkan serta memperluas fasilitas pengolahan limbah.

"Kita harus memastikan pasokan daging babi dengan segala cara, dan secara ketat mengendalikan spekulasi pasar, secara aktif meningkatkan produksi produk daging alternatif dan meningkatkan cadangan daging babi beku," kata wakil perdana menteri China, Hu Chunhua .

Tetapi, menurut Capital Economics, dalam jangka pendek, langkah ini tak akan membantu banyak. Meskipun mereka akan meningkatkan kapasitas produksi dalam jangka menengah.

"Langkah subsidi untuk konsumen dan petani masih terlalu kecil untuk mengubah gambaran besar. Cadangan babi strategis dapat digunakan lebih agresif tetapi akan cepat habis, karena hanya dapat memasok tiga hingga empat hari," kata Evans-Pritchard.

"Dan karena China memproduksi dan mengkonsumsi lebih dari setengah babi dunia, ia tidak dapat mengandalkan pasokan dari luar negeri, setidaknya bukan tanpa menaikkan harga di mana-mana,".

Daging babi adalah daging yang paling banyak dikonsumsi konsumen China. Pada 2018, babi menyumbang hampir 64% dari konsumsi daging di negara ini.

[Gambas:Video CNBC]



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular