Internasional

100 Hari Demo Hong Kong, Kapan Tsunami Protes Berakhir?

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
16 September 2019 12:31
100 Hari Demo Hong Kong, Kapan Tsunami Protes Berakhir?
Jakarta, CNBC Indonesia - Demo Hong Kong sudah terjadi selama 100 hari. Selama 100 hari itu pula, para aktivis pro demokrasi melakukan banyak cara untuk mendorong gerakan mereka agar dilihat publik internasional.

Seperti akhir pekan sebelumnya, eskalasi demo juga naik tinggi di akhir pekan kemarin. Bahkan, bentrokan antara pendemo dan pihak kepolisian kembali terjadi.

Para pendemo memakai topeng melemparkan bom bensin ke polisi, membakar satu stasiun kereta api dan merusak fasilitas stasiun lain. Sementara itu, polisi anti huru-hara menembakkan gas air mata dan peluru karet, serta menyiapkan meriam air untuk membubarkan kerumunan.

Menjelang tengah malam, pemerintah Hong Kong mengeluarkan pernyataan untuk menanggapi sikap para pendemo.

"Beberapa pendemo melemparkan bom bensin dan batu bata ke markas pemerintah, dan membakar bendera nasional, menantang kedaulatan nasional. Penggunaan kekerasan bukanlah cara untuk menyelesaikan masalah dan pemerintah menunjukkan ketulusan yang besar dalam membangun platform dialog untuk berkomunikasi dengan warga negara," bunyi pernyataan itu.


Demo tersebut berada di wilayah Admiralty, Wan Chai dan Causeway Bay. Ketiganya merupakan jalan komersial tersibuk dan termahal di dunia. Toko dan mal di daerah itu tutup lebih awal untuk mengantisipasi dampak dari demo yang sudah berlangsung selama 15 minggu terakhir tersebut.

Selain dengan polisi, bentrok juga terjadi antara para pendemo. Dua kelompok pendemo yang memakai pakaian putih dan hitam tersebut menggelar keributan di wilayah Fortress Hill dan North Point.

Kelompok pendemo berpakaian putih dilaporkan menyerang wartawan, termasuk dua wartawan SCMP. Akibat dari kekacauan itu, delapan orang dilaporkan mengalami luka ringan dan tiga orang mengalami luka serius.

Demo anti pemerintah ini awalnya dipicu rencana pemerintah Hong Kong untuk menerapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi. RUU tersebut telah ditangguhkan secara penuh oleh Kepala Eksekutif Carrie Lam pada awal bulan ini. Namun, tampaknya hal itu tidak bisa menghentikan demo.

Diketahui, tuntutan pendemo telah merambah ke berbagai hal termasuk pengunduran diri Lam dan memberikan penduduk Hong Kong hak demokrasi, seperti melakukan pemilihan pemimpin.

BERLANJUT KE HAL 2

Merasa buntu dengan tidak adanya penyelesaian dari pemerintah, para pendemo dilaporkan telah meminta bantuan ke Amerika Serikat (AS). Langkah ini ditempuh karena para pendemo menganggap China tidak menghormati hak-hak Hong Kong seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bersama China-Inggris (China-British Joint Declaration), aturan itu yang membuat Inggris melepaskan Hong Kong ke China.

Demo ini juga telah menarik perhatian Komisi Urusan Politik dan Hukum Pusat dari Partai Komunis China. Dalam sebuah artikel media sosial pada hari Jumat, lembaga itu mengatakan bahwa pendemo Hong Kong harus berharap ke China, dan bukannya negara Barat untuk mendapatkan peluang ekonomi.

Sementara itu, dalam sebuah artikel yang diterbitkan di WeChat, yang membahas bagaimana cara menyelamatkan Hong Kong, disebutkan bahwa para pendemo yang sebagian besar kaum milenial harus berpikir panjang. Sebab menentang China sama dengan membahayakan masa depan mereka, jelas artikel itu.

"Tidak mudah menjadi anak muda di kota metropolitan internasional ini. Mereka menghadapi persaingan ketat dan beban pekerjaan rumah yang berat. Setelah mereka masuk universitas, mereka harus menanggung pinjaman besar dan bahkan setelah mereka lulus ... (mereka masih menghadapi) kesulitan mencari pekerjaan, gaji rendah, harga properti tinggi dan masa depan yang tidak pasti," tulis artikel itu.

"Jika kaum muda Hong Kong menginginkan jalan keluar, mereka harus memperluas wawasan mereka dan tidak mengunci diri mereka di lingkungan lokal 'orang Hong Kong' dan 'lingkaran' yang berbahasa Kanton. Mereka harus melihat ke utara (China),".

Artikel itu juga menyebut bahwa negara-negara Barat tidak mampu atau tidak mau menyelesaikan masalah yang dihadapi rakyat Hong Kong.

"Tempat-tempat 'yang dibantu' oleh negara-negara Barat untuk memperoleh 'demokrasi dan kebebasan' semuanya dalam masalah. Negara-negara Barat bahkan tidak bisa menyelesaikan masalah domestik mereka ... meminta mereka membantu orang yang jauhnya ribuan mil hanya angan-angan," lanjut artikel itu lagi.

Lebih lanjut artikel itu menyebut sikap pendemo yang merusak fasilitas publik hanya akan memperburuk masalah ekonomi Hong Kong. Artikel ini pun menyerukan agar pendemo segera mengakhiri protes yang sepertinya tanpa akhir itu.

Akibat demonstrasi ini, Hong Kong yang menjadi pusat keuangan global menderita kerugian besar. Data terakhir pertumbuhan parisiwata, yang menopang kota, anjlok hingga 40%.

Sebelumnya pada hari Selasa, kementerian luar negeri China telah mengecam langkah pendemo yang meminta bantuan negara Barat. Ini disampaikan setelah aktivis pro-demokrasi Hong Kong Joshua Wong melakukan perjalanan ke beberapa negara untuk meminta dukungan.

"Setelah Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas bertemu dengan aktivis pro-demokrasi Hong Kong Joshua Wong di Berlin. Juga, pada hari Jumat, Wong meminta Presiden AS Donald Trump untuk memasukkan 'klausul hak asasi manusia' dalam setiap perjanjian perdagangan dengan China," ujar kementerian.


[Gambas:Video CNBC]


(sef/sef) Next Article Demo Belum Reda, China Copot Pejabat Penting di Hong Kong

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular