
Kisah Cinta Habibie-Ainun: Seperti Pengantin Baru Selamanya
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
12 September 2019 17:13

Jakarta, CNBC Indonesia - "Beliau itu seperti pengantin baru setiap hari. Ketika beliau naik mobil ke kantor, Ibu Ainun selalu berdiri memberikan dadah. Ketika Habibie pulang, Ibu Ainun sudah menunggu, kemudian turun mobil, gandengan mereka ke dalam."
Begitulah rangkaian kata yang dikemukakan Tubagus (TB) Hasanuddin, seorang purnawirawan TNI yang hadir dalam prosesi pemakaman Presiden ke 3 Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie, atau yang akrab disapa BJ Habibie di TMP Kalibata, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Hasanuddin, menjadi salah satu saksi hidup kisah cinta BJ Habibie - Ainun Habibie yang mungkin tak banyak diketahui masyarakat. Ia adalah ajudan BJ Habibie ketika menjabat Wakil Presiden dan Presiden RI.
Sebagai orang terdekat Habibie kala itu, Hasanuddin tahu betul bagaimana kisah cinta antara Habibie-Ainun yang seakan tak pernah padam dimakan usia. Dalam berbagai kesempatan, keduanya bahkan selalu tampil mesra.
"Seperti pengantin baru selamanya," kata Hasanuddin.
Untuk urusan makanan, santapan sang istri selalu menjadi pilihan prioritas Habibie. Hasanuddin bahkan pernah beberapa kali mengambil rantang masakan Ainun, untuk makan siang BJ Habibie di istana.
Ainun pun sangat ketat dalam mengawasi apa saja yang dimakan Habibie dalam kegiatannya sehari-sehari. Jika berada di luar negeri, Ia sendiri yang akan memilih makanan apa saja yang boleh disantap oleh Habibie.
"Makan pak habibie hanya hasil masakan Ibu Ainun. Jadi kalau makan siang, kami ambil dalam rantang yang dimasak oleh Ibu, kemudian dari situ beliau menyantapnya," jelasnya.
Habibie di mata Hasanuddin bukan hanya sosok romantis, melainkan juga penuh kesabaran dan tidak pernah meluapkan amarahnya. Selama menjadi ajudan, Hasanuddin mengaku tidak pernah sekalipun dibentak atau dimarahi BJ Habibie.
"Saya gak pernah lihat beliau cemberut atau marah kepada Ibu atau kepada saya. Saya pernahnya itu hanya gini 'Oh, kok, begitu. Marahnya begitu," jelasnya.
Ada Tangisan di Balik Kebijakan Habibie
Capaian 'Eyang' Habibie meskipun hanya 17 bulan menjabat sebagai kepala negara tidak bisa dianggap main-main. Berbagai keputusan maupun kebijakan yang dikeluarkannya pun tak boleh dipandang sebelah mata.
Salah satu yang paling konkret, saat para pelaku pasar mengingatnya sebagai sosok penyelamat rupiah, di mana pada masa kepemimpinanya Mata Uang Garuda menguat 34% ke 7.385 per dolar Amerika Serikat (AS).
Beberapa pekan setelah menduduki kursi presiden, nilai tukar rupiah sempat ambrol hingga mencapai level terlemahnya sepanjang sejarah, yakni di level Rp 16.800 pada 1 Juni 1998. Namun, Habibie berhasil membuat rupiah mencapai titik terkuat sepanjang sejarah hingga ke level Rp 6.550/US$.
Tak hanya itu, Habibie bahkan pernah mengorbankan perusahaan yang lahir dari tangan piawainya, yakni PT IPTN, sebagai harga yang harus dibayar untuk mendapat bantuan dana dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mengatasi krisis agar tak berlarut-larut.
Dalam membantu Indonesia, IMF tidak mau gratisan. Mereka mensyaratkan beberapa klausul yang harus dipatuhi, salah satunya adalah penghentian pembiayaan pengembangan pesawat N250 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Habibie tidak dilibatkan dalam penandatanganan kesepakatan antara Soeharto dan IMF tersebut.
"Industri strategis di dunia ada tiga yang ditutup, pertama di Jepang, kedua Jerman, dan Indonesia waktu reformasi, sedih enggak? Tapi sudah deh itu lebih murah dari pada kita perang saudara," ujar Habibie kala itu.
Namun, siapa sangka di balik berbagai keputusan maupun kebijakan mulia Habibie, ada tangisan di dalamnya?
Tangisan Habibie muncul saat berusaha mengatasi persoalan Papua yang mulai terkuak ke ruang publik, dan secara bersamaan dengan bergulirnya tunturan reformasi penyelenggaran sistem demokrasi pemerintahan di Indonesia.
Kala itu, Presiden Habibie menerima 100 orang tokoh Papua dan mempersilahkan mereka secara bebas untuk menyuarakan hak politiknya. Pasca pertemuan di Istana Negara itu, Habibie memberikan pesan untuk direnungkan.
"Tokoh 100 orang, saya masih catat satu persatu. Kadang ada yang sekarang sok nasionalis, padahal dulu orang itu minta merdeka. Tanda tangan masih ada di saya," kata Hasanuddin.
"Kemudian pak Habibie sampai nangis, cari solusi dan sepakat. Waktu itu solusinya otonomi khusus. Cuma pak Habibie tidak meneruskan, cuma di bidangi presiden berikutnya," tegasnya.
Menurut Hasanuddin, kebijakan Habibie kala itu dalam menangani permasalahan Papua cukup cerdas. Pemerintah lebih memilih memberikan otonomi khusus kepada Papua agar tidak melakukan referendum.
"Saya lihat sendiri catatannya. Karena sebagai ajudan, pak Habibie saya catat. Pak Habibie duduk saya catat. Pak Habibie pergi saya catat. Selama beliau jadi Wapres dan Presiden kira-kira 16-18 bulan," kata Hasanuddin.
(miq/miq) Next Article Besok, Habibie akan Dimakamkan di Samping Ainun
Begitulah rangkaian kata yang dikemukakan Tubagus (TB) Hasanuddin, seorang purnawirawan TNI yang hadir dalam prosesi pemakaman Presiden ke 3 Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie, atau yang akrab disapa BJ Habibie di TMP Kalibata, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Hasanuddin, menjadi salah satu saksi hidup kisah cinta BJ Habibie - Ainun Habibie yang mungkin tak banyak diketahui masyarakat. Ia adalah ajudan BJ Habibie ketika menjabat Wakil Presiden dan Presiden RI.
Sebagai orang terdekat Habibie kala itu, Hasanuddin tahu betul bagaimana kisah cinta antara Habibie-Ainun yang seakan tak pernah padam dimakan usia. Dalam berbagai kesempatan, keduanya bahkan selalu tampil mesra.
"Seperti pengantin baru selamanya," kata Hasanuddin.
![]() |
Untuk urusan makanan, santapan sang istri selalu menjadi pilihan prioritas Habibie. Hasanuddin bahkan pernah beberapa kali mengambil rantang masakan Ainun, untuk makan siang BJ Habibie di istana.
Ainun pun sangat ketat dalam mengawasi apa saja yang dimakan Habibie dalam kegiatannya sehari-sehari. Jika berada di luar negeri, Ia sendiri yang akan memilih makanan apa saja yang boleh disantap oleh Habibie.
"Makan pak habibie hanya hasil masakan Ibu Ainun. Jadi kalau makan siang, kami ambil dalam rantang yang dimasak oleh Ibu, kemudian dari situ beliau menyantapnya," jelasnya.
Habibie di mata Hasanuddin bukan hanya sosok romantis, melainkan juga penuh kesabaran dan tidak pernah meluapkan amarahnya. Selama menjadi ajudan, Hasanuddin mengaku tidak pernah sekalipun dibentak atau dimarahi BJ Habibie.
"Saya gak pernah lihat beliau cemberut atau marah kepada Ibu atau kepada saya. Saya pernahnya itu hanya gini 'Oh, kok, begitu. Marahnya begitu," jelasnya.
Ada Tangisan di Balik Kebijakan Habibie
Capaian 'Eyang' Habibie meskipun hanya 17 bulan menjabat sebagai kepala negara tidak bisa dianggap main-main. Berbagai keputusan maupun kebijakan yang dikeluarkannya pun tak boleh dipandang sebelah mata.
Salah satu yang paling konkret, saat para pelaku pasar mengingatnya sebagai sosok penyelamat rupiah, di mana pada masa kepemimpinanya Mata Uang Garuda menguat 34% ke 7.385 per dolar Amerika Serikat (AS).
Beberapa pekan setelah menduduki kursi presiden, nilai tukar rupiah sempat ambrol hingga mencapai level terlemahnya sepanjang sejarah, yakni di level Rp 16.800 pada 1 Juni 1998. Namun, Habibie berhasil membuat rupiah mencapai titik terkuat sepanjang sejarah hingga ke level Rp 6.550/US$.
Tak hanya itu, Habibie bahkan pernah mengorbankan perusahaan yang lahir dari tangan piawainya, yakni PT IPTN, sebagai harga yang harus dibayar untuk mendapat bantuan dana dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mengatasi krisis agar tak berlarut-larut.
Dalam membantu Indonesia, IMF tidak mau gratisan. Mereka mensyaratkan beberapa klausul yang harus dipatuhi, salah satunya adalah penghentian pembiayaan pengembangan pesawat N250 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Habibie tidak dilibatkan dalam penandatanganan kesepakatan antara Soeharto dan IMF tersebut.
"Industri strategis di dunia ada tiga yang ditutup, pertama di Jepang, kedua Jerman, dan Indonesia waktu reformasi, sedih enggak? Tapi sudah deh itu lebih murah dari pada kita perang saudara," ujar Habibie kala itu.
![]() |
Namun, siapa sangka di balik berbagai keputusan maupun kebijakan mulia Habibie, ada tangisan di dalamnya?
Tangisan Habibie muncul saat berusaha mengatasi persoalan Papua yang mulai terkuak ke ruang publik, dan secara bersamaan dengan bergulirnya tunturan reformasi penyelenggaran sistem demokrasi pemerintahan di Indonesia.
Kala itu, Presiden Habibie menerima 100 orang tokoh Papua dan mempersilahkan mereka secara bebas untuk menyuarakan hak politiknya. Pasca pertemuan di Istana Negara itu, Habibie memberikan pesan untuk direnungkan.
"Tokoh 100 orang, saya masih catat satu persatu. Kadang ada yang sekarang sok nasionalis, padahal dulu orang itu minta merdeka. Tanda tangan masih ada di saya," kata Hasanuddin.
"Kemudian pak Habibie sampai nangis, cari solusi dan sepakat. Waktu itu solusinya otonomi khusus. Cuma pak Habibie tidak meneruskan, cuma di bidangi presiden berikutnya," tegasnya.
Menurut Hasanuddin, kebijakan Habibie kala itu dalam menangani permasalahan Papua cukup cerdas. Pemerintah lebih memilih memberikan otonomi khusus kepada Papua agar tidak melakukan referendum.
"Saya lihat sendiri catatannya. Karena sebagai ajudan, pak Habibie saya catat. Pak Habibie duduk saya catat. Pak Habibie pergi saya catat. Selama beliau jadi Wapres dan Presiden kira-kira 16-18 bulan," kata Hasanuddin.
(miq/miq) Next Article Besok, Habibie akan Dimakamkan di Samping Ainun
Most Popular