RI Negeri Subsidi?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
13 September 2019 07:14
RI Negeri Subsidi?
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Edward Ricardo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pos subsidi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus naik. Negara memberikan susbidi untuk bahan bakar minyak (BBM), listrik, pupuk, benih, hingga pajak.

Tahun ini, anggaran subsidi tercatat 224,3 triliun atau sekira 10% APBN. Sejak 2015, anggaran subsidi tumbuh 20,6% point-to-point.



Subsidi dibagi menjadi dua kelompok besar, energi dan non-energi. Anggaran untuk subsidi energi pada 2015-2019 naik 65,6% point-to-point. Sementara non-energi hanya bertambah 1,7%.



Anggaran subsidi energi diperuntukkan untuk subsidi BBM, elipiji 3 kg, serta subsidi listrik. Pemberian subsidi energi ditujukan untuk masyarakat miskin dan untuk pengendalian inflasi.


Di APBN 2019, anggaran subsidi BBM adalah Rp 100,7 triliun dan subsidi listrik mendapat alokasi Rp 59,3 triliun. Volume subsidi BBM adalah 14,5 juta kilo liter solar, 610.000 kiloliter minyak tanah, dan 7 juta ton elpiji 3 kg. Sedangkan subsidi listrik dialokasikan untuk 23,2 juta pelanggan listrik 450 VA dan 6,1 juta pelanggan listrik 900 VA yang menyandang status miskin.



Sementara untuk subsidi non-energi, porsi terbesar adalah pupuk yang pada 2019 mendapat anggaran Rp 29,5 triliun (45,9%). Sisanya adalah untuk subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat Rp 16,7 triliun. subsidi pajak Rp 11,4 triliun, dan Rp 6,8 triliun untuk pelayanan publik (Public Service Obligation/PSO).



BERLANJUT KE HALAMAN 2

 

Subsidi tidak salah, karena negara memang wajib melindungi warganya. Namun prioritas subsidi adalah bagi mereka yang memang benar-benar membutuhkan. Tidak adil jika masyarakat yang mampu ikut menikmati subsidi, karena apa yang mereka nikmati semestinya bisa dirasakan oleh masyarakat miskin.

Misalnya subsidi pupuk, yang sampai mengundang perhatian Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Menurut KPK, subsidi pupuk masih belum efektif karena berbagai permasalahan yang ada. Belum efektifnya kebijakan subsidi pupuk menurut KPK datang dari berbagai tahap mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan.

Sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Satker (Satuan Kerja)/Dinas Provinsi tidak memiliki data penyaluran pupuk bersubsidi yang akuntabel untuk menentukan alokasi dan/atau realokasi pupuk bersubsidi di tingkat kabupaten/kota dalam provinsi, karena laporan verifikasi dan validasi tingkat kecamatan langsung dikirim ke Dirjen di Kementerian Pertanian. BPK juga pernah menyatakan bahwa belum terdapat prosedur rekonsiliasi pada akhir tahun antara Kementan dan produsen pupuk untuk memastikan volume penyaluran pupuk bersubsidi. Permasalahan tersebut mengakibatkan pelaksanaan belanja subsidi kurang optimal dan pelaporannya kurang informatif.

Belum lagi subsidi BBM, yang memang sering membuat 'perkara'. BPH Migas mengungkapkan ada perkiraan kuota BBM bersubsidi tahun ini jebol alias melebihi pagu.

Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa menyebut diperkirakan ada kelebihan kapasitas 0,8-1,3 juta kiloliter dari kuota yang ditetapkan tahun ini. 
Berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh BPH Migas, realisasi BBM solar sampai Juli adalah sebesar 9,04 juta kiloliter atau sekitar 62%. Diperkirakan sampai dengan akhir tahun ada kelebihan 15,31-15,94 juta KL.

"BPH Migas akan melaksanakan pengawasan di wilayah patut diduga terjadi penyimpangan di daerah tambang, yang diduga BBM subsidi ini untuk perkebunan dan tambang," kata Fanshurullah beberapa waktu lalu.

Negara memang wajib memberi subsidi, tetapi bukan berarti gebyah uyah alias dihambur-hamburkan. Anggaran dan alokasi subsidi haruslah tepat sasaran, menyasar masyarakat miskin, menjaga stabilitas harga serta mempertahankan daya beli masyarakat yang notabene sebagai tulang punggung ekonomi.

Oleh karena itu, mungkin dibutuhkan upaya penegakan hukum untuk mengawal subsidi agar bisa dipastikan benar-benar tepat sasaran. Sebab kalau tidak, Indonesia hanya sekadar menjadi negeri subsidi tetapi tidak bisa menikmati dampaknya terhadap perekonomian dan kesejahteraan.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular