Apakah Resesi Akan Segera Menghampiri Indonesia?

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
09 September 2019 06:17
Resesi sedang jadi kekhawatiran banyak negara.
Foto: Infografis/Gawat 5 Negara Besar Berisiko Terkena Resesi/Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah perlu mewaspadai risiko resesi ekonomi global yang dikhawatirkan terjadi pada 2021. Kondisi ekonomi global memang menuju perlambatan sejak tahun lalu.

Hal ini disampaikan oleh peneliti INDEF M. Rizal Taufikurahman dalam penjelasannya tertulisnya dikutip Senin (9/9).

Ia bilang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2019 (y on y) berdasarkan data resmi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai sebesar 5,05%. Raihan tersebut tercatat tumbuh dibandingkan dengan triwulan II pada 2018.


Namun, jika diperhatikan bahwa kuartal II-2018-2019, menunjukkan bahwa terjadi penurunan laju pertumbuhan (q to q) meskipun hanya sebesar 0.01%.

Menurutnya target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% tahun ini apabila tidak tercapai, tentu saja resesi akan menghampiri kinerja ekonomi, suka ataupun tidak suka. Menkeu Sri Mulyani juga pernah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai akhir tahun hanya 5,08% atau dibulatkan 5,1%.

Taufikurahman bilang kondisi demikian bisa terjadi karena arus investasi dan perdagangan global yang melambat akibat perang dagang. Ditambah kebijakan moneter The Fed yang lebih longgar demi mendorong ruang pertumbuhan lebih tinggi.


"Meskipun kondisi ekonomi beberapa negara sebagai mitra dagang Indonesia masih tumbuh positif, tetapi tetap Indonesia perlu antisipatif dan tidak boleh lengah dengan kondisi ekonomi global yang tidak bisa diprediksi ini," katanya.

Pemerintah sudah sangat sadar, bahkan Presiden Jokowi sudah mewanti-wanti soal "sedia payung sebelum resesi"

"Payung harus kita siapkan. Kalau hujannya besar, kita nggak kehujanan. Kalau gerimis, kita nggak kehujanan," tegas Jokowi, Rabu (4/9/2019).

Ia berpendapat terjadi resesi atau tidak di Indonesia sangat tergantung pada beberapa indikator:

  • Keadaan ekonomi Amerika Serikat.
  • Resesi tidaknya sangat tergantung juga pada kebijakan pemerintah Trump tentang trade dan currency war serta kebijakan the Fed.
  • Siklus 10 tahunan ekspansi ekonomi Amerika sekarang ini sudah lebih dari 10 tahun hingga saat ini masih belum terjadi konstraksi.
  • Kondisi bunga investasi jangka panjang di bond pemerintah lebih rendah dari jangka pendek. Artinya imbal balik investasi akan cenderung bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa akan terjadi pesimisme terhadap ekonomi panjang, juga pertanda resesi ke depan.

Ia juga menggarisbawahi beberapa permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah Pertama, sulitnya ekonomi dalam negeri mencapai pertumbuhan sebesar 6-7%.

"Disebabkan salah satunya oleh optimalisasi dan keseriusan dalam peningkatan industri manufaktur nasional, hingga saat ini yang belum berkembang dan sesuai harapan," katanya.

Kedua, hilirisasi atau sektor industri manufaktur digenjot agar target 5,3% pertumbuhan ekonomi tercapai dengan pemenuhan pasar domestic dan perbaikan pasar ekspor.

Ketiga, konsumsi dinaikkan dengan harapan menjaga pertumbuhan ekonomi dimana ekonomi global yang kian sulit mengandalkan ekspor; dan keempat, adalah kondisi neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan (CAD) Indonesia defisit.

Taufikurahman juga memberikan masuka perbaikan yang harus dilakukan dari sisi fiskal maupun moneter:

Dari sisi fiskal antara lain:

(1) Peningkatan penanaman modal LN (FDI) yang terkendali sesuai dengan kebutuhan dan peningkatan produktivitas hilirisasi terutama industri manufaktur yang mampu mendorong supply-driven baik domestic maupun pasar LN yakni yang berkontribusi terhadap penurunan CAD yang masih deficit

(2) Mengoptimalkan pemanfaatan infrastruktur yang dibangun baik Pembangkit listrik, jalan raya bebas hambatan, dan airport untuk mendorong perbaikan produksi agregat.

(3) Melakukan perbaikan iklim investasi domestik melalui perbaikan regulasi dengan cara menginventarisasi regulasi-regulasi atau aturan-aturan yang menghambat dan memperlambat terhadap kemudahan berinvestasi

(4) Memberikan berbagai insentif dan kemudahan fiskal bagi investor dalam negeri terutama yang akan berinvestasi di industri manufaktur dalam mendongkrak sisi penawaran, seperti salah satunya dengan melakukan penurunan tarif PPh Badan

Dari sisi moneter, antara lain:

(1) Karena pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terkendala karena adanya tekanan nilai tukar yang berasal dari kegiatan impor, maka perlu melakukan pengendalian terhadap nilai tukar US terhadap Rupiah. Artinya perlu mendorong perbaikan neraca pembayaran.

(2) Adanya kenaikan harga komoditas akibat tingginya inflasi, Bank Indonesia perlu melakukan optimalisasi inflasi targeting dengan stabilisasi volatilitas harga dengan mengefektifkan kinerja Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terutama barang-barang yang kontribusi terhadap inflasi tinggi

(3) Kebijakan makro-prudential yang efektif dan pruden. Dengan cara Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan hingga efektif dan prudent. Harapannya Bank Indonesia menurunkan hingga pada besaran 5%.

Ia juga mendorong perlu dilakukan sinergitas policy-mix; yaitu antara ekspansi fiskal dan ekspansi moneter secara sinergis dalam kurun waktu yang bersamaan. Dimana Bank Indonesia dan Pemerintah perlu duduk bersama dan melakukan antisipasi resesi ini tidak hanya untuk jangka pendek, tetapi jangka panjang.

"Sehingga kebijakan yang dihasilkan dan diimplementasikan akan mendorong terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai yang ditargetkan tahun ini yaitu sebesar 5.3%. Apabila tidak tercapai, tentu saja resesi akan menghampiri kinerja ekonomi, suka ataupun tidak suka," katanya.

Apakah Resesi akan Menghampiri Indonesia?Foto: Infografis/Resesi/Edward Ricardo

[Gambas:Video CNBC]


(hoi/hoi) Next Article Ramalan & Skenario Ekonomi RI Tumbuh 5% di 2021, Percaya??

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular