
9 Pabrik Tekstil Tutup, Menperin: Impor Memang Tinggi Sekali
Redaksi, CNBC Indonesia
10 September 2019 15:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengakui ada arus impor yang deras di sektor produk hulu industri tekstil. Produk yang diimpor ini dimanfaatkan oleh industri hilir seperti garmen, dan jadi pihak yang justru diuntungkan, sedangkan di sektor hulu sebaliknya.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat 9 pabrik tutup akibat kalah bersaing dengan produk impor dalam kurun waktu 2018-2019.
"Impor dari pada tekstil itu tinggi sekali dan itu impornya di tengah, jadi antara hulu kemudian di tengah kemudian ke hilir. Tekstil tengah itu masuk ke kain, benang kemudian printing," kata Airlangga, di Kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Selasa (10/9/2019) seperti dikutip dari detikcom.
Airlangga bilang pemerintah akan menyiapkan kebijakan safeguard atau tarir impor pengamanan perdagangan melalui pembatasan produk impor yang dianggap sudah membanjiri pasar dalam negeri. API sudah mengajukan permohonan safeguard ke Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kemendag.
"Safeguard akan kita dorong karena itu harmonisasi. Langkah pemerintah itu salah satunya harmonisasi tarif dari hulu ke hilir," kata Airlangga.
Selain itu, kementeriannya akan menggenjot revitalisasi industri tekstil dengan cara meningkatkan teknologi melalui pergantian mesin-mesin baru terkini bagi industri tekstil. Dengan program revitalisasi mesin ini, produk Indonesia berdaya saing.
"Kita juga coba revitalisasi, sebagian kalah karena teknologinya lama sekali tidak melakukan revitalisasi permesinan. Kalau yang revitalisasi permesinan dia cukup bagus," katanya.
Industri TPT memang sedang mengalami anomali, terjadi ketidaksinkronan antara hulu dan hilir. Industri hilir diuntungkan dengan bahan baku kain impor yang lebih murah, untuk diolah jadi produk garmen. Sedangkan hasil produksi hulunya tak banyak diserap oleh industri hilir yang sudah nyaman dengan bahan baku impor. Di sisi lain industri hulu, kebanyakan adalah pemain pasar domestik, yang tak bisa melakukan penyesuaian.
Industri hulu yang memproduksi serat dan benang tengah digempur impor kain akibat kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 64 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.
Kondisi ini menyebabkan produk dari industri hulu, khususnya di sektor pembuatan kain kalah bersaing dengan kain impor karena tak banyak diserap oleh industri garmen di hilir.
(hoi/hoi) Next Article Industri Tekstil RI: Kalah dari Vietnam hingga Gelombang PHK
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat 9 pabrik tutup akibat kalah bersaing dengan produk impor dalam kurun waktu 2018-2019.
"Impor dari pada tekstil itu tinggi sekali dan itu impornya di tengah, jadi antara hulu kemudian di tengah kemudian ke hilir. Tekstil tengah itu masuk ke kain, benang kemudian printing," kata Airlangga, di Kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Selasa (10/9/2019) seperti dikutip dari detikcom.
Airlangga bilang pemerintah akan menyiapkan kebijakan safeguard atau tarir impor pengamanan perdagangan melalui pembatasan produk impor yang dianggap sudah membanjiri pasar dalam negeri. API sudah mengajukan permohonan safeguard ke Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kemendag.
"Safeguard akan kita dorong karena itu harmonisasi. Langkah pemerintah itu salah satunya harmonisasi tarif dari hulu ke hilir," kata Airlangga.
Selain itu, kementeriannya akan menggenjot revitalisasi industri tekstil dengan cara meningkatkan teknologi melalui pergantian mesin-mesin baru terkini bagi industri tekstil. Dengan program revitalisasi mesin ini, produk Indonesia berdaya saing.
"Kita juga coba revitalisasi, sebagian kalah karena teknologinya lama sekali tidak melakukan revitalisasi permesinan. Kalau yang revitalisasi permesinan dia cukup bagus," katanya.
Industri TPT memang sedang mengalami anomali, terjadi ketidaksinkronan antara hulu dan hilir. Industri hilir diuntungkan dengan bahan baku kain impor yang lebih murah, untuk diolah jadi produk garmen. Sedangkan hasil produksi hulunya tak banyak diserap oleh industri hilir yang sudah nyaman dengan bahan baku impor. Di sisi lain industri hulu, kebanyakan adalah pemain pasar domestik, yang tak bisa melakukan penyesuaian.
Industri hulu yang memproduksi serat dan benang tengah digempur impor kain akibat kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 64 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.
Kondisi ini menyebabkan produk dari industri hulu, khususnya di sektor pembuatan kain kalah bersaing dengan kain impor karena tak banyak diserap oleh industri garmen di hilir.
(hoi/hoi) Next Article Industri Tekstil RI: Kalah dari Vietnam hingga Gelombang PHK
Most Popular