Pasang Bendera Putih, Pengusaha Tekstil Ajukan Safeguard

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
09 September 2019 17:16
Pengusaha tekstil sudah resmi mengajukan perlindungan perdagangan ke Kemendag.
Foto: REUTERS/Mark Blinch
Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) merampungkan sejumlah kategori yang menjadi persyaratan dari upaya pengajuan instrumen perlindungan perdagangan dari banjirnya serbuan produk impor atau safeguard. 

Syarat-syarat untuk memenuhi pengajuan safeguard sudah diserahkan kepada kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag).

"Setelah kita submit karena ini sudah dikonsultasikan paling tidak pemerintah akan rapat karena di sini keputusan berada di Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, dan Menteri Perdagangan," kata Ketua Umum API, Ade Sudrajat dalam diskusi penyelamatan industri TPT Nasional di kantor Kadin, Senin (9/9/2019).

Ia memperkirakan kementerian terkait termasuk Kementerian Keuangan bisa menerapkan bea masuk impor sementara dapat diterapkan untuk sejumlah produk TPT impor selama 200 hari. 

"Setelah hasil investigasi tentu HS-HS yang dikenakan safeguard permanen selama 3 tahun, ada yang mungkin dilepaskan tergantung dari hasil investigasi," kata Ade.

Ade menuturkan, pengusaha sudah mempersiapkan indikator persyaratan safeguard selama 2 bulan. Dari sini, ada 8 kategori yang telah diserahkan pada KPPI.

"Kami sudah komunikasi intens mengenai poin di safeguard ini sehingga memenuhi persyaratan mengenakan bea masuk sementara," katanya.

Pengusaha TPT mengajukan safeguard ke pemerintah sebagai bentuk perlindungan kepada industri TPT yang terhimpit akibat serbuan barang impor dari luar negeri.

Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, saat ini industri hulu yang memproduksi serat dan benang tengah digempur impor kain akibat kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 64 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.

Kondisi ini menyebabkan produk dari industri hulu, khususnya di sektor pembuatan kain kalah bersaing dengan kain impor karena tak banyak diserap oleh industri garmen di hilir. Redma menyebut saat ini utilisasi produksi di sektor pertenunan, perajutan dan pencelupan kain hanya berada di kisaran 40%.

"Subsektor industri antara ini memang tidak sehat dalam 5 tahun terakhir karena banjirnya serbuan barang impor. Kehadiran Permendag 64/2017 yang memberikan izin impor tanpa pengendalian kepada importir pedagang (API-U) membuat kondisi semakin kritis," kata Redma dalam paparan kinerja di Hotel Sahid, Rabu (10/7/2019).

Kini, pelaku hulu dan hilir sepakat untuk mencari solusi, antara lain dengan mengajukan safeguard ke Kemendag, agar produk impor bisa diredam.
(hoi/hoi) Next Article Pengusaha RI Siap-Siap Menghindar dari Resesi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular