
Pabrik Tekstil Ada yang Tutup: Generasi ke-3 Sempat Frustrasi
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
10 September 2019 09:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang belakangan mulai pasang-surut menjadi kurang diminati generasi penerus. Beberapa di antara mereka memilih untuk tidak melanjutkan usaha karena lebih menarik mengembangkan bisnis lain di era digital.
Ketua Umum API Ade Sudrajat mengatakan industri TPT bagi anak-anak muda sudah tidak menarik untuk digeluti, selain persoalan perubahan tren, industri TPT rentan pada masalah seperti gangguan serbuan produk impor, upah tenaga kerja, dan lainnya. Selain itu, bisnis-bisnis terbaru dunia digital era masa kini dianggap menjanjikan bagi anak muda.
"Ada 9-10 perusahaan give up dan tutup karena generasi kedua tak mau lagi membuat industri tekstil," kata Ade kepada CNBC Indonesia pekan lalu.
Namun, kondisi tersebut tidak berlaku untuk Michelle Tjokrosaputro, generasi ketiga PT Dan Liris yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah. Michelle merupakan cucu dari Tjokrosaputro, pendiri perusahaan yang dikenal dengan produksi batik ini.
Michelle yang kini menjabat sebagai Direktur PT Dan Liris saat berbicara di diskusi penyelematan industri TPT Nasional, mengungkapkan bagaimana pengalaman ketika dirinya ditunjuk untuk meneruskan usaha.
Ia mengaku awalnya terpaksa ketika ditunjuk untuk memimpin PT Dan Liris. Namun, karena melihat perjuangan orang-orang di sekitarnya yang berjuang untuk mempertahankan eksistensi PT Dan Liris, Michelle pun terenyuh.
"Begitu saya masuk, saya mencintai orang-orang saya yang memang dari awal mati-matian untuk survival, kebanggaan mereka di pabrik kami, kebanggaan untuk memberikan yang terbaik," kata Michelle.
Ia mengaku ada hambatan-hambatan dalam berbisnis di Indonesia yang membuatnya saat itu kurang tertarik untuk melanjutkan bisnis keluarganya.
"Kita cinta dengan Indonesia tapi terus terang frustrasi dengan keribetan yang ada. Tapi bagi kita ini bukan alasan untuk menyerah," kata Michelle.
Saat ini, Michelle dan pengusaha lainnya menghadapi rintangan ketika industri TPT diserbu oleh permasalahan bahan baku impor murah yang dapat mengancam keberadaan sektor hulu dan menengah TPT. Meski begitu, tidak ada alasan untuk Michelle menyesali keadaan saat ini.
" Justru sekarang kita ikut mendorong," katanya.
Ke depannya, industri TPT akan didorong untuk melakukan efisiensi. Penggunaan teknologi akan diterapkan untuk mengganti tenaga manual. Meski begitu, ia menegaskan industri TPT tetap membutuhkan tenaga manusia.
Agar tidak terjadi PHK besar, Michelle meminta pegawainya untuk dapat mengembangkan kemampuannya lebih tinggi. Pendidikan menurutnya modal utama agar industri TPT Indonesia dapat bertahan ke depannya.
"Di Jawa Tengah, kita mendirikan akademi komunitas, kita mengirim orang-orang kita untuk upgrade. Misalnya dia jahit kerah, jahit kerah terus kalau ada mesin bisa bikin kerah, suatu hari dia akan diganti. Tapi dia bisa menjadi supervisor. Industri tekstil tetap butuh orang. Cuma butuh orang yang kayak apa, itu yang mesti di-upgrade," ucap Michelle.
(hoi/hoi) Next Article Ssst! Ada 1 Pabrik China Relokasi ke RI, Tapi Komplain Tanah
Ketua Umum API Ade Sudrajat mengatakan industri TPT bagi anak-anak muda sudah tidak menarik untuk digeluti, selain persoalan perubahan tren, industri TPT rentan pada masalah seperti gangguan serbuan produk impor, upah tenaga kerja, dan lainnya. Selain itu, bisnis-bisnis terbaru dunia digital era masa kini dianggap menjanjikan bagi anak muda.
"Ada 9-10 perusahaan give up dan tutup karena generasi kedua tak mau lagi membuat industri tekstil," kata Ade kepada CNBC Indonesia pekan lalu.
Namun, kondisi tersebut tidak berlaku untuk Michelle Tjokrosaputro, generasi ketiga PT Dan Liris yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah. Michelle merupakan cucu dari Tjokrosaputro, pendiri perusahaan yang dikenal dengan produksi batik ini.
Michelle yang kini menjabat sebagai Direktur PT Dan Liris saat berbicara di diskusi penyelematan industri TPT Nasional, mengungkapkan bagaimana pengalaman ketika dirinya ditunjuk untuk meneruskan usaha.
Ia mengaku awalnya terpaksa ketika ditunjuk untuk memimpin PT Dan Liris. Namun, karena melihat perjuangan orang-orang di sekitarnya yang berjuang untuk mempertahankan eksistensi PT Dan Liris, Michelle pun terenyuh.
"Begitu saya masuk, saya mencintai orang-orang saya yang memang dari awal mati-matian untuk survival, kebanggaan mereka di pabrik kami, kebanggaan untuk memberikan yang terbaik," kata Michelle.
Ia mengaku ada hambatan-hambatan dalam berbisnis di Indonesia yang membuatnya saat itu kurang tertarik untuk melanjutkan bisnis keluarganya.
"Kita cinta dengan Indonesia tapi terus terang frustrasi dengan keribetan yang ada. Tapi bagi kita ini bukan alasan untuk menyerah," kata Michelle.
Saat ini, Michelle dan pengusaha lainnya menghadapi rintangan ketika industri TPT diserbu oleh permasalahan bahan baku impor murah yang dapat mengancam keberadaan sektor hulu dan menengah TPT. Meski begitu, tidak ada alasan untuk Michelle menyesali keadaan saat ini.
" Justru sekarang kita ikut mendorong," katanya.
Ke depannya, industri TPT akan didorong untuk melakukan efisiensi. Penggunaan teknologi akan diterapkan untuk mengganti tenaga manual. Meski begitu, ia menegaskan industri TPT tetap membutuhkan tenaga manusia.
Agar tidak terjadi PHK besar, Michelle meminta pegawainya untuk dapat mengembangkan kemampuannya lebih tinggi. Pendidikan menurutnya modal utama agar industri TPT Indonesia dapat bertahan ke depannya.
"Di Jawa Tengah, kita mendirikan akademi komunitas, kita mengirim orang-orang kita untuk upgrade. Misalnya dia jahit kerah, jahit kerah terus kalau ada mesin bisa bikin kerah, suatu hari dia akan diganti. Tapi dia bisa menjadi supervisor. Industri tekstil tetap butuh orang. Cuma butuh orang yang kayak apa, itu yang mesti di-upgrade," ucap Michelle.
(hoi/hoi) Next Article Ssst! Ada 1 Pabrik China Relokasi ke RI, Tapi Komplain Tanah
Most Popular