Waduh Tenaga Kerja Saja Impor, Apa RI Kekurangan?

Tirta Widi Gilang Citradi, CNBC Indonesia
10 September 2019 14:27
Waduh Tenaga Kerja Saja Impor, Apa RI Kekurangan?
Ilustrasi Tenaga Kerja PLN
Jakarta, CNBC Indonesia - Sentimen negatif masih meliputi isu Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia. Faktanya, Indonesia tidak kekurangan tenaga kerja. Hanya saja mayoritas angkatan kerja Indonesia bekerja di sektor informal.

Belum lama ini, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri meneken Permenaker Nomor 228/2019 tentang Jabatan Tertentu yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing.
 Pada Permenaker 228, ada 2.196 jabatan yang boleh diisi oleh pekerja asing yang bekerja di Indonesia. Jumlah ini diperkirakan lebih banyak dari ketentuan sebelumnya.

Di sisi lain, sejak 2014-2018, jumlah TKA di Indonesia melonjak 38,6% ketika aliran investasi ke Indonesia hanya mencatatkan pertumbuhan sebesar 17%. Jumlah TKA yang bekerja di Indonesia paling banyak disumbang oleh China. Kabar tersebut memang cukup menyita perhatian dan memancing sentimen negatif warganet alias netizen.



Dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, jumlah TKA terdaftar yang hanya 95.000 pada akhir 2018 proporsinya kurang dari 1%. Jika dibandingkan dengan angkatan kerja Indonesia maka jumlah tersebut juga masih kurang dari 1%.

Meningkatnya TKA di Indonesia bukan berarti Indonesia kekurangan tenaga kerja atau mengalami penurunan jumlah tenaga kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 50% populasi Indonesia berada pada usia produktif. Hal tersebut sudah menjadi cukup bukti bahwa Indonesia sebenarnya tidak kekurangan tenaga kerja.

Mengutip laporan indikator pasar tenaga kerja tahunan BPS, tercatat bahwa sejak 2014-2019 jumlah angkatan kerja Indonesia meningkat 8,7% atau setiap tahun setidaknya 1,81 juta orang menjadi angkatan kerja. Peningkatan tersebut menyebabkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga naik sebesar 0,15 persentase poin di periode yang sama.



Jumlah pekerja di Indonesia proporsinya masih lebih banyak di desa. Data BPS juga menyebutkan bahwa jumlah pekerja dibandingkan dengan total populasi (Employment to Population Rasio/EPR) di desa lebih tinggi dibandingkan di kota.



Nilai EPR untuk pedesaan dan perkotaan memang berada di angka lebih dari 60%. Namun dalam kurun waktu lima tahun terakhir nilai EPR di pedesaan hampir menyentuh angka 70% sedangkan EPR di perkotaan masih mentok di bawah 65%. Jadi dengan laju urbanisasi yang tinggi dan diprediksi pada 2030 lebih dari setengah populasi tinggal di kota, maka pekerjaan rumah terbesar adalah ketersediaan lapangan kerja di perkotaan. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Apabila ditinjau lebih lanjut, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, mayoritas angkatan kerja Indonesia menyandang status 'berusaha' yang proporsinya mencapai lebih dari 47,25%. Istilah berusaha mencakup pengusaha, usaha sendiri dibantu buruh dan pekerja bebas. Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja sebagai karyawan mencapai angka 38,16% dan yang menyandang status pekerja keluarga sebanyak 14,59%.





Mayoritas pekerja Indonesia bekerja di sektor jasa. Proporsi pekerja yang bekerja di sektor pertanian tiap tahun semakin menurun, sedangkan untuk sektor manufaktur jumlahnya cenderung relatif stabil dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.



Lebih jauh lagi, mayoritas pekerja Indonesia (>50%) bekerja sebagai buruh tani dan produksi/operator alat-alat angkutan. Sebanyak 18% bekerja sebagai tenaga penjual, 7% sebagai tenaga profesional dan teknisi, 6% di tenaga usaha jas dan tata usaha dan sekitar 1% bekerja di tingkat manajerial.


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Bisa jadi dua hal di atas yang jadi penyebab adanya sentimen negatif adanya TKA, mengingat mayoritas mereka bekerja di level manajerial, direksi, profesional, dan sebagian di level sebagai teknisi. Sentimen negatif muncul akibat adanya kesenjangan dari segi upah dan juga status sosial ekonomi antara tenaga kerja Indonesia dan tenaga kerja asing.

Belum lagi ditambah bahwa lebih dari 50% pekerja Indonesia bekerja di sektor informal yang rentan terhadap berbagai risiko tetapi tidak dalam proteksi atau perlindungan asuransi.

Jadi ke depannya disamping mendapat keuntungan dari bonus demografi yang diprediksi mencapai puncaknya pada 2030, Indonesia memiliki berbagai macam tantangan seperti penyediaan lapangan kerja di perkotaan, proteksi tenaga kerja, peningkatan kualitas SDM, serta peningkatan produktivitas tenaga kerja.

Kesimpulannya Indonesia tidak kekurangan tenaga kerja. Hanya saja kita punya segudang pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar tenaga kerja Indonesia dapat lebih unggul dan kompetitif.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular