Round Up

1 Januari 2020 Iuran BPJS Mandiri Kelas I & II Naik 100%!

Redaksi, CNBC Indonesia
03 September 2019 13:36
1 Januari 2020 Iuran BPJS Mandiri Kelas I & II Naik 100%!
Foto: BPJS Kesehatan (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Iuran BPJS Kesehatan Kelas I dan II dipastikan naik. Iuran naik mulai berlaku pada 1 Januari 2020.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Mardiasmo, memastikan angka kenaikan mengacu pada skema yang diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya.

"Yang kelas I dan kelas II, 1 Januari 2020 jadi Rp 160 ribu dan Rp 110 ribu sehingga kita bisa sosialisasi untuk masyarakat," ujar Mardiasmo usai mengikuti rapat gabungan Komisi IX dan XI DPR RI, Senin Kemarin (2/9/2019).

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris, mengakui, jika tidak ada kenaikan iuran, kondisi BPJS Kesehatan semakin berdarah. Terlebih, dia tak membantah adanya fraud atau penyimpangan di sesuai temuan BPKP.

Hal ini menjadi faktor adanya defisit yang mencapai triliunan. Jika iuran tak naik, defisit BPJS Kesehatan nyaris mencapai Rp 80 triliun. Fantastis!

"Defisit ini sebagaimana dipaparkan DJSN [Dewan Jaminan Sosial Nasional] sebelumnya, biaya per orang per bulan memang makin ke sini makin lebar perbedaannya dengan premi," tutur Fahmi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR, Senin (2/9/2019).

"Setelah BPKP turun, dilihat ada fraud. Memang akhirnya bahwa secara nyata ditemukan under price terhadap iuran. Rata-rata iuran Rp 36.500/Bulan ada gap Rp 13.000/Bulan," jelas Fahmi.

Selama ini memang per bulan Penerima Bantuan Iuran dibayar Rp 23.000 sedangkan iuran peserta mandiri dibayar Rp 25.500/bulan. Ini yang menurut Fahmi ada gap atau selisih.


Halaman Selanjutnya >> 'Defisit Bisa Makin Parah' (NEXT)




Fahmi Idris mengakui adanya fraud atau penyimpangan di perusahaan. Hal ini menjadi faktor adanya defisit yang mencapai triliunan.

Jika iuran tak naik, defisit BPJS Kesehatan bakal mencapai Rp 80 triliun. Fantastis!

"Defisit ini sebagaimana dipaparkan DJSN [Dewan Jaminan Sosial Nasional] sebelumnya, biaya per orang per bulan memang makin ke sini makin lebar perbedaannya dengan premi," tutur Fahmi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR, Senin (2/9/2019).

"Setelah BPKP turun, dilihat ada fraud. Memang akhirnya bahwa secara nyata ditemukan under price terhadap iuran. Rata-rata iuran Rp 36.500/Bulan ada gap Rp 13.000/Bulan," jelas Fahmi.

Selama ini memang per bulan Penerima Bantuan Iuran dibayar Rp 23.000 sedangkan iuran peserta mandiri dibayar Rp 25.500/bulan. Ini yang menurut Fahmi ada gap atau selisih.

Fahmi mengatakan jika tidak ada kebijakan seperti kenaikan iuran maka BPJS Kesehatan bakal makin parah.

"Yang terjadi tahun ke tahun defisit akan makin lebar," katanya.

Berikut rincian perkiraan defisit BPJS Kesehatan dimulai dari 2019 :
  • 2019 : Rp 32,8 triliun
  • 2020 : Rp 39,5 triliun
  • 2021: Rp 50,1 triliun
  • 2022: Rp 58,6 triliun
  • 2023 : Rp 67,3 triliun
  • 2024 : Rp 77 triliun
"Harapannya dengan perbaikan fundamental iuran, persoalan di sini dapat diselesaikan," tegas Fahmi.

Halaman Selanjutnya >>>>>> Tahapan Kenaikan (NEXT)
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Mardiasmo, menjelaskan, penerapan kenaikan iuran masih menunggu Perpres yang saat ini sudah di meja Presiden Joko Widodo. Jika Perpres diteken, maka usulan skema kenaikan mulai berlaku sesuai jadwal kenaikan tiap kelas.

Sejalan dengan itu, iuran bulanan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan penuh pemerintah juga dinaikkan. Khusus PBI, kenaikan berlaku mulai Agustus 2019, namun pembayarannya masih menunggu Perpres.

"PBI memang kita terapkan mulai 1 Agustus tapi uangnya dicairkan kalau Perpres revisi tentang JKN sudah diterbitkan," imbuhnya.

Adapun iuran BPJS Kesehatan yang belum diputuskan naik karena ditolak DPR, yakni untuk peserta mandiri Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) serta Bukan Pekerja (BP) kelas III. Kesimpulan rapat yang disepakati kedua pihak, memutuskan untuk tidak menaikkan tarif iuran BPJS Kelas III sampai validasi data kepesertaan tuntas.

Pasalnya, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), masih terdapat 10.654.530 peserta JKN yang masih bermasalah. Status mereka belum jelas apakah masuk dalam kategori mampu atau miskin.

Mardiasmo berjanji menyelesaikan persoalan tersebut secepatnya dengan berkoordinasi dengan Kementerian Sosial.
 
"Yang PBI terutama kelas III, itu tadi kan sepakat sudah ada 96,8 juta (peserta) oleh pusat, yang daerah kan 37 juta peserta. Tapi karena masih ada beberapa yang di-cleansing, kami coba perbaiki semua. September ini selesai," katanya.
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular