
Internasional
Simpati ke Pendemo Hong Kong Berkurang, Kenapa?
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
02 September 2019 15:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Demonstrasi di Hong Kong sudah terjadi selama 13 minggu. Bukan hanya sekali, beberapa kali demonstrasi berujung pada bentrokan antara petugas polisi dan para pengunjuk rasa.
Bentrokan terparah bahkan terjadi akhir pekan lalu. Sejumlah tindakan radikal dilakukan pendemo, mulai dari menutup akses jalan dan memboikot sejumlah sarana milik publik.
Bahkan pada Minggu, pendemo memblokir semua akses ke Bandara Internasional Hong Kong. Tujuannya adalah guna mendapat perhatian dari dunia terkait perjuangan gerakan demokrasi mereka.
Namun sayangnya, aksi yang dilakukan para pemrotes ini menurunkan simpati masyarakat pada para pengunjuk rasa. Setidaknya ada beberapa hal yang membuat ini terjadi.
"Sungguh, kita sekarang melihat, apa yang hanya bisa digambarkan sebagai perilaku vandalisme dari sebuah protes yang radikal," kata seorang pejabat manager investasi Port Shelter Investment, Richard Harris sebagaimana dilansir dari CNBC Internasional, Senin (2/9/2019).
Ia mengatakan memang sebagian warga mendukung demonstrasi. Namun demonstrasi yang diinginkan masyarakat dunia adalah demonstrasi damai yang tidak berujung pada kekerasan.
Melemahnya ekonomi akibat protes yang terus berlanjut juga diprediksi akan membawa pandangan skeptis masyarakat terhadap demo. "Ekonomi tertekan dan bisnis di semua sektor terkena dampak," ujar Harris.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi juga melemah di Agustus. Selain itu sektor pariwisata juga terpukul dengan kenyataan banyaknya turis mulai takut datang ke Hong Kong.
Sebelumnya, demo di Hong Kong terus terjadi setelah pemerintah Hong Kong menggarap RUU Ekstradisi pada Juni lalu. Meski RUU ini kemudian ditangguhkan, demonstrasi terus terjadi dan menjalar pada demokratisasi Hong Kong.
Pada Senin (2/9/2019) pelajar Hong Kong memboikot kelas sebagai bentuk dukungan pada massa pro demokrasi. Setidaknya sekitar 9000 pelajar dari 200 sekolah berpartisipasi dalam aksi tersebut.
Mereka mengenakan seragam, memakai masker, dan menggunakan kaca mata pelindung. Para pelajar SMA berlutut sambil memegang tangan dan bernyanyi sambil meneriakkan "Bebaskan Hong Kong! Demokrasi Sekarang!".
Merespon ini, Sekjen Pendidikan Hong Kong Kevin Yeung mengatakan institusi pendidikan seharusnya tidak dijadikan tempat berpolitik. "Sekolah seharusnya jadi tempat yang tenang dan damai buat siswa bersekolah," katanya.
Sebagaimana dilansir Bloomberg, Hong Kong merupakan wilayah vital bagi ekonomi China. Setidaknya 58% dari total investasi China ke luar negeri, bermula dari Hong Kong.
Sejumlah perusahaan multinasional juga memiliki kantor pusat di Hong Kong. "Pukulan terhadap Hong Kong sebagai pusat keuangan dan perdagangan menambah berat ekonomi global dari sebelumnya sudah terganggu akibat perang tarif antara AS dan Cina," ujar ekonom Bloombeg Qian Wan.
(sef/sef) Next Article Demo Belum Reda, China Copot Pejabat Penting di Hong Kong
Bentrokan terparah bahkan terjadi akhir pekan lalu. Sejumlah tindakan radikal dilakukan pendemo, mulai dari menutup akses jalan dan memboikot sejumlah sarana milik publik.
Bahkan pada Minggu, pendemo memblokir semua akses ke Bandara Internasional Hong Kong. Tujuannya adalah guna mendapat perhatian dari dunia terkait perjuangan gerakan demokrasi mereka.
Namun sayangnya, aksi yang dilakukan para pemrotes ini menurunkan simpati masyarakat pada para pengunjuk rasa. Setidaknya ada beberapa hal yang membuat ini terjadi.
"Sungguh, kita sekarang melihat, apa yang hanya bisa digambarkan sebagai perilaku vandalisme dari sebuah protes yang radikal," kata seorang pejabat manager investasi Port Shelter Investment, Richard Harris sebagaimana dilansir dari CNBC Internasional, Senin (2/9/2019).
Ia mengatakan memang sebagian warga mendukung demonstrasi. Namun demonstrasi yang diinginkan masyarakat dunia adalah demonstrasi damai yang tidak berujung pada kekerasan.
Melemahnya ekonomi akibat protes yang terus berlanjut juga diprediksi akan membawa pandangan skeptis masyarakat terhadap demo. "Ekonomi tertekan dan bisnis di semua sektor terkena dampak," ujar Harris.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi juga melemah di Agustus. Selain itu sektor pariwisata juga terpukul dengan kenyataan banyaknya turis mulai takut datang ke Hong Kong.
Sebelumnya, demo di Hong Kong terus terjadi setelah pemerintah Hong Kong menggarap RUU Ekstradisi pada Juni lalu. Meski RUU ini kemudian ditangguhkan, demonstrasi terus terjadi dan menjalar pada demokratisasi Hong Kong.
Pada Senin (2/9/2019) pelajar Hong Kong memboikot kelas sebagai bentuk dukungan pada massa pro demokrasi. Setidaknya sekitar 9000 pelajar dari 200 sekolah berpartisipasi dalam aksi tersebut.
Mereka mengenakan seragam, memakai masker, dan menggunakan kaca mata pelindung. Para pelajar SMA berlutut sambil memegang tangan dan bernyanyi sambil meneriakkan "Bebaskan Hong Kong! Demokrasi Sekarang!".
Merespon ini, Sekjen Pendidikan Hong Kong Kevin Yeung mengatakan institusi pendidikan seharusnya tidak dijadikan tempat berpolitik. "Sekolah seharusnya jadi tempat yang tenang dan damai buat siswa bersekolah," katanya.
Sebagaimana dilansir Bloomberg, Hong Kong merupakan wilayah vital bagi ekonomi China. Setidaknya 58% dari total investasi China ke luar negeri, bermula dari Hong Kong.
Sejumlah perusahaan multinasional juga memiliki kantor pusat di Hong Kong. "Pukulan terhadap Hong Kong sebagai pusat keuangan dan perdagangan menambah berat ekonomi global dari sebelumnya sudah terganggu akibat perang tarif antara AS dan Cina," ujar ekonom Bloombeg Qian Wan.
(sef/sef) Next Article Demo Belum Reda, China Copot Pejabat Penting di Hong Kong
Most Popular