
Pemerintah: Subsidi Solar Rp 1.000, DPR Minta Rp 1.500/Liter
Efrem Limsan Siregar, CNBC Indonesia
29 August 2019 09:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VII DPR RI menolak usulan pemerintah yang mengajukan subsidi solar menjadi Rp 1.000 per liter pada tahun depan. Dalam rapat bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di gedung dewan, alokasi subsidi untuk diesel ini dinaikkan menjadi Rp 1.500 per liter, Rabu (28/8/2019).
"Untuk solar agak khawatir kalau konklusinya begini maka akan ada kenaikan harga. Teoritisnya kalau harga ICP (Indonesian Crude Price) di US$ 63 dan Brent US$ 68, jadi naik harga. Jadi menurut saya solar jangan dinaikkan karena yang pakai itu industri yang mengakibatkan ekonomi bergerak. Sehingga, menurut saya jangan Rp 1.000, tetap Rp 1.500," kata anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya.
Menurutnya, jika subsidi hanya diberikan Rp 1.000 per liter, pemerintah akan menaikkan harga dan menimbulkan asumsi harga naik.
"Nanti di luar sudah ramai sekali, untuk itu kembali ke hasil raker 20 Juni yaitu Rp 1.500. Saya usulkan Rp 1.500 per liter," tambahnya.
Menteri ESDM Ignasius Jonan yang hadir dalam rapat menjelaskan alasan pemerintah ingin menurunkan alokasi subsidi jadi Rp 1.000 per liter. Salah satunya perkiraan harga minyak yang diprediksi turun.
"Sekarang saja turun, normalnya sekitar Rp 7.000 per liter. Kedua, ingin kurangi subsidi supaya penggunaan lebih tepat sasaran."
Ia menjelaskan pemenuhan solar selama ini dipasok dari kilang Pertamina, dan Pertamina mayoritas pasokannya bergantung pada minyak dengan harga ICP. Jika tahun lalu asumsi US$ 70 per barel dan sekarang jadi US$ 60 per barel maka ada penurunan sebanyak 15%.
"Harga impor itu Rp 7.000, sekitar Rp 6.600 atau Rp 6.700. Jadi Rp 1.000 cukup tidak? Kalau diasumsikan Rp 1000 maka harga solar harus naik Rp 1.000 sebagai imbasnya jadi Rp 6.150 plus pajak jadi Rp 7.000. Tapi ini semua tergantung harga minyak tahun depan," jelas Jonan.
Ia memperkirakan jika Brent di kisaran US$ 55 per barel, maka jika Rp 1.000 subsidinya akan cukup. Seperti yang berlaku di 2016, di mana minyak di bawah US$ 50 per barel. Saat itu subsidi yang dikucurkan bahkan hanya Rp 500 per liter.
Namun dengan kondisi kisaran harga minyak saat ini, maka diperkirakan akan ada penyesuaian harga hingga Rp 1.000 per liter.
Jonan memperkirakan negara akan menghemat Rp 7,5 Triliun jika subsidi untuk konsumsi 15,31 juta KL solar berkurang Rp 500 per liter dan hanya dikucurkan Rp 1.000 per liter.
"Ya itu saja manfaatnya," kata Jonan.
Setelah perdebatan selesai, akhirnya disepakati bahwa subsidi solar menjadi Rp 1.500 per liter.
"Jadi kita sepakat subsidi solar Rp 1.500 per liter," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Ridwan Hisjam.
(hps/hps) Next Article Berharap di B20, ESDM 'Pede' Turunkan Subsidi & Kuota Solar
"Untuk solar agak khawatir kalau konklusinya begini maka akan ada kenaikan harga. Teoritisnya kalau harga ICP (Indonesian Crude Price) di US$ 63 dan Brent US$ 68, jadi naik harga. Jadi menurut saya solar jangan dinaikkan karena yang pakai itu industri yang mengakibatkan ekonomi bergerak. Sehingga, menurut saya jangan Rp 1.000, tetap Rp 1.500," kata anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya.
Menurutnya, jika subsidi hanya diberikan Rp 1.000 per liter, pemerintah akan menaikkan harga dan menimbulkan asumsi harga naik.
"Nanti di luar sudah ramai sekali, untuk itu kembali ke hasil raker 20 Juni yaitu Rp 1.500. Saya usulkan Rp 1.500 per liter," tambahnya.
"Sekarang saja turun, normalnya sekitar Rp 7.000 per liter. Kedua, ingin kurangi subsidi supaya penggunaan lebih tepat sasaran."
Ia menjelaskan pemenuhan solar selama ini dipasok dari kilang Pertamina, dan Pertamina mayoritas pasokannya bergantung pada minyak dengan harga ICP. Jika tahun lalu asumsi US$ 70 per barel dan sekarang jadi US$ 60 per barel maka ada penurunan sebanyak 15%.
"Harga impor itu Rp 7.000, sekitar Rp 6.600 atau Rp 6.700. Jadi Rp 1.000 cukup tidak? Kalau diasumsikan Rp 1000 maka harga solar harus naik Rp 1.000 sebagai imbasnya jadi Rp 6.150 plus pajak jadi Rp 7.000. Tapi ini semua tergantung harga minyak tahun depan," jelas Jonan.
Ia memperkirakan jika Brent di kisaran US$ 55 per barel, maka jika Rp 1.000 subsidinya akan cukup. Seperti yang berlaku di 2016, di mana minyak di bawah US$ 50 per barel. Saat itu subsidi yang dikucurkan bahkan hanya Rp 500 per liter.
Namun dengan kondisi kisaran harga minyak saat ini, maka diperkirakan akan ada penyesuaian harga hingga Rp 1.000 per liter.
Jonan memperkirakan negara akan menghemat Rp 7,5 Triliun jika subsidi untuk konsumsi 15,31 juta KL solar berkurang Rp 500 per liter dan hanya dikucurkan Rp 1.000 per liter.
"Ya itu saja manfaatnya," kata Jonan.
Setelah perdebatan selesai, akhirnya disepakati bahwa subsidi solar menjadi Rp 1.500 per liter.
"Jadi kita sepakat subsidi solar Rp 1.500 per liter," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Ridwan Hisjam.
(hps/hps) Next Article Berharap di B20, ESDM 'Pede' Turunkan Subsidi & Kuota Solar
Most Popular