
Meroket 112%, Pertamina Raup Laba Rp 9,4 T di Semester I-2019
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
26 August 2019 17:31

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) membukukan laba sebesar US$ 660 juta atau sebesar Rp 9,4 triliun pada paruh pertama tahun ini, atau tumbuh 112% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 310 juta atau sebesar Rp 4,4 triliun.
"Terutama karena kinerja semester-1 2018 lalu tidak begitu baik. Sehingga dengan laba Rp 9,4 triliun atau US$ 660 juta, mencatatkan peningkatan 112% dibanding 2018," kata Direktur Keuangan Pertamina Pahala N Mansury dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (26/8/2019).
Dia menjelaskan, komposisi terbesar dari biaya operasi perusahaan adalah minyak mentah, mengingat Pertamina memproduksi minyak mentah dan menjual bahan bakar minyak (BBM). Oleh karena itu, dengan adanya penurunan ICP dari US$ 66 per barel pada semester-1 2018 lalu menjadi US$ 63 per barel pada semester pertama tahun ini, otomatis biaya beban produksi (COGS) perseroan turun.
Memang, berdasarkan catatan Pertamina, untuk harga jual minyak mentah Indonesia (ICP), pada periode semester I 2019 tercatat sebesar US$ 63,14 per barel, atau turun 5% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 66,55 per barel.
"Dengan turunnya ICP bisa dikatakan pendapatan sedikit turun, tetapi penurunan ini lebih kecil dibanding penurunan biaya pokok penjualan. Kalau di-summary, beban pokok turun 6%, sementara pendapatan hanya turun 3%," jelas Pahala.
Adapun, dari sisi pendapatan, pada semester I 2019 perusahaan mencatatkan adanya penurunan sebesar 3% secara year on year (yoy) menjadi US$ 25,55 miliar, dari yang sebelumnya US$ 26,43 miliar.
Sementara itu, untuk total volume penjualan bahan bakar minyak (BBM), sampai dengan paruh pertama 2019 tercatat sebesar 42,46 juta kiloliter (KL), naik tipis dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 41,7 juta KL.
Perusahaan mencatatkan kenaikan produksi minyak mentah sampai dengan Juni 2019, menjadi sebesar 413 ribu barel oil per hari (BOPD), dari yang sebelumnya sebesar 385 ribu BOPD pada periode yang sama tahun lalu. Sedangkan untuk lifting minyaknya, juga tercatat naik menjadi 369 ribu BOPD, dari yang sebelumnya sebesar 314 ribu BOPD pada periode yang sama tahun lalu.
Sedangkan, sampai dengan akhir tahun, Pahala menuturkan, perusahaan menargetkan perolehan laba sebesar US$ 1,5-2 miliar.
"Mudah-mudahan dengan harga ICP yang saat ini di kisaran US$ 63 per barel, angka US$ 2 miliar bisa kami capai. Kami akan berupaya dan memacu terus untuk bisa di atas US$ 2 miliar," pungkas Pahala.
(gus/gus) Next Article Laporan Keuangan 2019 Kelar, Berapa Laba Pertamina?
"Terutama karena kinerja semester-1 2018 lalu tidak begitu baik. Sehingga dengan laba Rp 9,4 triliun atau US$ 660 juta, mencatatkan peningkatan 112% dibanding 2018," kata Direktur Keuangan Pertamina Pahala N Mansury dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (26/8/2019).
Memang, berdasarkan catatan Pertamina, untuk harga jual minyak mentah Indonesia (ICP), pada periode semester I 2019 tercatat sebesar US$ 63,14 per barel, atau turun 5% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 66,55 per barel.
"Dengan turunnya ICP bisa dikatakan pendapatan sedikit turun, tetapi penurunan ini lebih kecil dibanding penurunan biaya pokok penjualan. Kalau di-summary, beban pokok turun 6%, sementara pendapatan hanya turun 3%," jelas Pahala.
Adapun, dari sisi pendapatan, pada semester I 2019 perusahaan mencatatkan adanya penurunan sebesar 3% secara year on year (yoy) menjadi US$ 25,55 miliar, dari yang sebelumnya US$ 26,43 miliar.
Sementara itu, untuk total volume penjualan bahan bakar minyak (BBM), sampai dengan paruh pertama 2019 tercatat sebesar 42,46 juta kiloliter (KL), naik tipis dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 41,7 juta KL.
Perusahaan mencatatkan kenaikan produksi minyak mentah sampai dengan Juni 2019, menjadi sebesar 413 ribu barel oil per hari (BOPD), dari yang sebelumnya sebesar 385 ribu BOPD pada periode yang sama tahun lalu. Sedangkan untuk lifting minyaknya, juga tercatat naik menjadi 369 ribu BOPD, dari yang sebelumnya sebesar 314 ribu BOPD pada periode yang sama tahun lalu.
Sedangkan, sampai dengan akhir tahun, Pahala menuturkan, perusahaan menargetkan perolehan laba sebesar US$ 1,5-2 miliar.
"Mudah-mudahan dengan harga ICP yang saat ini di kisaran US$ 63 per barel, angka US$ 2 miliar bisa kami capai. Kami akan berupaya dan memacu terus untuk bisa di atas US$ 2 miliar," pungkas Pahala.
(gus/gus) Next Article Laporan Keuangan 2019 Kelar, Berapa Laba Pertamina?
Most Popular