Selain Listrik, Mobil 'Flexy' Juga akan Dikembangkan di RI

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
20 August 2019 15:04
Pengembangan mobil listrik juga akan dipadukan dengan kendaraan lain seperti kendaraan bermesin flexy.
Foto: Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (dok. Humas Kemenperin)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tak hanya mengembangkan kendaraan berbasis listrik tapi kendaraan lainnya yang ramah lingkungan. Salah satunya adalah kendaraan yang berbasis flexy fuel engine atau kendaraan yang bisa 'meminum' segala jenis bahan bakar nabati macam sawit, etanol dan lainnya.

Pengembangan kendaraan semacam ini cocok dengan Indonesia yang kaya dengan minyak nabati. Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit mentah (CPO/Crude Palm Oil) dan (CPKO/ Crude Palm Kernel Oil) dengan produksi tahun 2018 mencapai 47 Juta Ton. Ia memprediksi laju pertumbuhan produksi minyak sawit akan meningkat signifikan.

"Ekspor minyak sawit dan produk turunannya menyumbang devisa negara lebih dari US$ 22 Miliar per tahun. Lebih penting lagi, minyak sawit juga dikonsumsi di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan, pakan, bahan kimia, dan bahan bakar terbarukan," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto dalam rapat yang digelar di Hotel Luwansa, Jakarta, Selasa (20/8/2019).


Hadir dalam rapat tersebut pejabat Kementerian Perekonomian, ESDM, pengusaha dan asosiasi kelapa sawit, biodiesel, dan otomotif. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ekspor minyak sawit didominasi oleh produk hilir. Pada 2018 rasio volume ekspor bahan baku dan produk hilir mencapai 19% berbanding 81%.

Komitmen untuk menjadikan industri hilir pengolahan minyak sawit sebagai sektor prioritas nasional telah masuk dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional 2035.

Langkah hilirisasi sendiri diambil mengingat harga CPO di pasar internasional, kata Airlangga, masih mengalami tekanan karena oversupply. Pertumbuhan global supply tidak diikuti dengan global demand.

Dampaknya sampai ke harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat Petani. Harga beli TBS pada kisaran Rp 1.100-1.200/kg per tengah Bulan Agustus 2019.
"Ini perlu mendapat perhatian karena terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat," ucapnya.

Dengan kondisi tersebut, penyerapan pasar domestik menjadi salah satu opsi. Hal itu terlihat dengan beberapa program pengembangan biodiesel mulai dari B20, berlanjut ke B30 pada awal 2020 dan B50 yang direncanakan pada 2021 mendatang.

Program pengembangan bahan bakar nabati berjalan bersamaan dengan program pengembangan mobil listrik nasional dan mesin kendaraan ramah lingkungan lainnya. Namun, Airlangga meyakinkan bahwa antara dua program tersebut dapat berjalan berbarengan.

Ia mengatakan industri flexy fuel engine berbasis bahan bakar nabati dapat tumbuh berdampingan dengan industri kendaraan listrik, kendaraan hybrid, dan kendaraan rendah emisi lainnya.

"Pengembangan mobil listrik dan biofuel, kan target kendaraan listrik 20% pada 2025. Yang 80% masih berbasis bahan bakar. Nah dari bahan bakar itu kita dorong flexy engine dari bahan biofuel 100," kata Airlangga.



B100 merupakan bahan bakar nabati rencananya akan berjalan sebelum penerapan B50 dan diklaim setara dengan emisi Euro 4.

Sementara Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Yohannes Nangoi mengatakan produsen kendaraan sudah menerima program B30 untuk diterapkan pada kendaraannya setelah melalui beberapa uji coba.


(hoi/hoi) Next Article Sri Mulyani Bocorkan Soal Insentif Pajak Mobil Listrik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular