Produksi Batu Bara RI Jebol Kuota, Isu Pencabutan DMO Mencuat

Gustidha Budiartie & Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
19 August 2019 10:07
Produksi batu bara RI disebut-sebut jauh melewati target, tahun ini bisa mencapai 700 juta ton
Foto: infografis/Infografis 10 negara produsen batu bara terbesar di dunia/Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia- Industri bisnis batu bara Indonesia sedang dibayangi kelebihan pasokan. Meski pemerintah telah mematok target produksi emas hitam di angka 489 juta ton pada tahun ini, kenyataannya produksi jauh lebih tinggi.

Informasi yang diterima oleh CNBC Indonesia, produksi batu bara dalam negeri bisa mencapai 700 juta ton pada tahun ini. Ini yang dikabarkan membuat harga batu bara terus terusan merosot.



Soal kelebihan pasokan ini, juga diakui oleh Asosiasi Produsen Batu Bara Indonesia (APBI). Diungkap oleh Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia, menurutnya berdasar data produksi semester pertama tahun ini realisasi bisa lebih besar dari target. Meskipun, ia tidak menyebut kisaran 700 juta ton tersebut.

"Ada kemungkinan, mungkin hampir sama, mendekati, bisa lebih dari realisasi di 2018," ujar Hendra dalam wawancara khusus bersama CNBC Indonesia TV, beberapa waktu lalu.

Tahun lalu, data Kementerian ESDM mencatat realisasi produksi batu bara sebesar 557 juta ton, naik 15% dari target 2018 yang sebesar 485 juta ton. Dari 557 juta ton tersebut, sebanyak 115 juta ton adalah realisasi penjualan domestik dari target 121 juta ton, sedangkan untuk ekspor realisasinya 442 juta ton dari target 364 juta ton.

Tahun ini, data resmi hingga Agustus menunjukkan produksi sudah mencapai angka 237,55 juta ton atau hampir separuh target. Tetapi, informasi yang diterima CNBC Indonesia data di atas kertas tersebut masih belum sepenuhnya tercatat.

Isu DMO Dicabut Mencuat
Di tengah jebolnya target dan merosotnya harga, dilalah Jumat pekan lalu muncul isu soal pencabutan kewajiban DMO (Domestic Market Obligation) di market. Membuat saham emiten batu bara beterbangan seharian.

Meski akhirnya kabar pencabutan DMO ini dibantah oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot. "Tidak betul itu," katanya.

Namun, tiba-tiba Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada sore harinya juga membuat pernyataan cukup mengejutkan. mengusulkan untuk menghapus kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) atau batu bara untuk kebutuhan dalam negeri, agar proyek gasifikasi batu bara dengan memproduksi dimethyl ether (DME) bisa dijalankan.

"DME tergantung daripada DMO untuk batu bara. Dari kami usulannya DMO itu dihilangkan," ujar Airlangga dalam konferensi pers RAPBN 2020, di Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Lebih lanjut, ia menjelaskan, penghapusan DMO tersebut ditujukan untuk memperbaiki nilai ekonomis batu bara. Sebab, Airlangga menilai, tanpa dihapusnya DMO, industri tidak ekonomis.

"Kalau tidak ekonomis, pilihannya kan kita tetap impor LPG, sementara industri DME tidak bisa terbangun. Maka, kita tidak ada program substitusi impor, padahal Presiden mintanya kan ada substitusi impor," jelas Airlangga.

Adapun, usulan ini, lanjutnya, masih akan dibahas ke depannya dengan pihak-pihak terkait.

"Lagi akan dibahas, apakah bentuknya Peraturan Presiden (PP) atau yang lain. Ini sedang dalam kajian," pungkas Airlangga.

Jadi, mau di bawa kemana nasib batu bara RI?


Simak paparan produsen batu bara soal nasib hilirisasi industri ini
[Gambas:Video CNBC]
(gus/gus) Next Article Pak Airlangga, Jika DMO Batu Bara Dicabut Mau Ekspor Ke Mana?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular