Dua Kata Untuk RAPBN Jokowi Tahun 2020: Bangkitkan Optimisme!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 August 2019 13:28
Bangkitkan Optimisme
Foto: Ilustrasi Gedung Perkantoran di Jakarta (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Sempat disinggung di halaman sebelumnya, pemerintah mematok rupiah di level Rp 14.400/dolar AS, lebih lemah dibandingkan outlook untuk tahun 2019 yang sebesar Rp 14.250/dolar AS. Namun, sejatinya target tersebut bukan merupakan bentuk pesimisme, melainkan pemerintah mencoba realistis dalam menghadapi dinamika perekonomian global.

Sempat disinggung di halaman pertama mengenai perang dagang AS-China. Hingga kini, belum ada tanda-tanda perang dagang antar dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut akan berakhir. Bahkan, seperti yang diungkapkan sendiri oleh Presiden AS Donald Trump, China bisa saja menunggu hingga pemilihan presiden (Pilpres) di AS selesai tahun depan untuk meneken kesepakatan dagang guna mendapatkan kesepakatan yang lebih baik, dengan asumsi kandidat dari Partai Demokrat yang menang.

Kala perang dagang AS-China terus saja terjadi, memang dolar AS selaku safe haven akan menjadi salah satu primadona bagi pelaku pasar.

Belum lagi jika berbicara mengenai proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit). Pada tanggal 31 Oktober 2019, Inggris dijadwalkan untuk meningglkan Uni Eropa, baik dengan kesepakatan atau tidak sama sekali. Untuk diketahui, Inggris merupakan salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia, sementara Uni Eropa merupakan blok ekonomi terbesar di dunia. Kala keduanya bercerai, apalagi jika perceraiannya buruk, pastilah laju perekonomian global akan tertekan. Lagi-lagi, dolar AS selaku safe haven akan menjadi buruan pelaku pasar.

Nah, guna menghadapi ketidakpastian global yang begitu besar pada tahun depan, Sri Mulyani meracik anggaran yang prudent, mengedepankan prinsip kehati-hatian. Dalam APBN 2019, defisit fiskal (selisih antara penerimaan dengan belanja) dipatok di level 1,84% dari PDB. Outlook untuk defisit fiskal pada tahun ini berada di level 1,93% dari PDB. Untuk tahun 2020, defisit fiskal ditargetkan di level 1,76% dari PDB.

Posisi defisit anggaran memang sangat penting bagi perekonomian. Untuk diketahui, saat ini undang-undang membatasi defisit anggaran di level 3% dari PDB.

Dengan defisit anggaran yang terjaga, kepercayaan investor asing terhadap pemerintah Indonesia akan tetap tinggi sehingga akan meminimalisir aliran modal keluar (outflow) kala terdapat gonjang-ganjing di perekonomian global. Ketika outflow bisa diredam, maka pelemahan yang terjadi kepada rupiah juga bisa diredam.

Selama ini, Indonesia terus mendapatkan kepercayaan dari investor asing yang terus-menerus menanamkan dananya di pasar modal Indonesia. Melansir data yang dipublikasikan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per Juli 2019 pemodal asing tercatat memiliki 44,9% dari saham yang tercatat di KSEI. Di pasar obligasi, melansir data yang dipublikasikan Direktoral Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, per 14 Agustus 2019, investor asing memiliki senilai Rp 1.005,76 triliun dari total obligasi pemerintah Indonesia yang dapat diperdagangkan atau setara dengan 38,7%.

Kalau kepercayaan dari investor asing ini tak dijaga, dengan mudahnya mereka akan keluar dari Indonesia dan membuat nilai tukar rupiah tertekan.

“Bangkitkan optimisme” rasanya merupakan dua kata yang tepat untuk menggambarkan RAPBN yang disusun oleh pemerintahan Jokowi untuk tahun 2020. Kala perekonomian global penuh dengan tantangan, pemerintah berani mematok target pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dengan pengendalian inflasi yang baik sebagai daya dukungnya.

Di sisi lain, realistisnya pemerintah dalam merumuskan asumsi nilai tukar rupiah pada tahun depan patut membangkitkan optimisme bahwa asumsi-asumsi lain yang dipatok dalam RAPBN bisa dikebut untuk dicapai, atau bahkan melebihi target.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ank/ank)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular