
Demo Terus, Apa Kabar Disneyland Hong Kong?
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
15 August 2019 13:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Demonstrasi Hong Kong yang terus terjadi berimbas pada ekonomi wilayah tersebut. Salah satunya adalah sektor pariwisata.
Protes yang masih terus berlanjut di Hong Kong membuat kerugian besar pada pariwisata kota tersebut. Kamar-kamar hotel menjadi lebih sepi dari biasanya dan toko-toko hadapi kesulitan.
Presentase kedatangan pengunjung untuk hunian hotel turun "dua digit" pada Juli. Pemesanan tur kelompok juga telah merosot mencapai 50%.
Bahkan taman hiburan Disneyland Hong Kong pun mengalami gangguan. Sebagaimana dilansir dari Travel Daily Media demonstrasi telah membuat jumlah pengunjung Disneyland Hong Kong berkurang jauh.
"Kita sudah melihat dampak dari demonstrasi. Pasti ada gangguan. Itu telah mempengaruhi kunjungan ke sana," kata CEO The Walt Disney Company Disneyland Bob Iger dikutip CNBC Indonesia, Kamis (15/8/2019).
Dalam data yang dirilis Februari, pendapatan Disney Land Hong Kong untuk tahun 2018, naik 18 persen menjadi HK$ 6 miliar hingga September. Ini merupakan rekor tertinggi sejak dibukanya Disneyland Hong Kong 2005 lalu.
Tingkat kedatangan di Disneyland Hong Kong naik 8% menjadi 6,7 juta pengunjung. Kunjungan terbesar berasal dari luar Hong Kong dan China, yakni Jepang, Korea Selatan dan Filipina.
Hong Kong Disneyland merupakan perusahaan patungan antara pemerintah administrasi khusus Hong Kong dan The Walt Disney. Ocean Park, salah satu taman hiburan termegah di Hong Kong bahkan hanya mampu mendapatkan 5,8 juta pengunjung.
Situasi Hong Kong yang tengah panas, membuat banyak mata tertuju pada daerah administrasi khusus ini. Dalam serial tweetnya Rabu (14/8/2019), Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menunjukan indikasi ingin bertemu dengan Presiden China Xi Jinping untuk membahas Hong Kong.
Sejauh ini, sejumlah negara mengajukan travel warning. Antara lain Amerika, Jepang, Australia, Irlandia, Korea Selatan, Inggris, Taiwan, Uni Emirat Arab bahkan Indonesia.
Sebenarnya, permasalahan berawal pada Februari 2019, Biro Keamanan Hong Kong mengajukan draf dokumen yang berisi usulan perubahan UU ekstradisi. Rancangan amandemen UU tersebut mengusulkan perubahan perjanjian ekstradisi, berupa diperbolehkannya seorang kriminal yang tertangkap di Hong Kong diekstradisi ke China.
Mayoritas warga Hong Kong kontra dengan usulan perubahan UU tersebut. Ketidaksetujuan itu berbuntut pada demonstrasi pertama pada Maret 2019. Ratusan warga Hong Kong turun ke jalan untuk lakukan aksi protes atas RUU ekstradisi. Semenjak hari itu, sudah terhitung sepuluh pekan dari aksi protes pertama yang mengarah ke demokratisasi Hong Kong.
[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef) Next Article Anti Pemerintah, Ribuan Guru Hong Kong Masuk Barisan Demo
Protes yang masih terus berlanjut di Hong Kong membuat kerugian besar pada pariwisata kota tersebut. Kamar-kamar hotel menjadi lebih sepi dari biasanya dan toko-toko hadapi kesulitan.
Presentase kedatangan pengunjung untuk hunian hotel turun "dua digit" pada Juli. Pemesanan tur kelompok juga telah merosot mencapai 50%.
Bahkan taman hiburan Disneyland Hong Kong pun mengalami gangguan. Sebagaimana dilansir dari Travel Daily Media demonstrasi telah membuat jumlah pengunjung Disneyland Hong Kong berkurang jauh.
"Kita sudah melihat dampak dari demonstrasi. Pasti ada gangguan. Itu telah mempengaruhi kunjungan ke sana," kata CEO The Walt Disney Company Disneyland Bob Iger dikutip CNBC Indonesia, Kamis (15/8/2019).
Dalam data yang dirilis Februari, pendapatan Disney Land Hong Kong untuk tahun 2018, naik 18 persen menjadi HK$ 6 miliar hingga September. Ini merupakan rekor tertinggi sejak dibukanya Disneyland Hong Kong 2005 lalu.
Tingkat kedatangan di Disneyland Hong Kong naik 8% menjadi 6,7 juta pengunjung. Kunjungan terbesar berasal dari luar Hong Kong dan China, yakni Jepang, Korea Selatan dan Filipina.
Hong Kong Disneyland merupakan perusahaan patungan antara pemerintah administrasi khusus Hong Kong dan The Walt Disney. Ocean Park, salah satu taman hiburan termegah di Hong Kong bahkan hanya mampu mendapatkan 5,8 juta pengunjung.
Situasi Hong Kong yang tengah panas, membuat banyak mata tertuju pada daerah administrasi khusus ini. Dalam serial tweetnya Rabu (14/8/2019), Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menunjukan indikasi ingin bertemu dengan Presiden China Xi Jinping untuk membahas Hong Kong.
Sejauh ini, sejumlah negara mengajukan travel warning. Antara lain Amerika, Jepang, Australia, Irlandia, Korea Selatan, Inggris, Taiwan, Uni Emirat Arab bahkan Indonesia.
Sebenarnya, permasalahan berawal pada Februari 2019, Biro Keamanan Hong Kong mengajukan draf dokumen yang berisi usulan perubahan UU ekstradisi. Rancangan amandemen UU tersebut mengusulkan perubahan perjanjian ekstradisi, berupa diperbolehkannya seorang kriminal yang tertangkap di Hong Kong diekstradisi ke China.
Mayoritas warga Hong Kong kontra dengan usulan perubahan UU tersebut. Ketidaksetujuan itu berbuntut pada demonstrasi pertama pada Maret 2019. Ratusan warga Hong Kong turun ke jalan untuk lakukan aksi protes atas RUU ekstradisi. Semenjak hari itu, sudah terhitung sepuluh pekan dari aksi protes pertama yang mengarah ke demokratisasi Hong Kong.
[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef) Next Article Anti Pemerintah, Ribuan Guru Hong Kong Masuk Barisan Demo
Most Popular