Ini yang Perlu Anda Tahu Soal Demo Hong Kong

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
13 August 2019 11:10
Demo besar yang kadang diselipi aksi anarkis melanda Hong Kong hingga Senin (13/8/19) waktu setempat
Foto: Demo Hong Kong (REUTERS/Tyrone Siu)
Jakarta, CNBC Indonesia - Demo besar yang kadang diselipi aksi anarkis melanda Hong Kong hingga Senin (13/8/19) waktu setempat. Demo yang selalu diadakan tiap akhir pekan oleh ribuan hingga ratusan ribu orang ini sudah berlangsung sejak 9 Juni 2019. 

Demo pertama kali dipicu oleh rencana Hong Kong memberlakukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi. Akibat serangkaian demo, RUU Ekstradisi telah ditangguhkan pada awal Juli lalu oleh Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam. Sayangnya, hal ini tidak membuat demo berhenti begitu saja.

Tuntutan para pendemo kian menyebar, bukan lagi hanya membatalkan penerapan RUU Ekstradisi, tapi juga menuntut pengunduran diri Lam dari jabatannya. Berikut berbagai hal penting yang perlu Anda ketahui terkait demo Hong Kong. 


Hong Kong adalah Milik China 

Sebelum memahami demo, ada baiknya memahami posisi Hong Kong dengan China terlebih dahulu. Menurut sejarah, China merupakan bekas jajahan atau koloni Inggris selama lebih dari 150 tahun. Setelah perang pada tahun 1842, China menyerahkan pulau Hong Kong ke Inggris. 

Kemudian, China juga menyewakan sisa wikayah Hong Kong ke Inggris selama 99 tahun, seperti dilaporkan BBC News. Di bawah Inggris, Hong Kong menjadi pelabuhan perdagangan yang sibuk, dan ekonominya melejit pada 1950-an karena wilayah itu menjadi pusat manufaktur.

Banyak warga China yang melarikan diri ke Hong Kong pada saat itu untuk mendapat kehidupan yang lebih baik. Kemudian, pada awal 1980-an, ketika tenggat waktu untuk sewa 99-tahun semakin dekat, Inggris dan China memulai pembicaraan tentang masa depan Hong Kong.


Kedua belah pihak mencapai kesepakatan pada tahun 1984, di mana Inggris setuju mengembalikan Hong Kong ke China pada tahun 1997, di bawah prinsip "satu negara, dua sistem". Ini berarti bahwa meski satu negara dengan China, Hong Kong akan menikmati "tingkat otonomi yang tinggi, kecuali dalam urusan luar negeri dan pertahanan" selama 50 tahun. 

Akibatnya, Hong Kong memiliki sistem dan batas hukumnya sendiri, dan berbagai hak termasuk kebebasan berkumpul dan kebebasan berbicara di negara itu dilindungi. 

RUU Ekstradisi 

Demo Hong Kong pertama kali dipicu oleh rencana Hong Kong memberlakukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi. RUU Ekstradisi ini akan memungkinkan para kriminal Hong Kong dikirim dan diadili ke China.

Namun banyak warga Hong Kong beranggapan langkah ini akan membuat para kriminal menerima perlakuan tidak manusiawi apabila diekstradisi ke China dan mengikuti hukum negara itu. Pada awal Juli lalu RUU Ekstradisi telah ditangguhkan oleh Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam.

Namun, para pendemo menuntut pemerintah Hong Kong untuk menghapuskan atau membatalkan RUU tersebut. Sebab jika menangguhkan, berarti RUU itu akan bisa dihidupkan kembali kapan saja. 

Tuntutan Pendemo Berkembang 

Mengutip CNN International, ada lima tuntuan utama pendemo Hong Kong saat ini. Pertama, diadakan investigasi pihak ketiga terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh polisi. 

Kedua, para demonstran meminta pemerintah menarik sepenuhnya RUU Ekstradisi, dan ketiga pendemo meminta pemerintah mencabut penggunaan kata "kerusuhan" dalam menggambarkan aksi demo.


Tuntutan keempat adalah para pendemo meminta pembebasan semua pengunjuk rasa yang ditangkap saat demo terjadi. Kelima, para pendemo meminta diberikan hak pilih universal, yang termasuk mengadakan pemilihan kembali Pemimpin Eksekutif Hong Kong. 

Oleh karenanya, para pendemo menuntut agar Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengundurkan diri dari jabatannya untuk diadakan pemilihan ulang. Para pengunjuk rasa percaya bahwa pemimpin mereka harus dipilih dengan cara yang lebih demokratis yang mencerminkan preferensi pemilih. 

Mengutip The Sun, Lam yang saat ini menjabat, dipilih oleh komite pemilihan beranggotakan 1.200 orang. Sebagian besar dari anggota itu merupakan badan pro-Beijing yang dipilih oleh hanya 6% pemilih yang memenuhi syarat. 

Dampak Demo 

Demo yang sudah memasuki minggu ke-11 telah membawa dampak buruk bagi Hong Kong. Demo ini telah membuat sejumlah negara mengeluarkan status "travel warning" atau peringatan perjalanan ke pusat bisnis tersebut.

Negara tersebut antara lain Amerika Serikat dan Australia. Selama beberapa pekan terakhir, sistem trasnportasi Hong Kong baik darat maupun udara juga lumpuh akibat demo. Senin kemarin, Bandara Internasional Hong Kong lumpuh total. Semua penerbangan dibatalkan karena bandara tersebut dipadati setidaknya 5.000 pendemo.   

[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef) Next Article Duh! Sudah 2020, Tapi Hong Kong Masih Demo

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular