
Greater Sunrise, Modal Timur Leste Bangkit dari Kemiskinan
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
31 July 2019 17:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Memisahkan diri dari Indonesia pada 20 Mei 2022, Timor Leste adalah negara termuda di Asia dan sekaligus masih masuk negara termiskin di dunia.
Memiliki sebanyak 1,3 juta penduduk dengan luas wilayah 15 ribu kilometer persegi, Timor Leste masih menggantungkan hidupnya dari bantuan asing. Mengutip BBC, pada 2018, nilai produk domestik bruto (PDB) negara ini adalah US$ 2.581 juta, dan PDB Timor-Leste ada di urutan 169 dari 196 negara yang disurvey Country Economy.
Berdasarkan laporan Asian Development Bank (ADB), angka PDB negara yang bergantung pada minyak ini pada tahun 2019 diperkirakan akan naik 4,8% dan mampu mencapai 5,4% di 2020. Sementara inflasi pada 2019 dan 2020 diperkirakan akan tetap di bawah 4%, yaitu masing-masing 3% dan 3,3%.
Ini membuat negara kecil ini mencapai pertumbuhan ekonomi terbesar kedua untuk negara-negara di wilayah Pasifik.
Lembaga keuangan dunia ini mengatakan telah mendukung Timor-Leste sejak 1999 dan telah menyalurkan pinjaman dan hibah senilai US$ 386,6 juta dan proyek-proyek bantuan teknis senilai US$ 45,2 juta.
Pendanaan itu ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan, sistem, inovasi, dan keahlian teknis untuk menyertai dukungan keuangan tradisional.
"Strategi kemitraan negara, 2016-2020 mendukung upaya pemerintah untuk mengembangkan ekonomi non-minyak yang berkelanjutan dengan meningkatkan pemberian layanan dan memperkuat lingkungan bisnis." Kata ADB di situs resminya pada Mei 2019.
Bertumpu pada Migas
Menurut laporan Heritage, Index of Economic Freedom 2019, minyak dan gas menyumbang lebih dari 95% pendapatan pemerintah, yang diserahkan ke Dana Perminyakan yang memiliki aset sebesar US$ 16,8 miliar pada akhir 2017.
Penghasilan pribadi tertinggi dan tarif pajak perusahaan adalah 10%. Sebagian besar pendapatan pemerintah berasal dari proyek minyak lepas pantai di Laut Timor.
Melihat tingginya ketergantungan negara ini pada pendapatan dari sektor minyak, tidak mengherankan jika wilayah blok gas raksasa Greater Sunrise menjadi hal penting untuk dipertaruhkan.
Diketahui Timor Leste telah berdebat selama bertahun-tahun dengan Australia untuk memperebutkan kepemilikan Greater Sunrise. Greater Sunrise terletak di sekitar 450 kilometer barat laut Darwin, Australia, dan 150 kilometer selatan Timor-Leste. Ladang gas ini ditemukan pada tahun 1974 dan diperkirakan memiliki sumber daya kontingensi kotor sebesar 5,13 Tcf gas kering dan 225,9 juta barel kondensat, dengan nilai mencapai US$ 50 miliar.
Pada Senin (29/7/19), Timor Leste dan Australia telah sepakat meratifikasi perjanjian batas laut mereka yang pada tahun lalu telah dibentuk. Ratifikasi ini berarti Australia memberikan Greater Sunrise kepada Timor Leste dengan syarat bagi hasil.
Timor Leste telah berjuang dalam sepuluh tahun terakhir ini untuk ratifikasi traktat perbatasan, mengingat lapangan Bayu Undan yang sudah mengering dan diperkirakan habis pada 2022 mendatang. Jika tak ada sumber pendapatan baru, maka ekonomi negara ini bisa berisiko.
Australia sendiri sempat dituding terlalu lama menikmati hasil migas dari Greater Sunrise, yang diklaim sebenarnya milik Timor Leste. Pemerintahan Timor-Leste mengatakan bahwa ladang minyak tersebut dapat menghasilkan sekitar US$ 60 juta dalam 12 bulan terakhir. Australia dilaporkan telah menambang tiga ladang minyak di Laut Timor sejak 1960-an, yaitu Buffalo, Laminaria, dan Corallina, hingga habis.
Dikutip dari ABC, Juru Bicara untuk Kampanye Keadilan di Laut Timor Tom Clarke mengatakan bahwa Australia melakukan segala cara untuk membuat molor ratifikasi. "Uang jutaan dolar ini semestinya masuk ke Timor Leste, setiap hari ratifikasi ditunda maka semakin banyak uang yang hilang untuk mereka," katanya.
(gus) Next Article Ini Greater Sunrise, Juru Damai dan Sumber Uang Timor Leste
Memiliki sebanyak 1,3 juta penduduk dengan luas wilayah 15 ribu kilometer persegi, Timor Leste masih menggantungkan hidupnya dari bantuan asing. Mengutip BBC, pada 2018, nilai produk domestik bruto (PDB) negara ini adalah US$ 2.581 juta, dan PDB Timor-Leste ada di urutan 169 dari 196 negara yang disurvey Country Economy.
Berdasarkan laporan Asian Development Bank (ADB), angka PDB negara yang bergantung pada minyak ini pada tahun 2019 diperkirakan akan naik 4,8% dan mampu mencapai 5,4% di 2020. Sementara inflasi pada 2019 dan 2020 diperkirakan akan tetap di bawah 4%, yaitu masing-masing 3% dan 3,3%.
Ini membuat negara kecil ini mencapai pertumbuhan ekonomi terbesar kedua untuk negara-negara di wilayah Pasifik.
Lembaga keuangan dunia ini mengatakan telah mendukung Timor-Leste sejak 1999 dan telah menyalurkan pinjaman dan hibah senilai US$ 386,6 juta dan proyek-proyek bantuan teknis senilai US$ 45,2 juta.
Pendanaan itu ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan, sistem, inovasi, dan keahlian teknis untuk menyertai dukungan keuangan tradisional.
"Strategi kemitraan negara, 2016-2020 mendukung upaya pemerintah untuk mengembangkan ekonomi non-minyak yang berkelanjutan dengan meningkatkan pemberian layanan dan memperkuat lingkungan bisnis." Kata ADB di situs resminya pada Mei 2019.
Menurut laporan Heritage, Index of Economic Freedom 2019, minyak dan gas menyumbang lebih dari 95% pendapatan pemerintah, yang diserahkan ke Dana Perminyakan yang memiliki aset sebesar US$ 16,8 miliar pada akhir 2017.
Penghasilan pribadi tertinggi dan tarif pajak perusahaan adalah 10%. Sebagian besar pendapatan pemerintah berasal dari proyek minyak lepas pantai di Laut Timor.
Melihat tingginya ketergantungan negara ini pada pendapatan dari sektor minyak, tidak mengherankan jika wilayah blok gas raksasa Greater Sunrise menjadi hal penting untuk dipertaruhkan.
Diketahui Timor Leste telah berdebat selama bertahun-tahun dengan Australia untuk memperebutkan kepemilikan Greater Sunrise. Greater Sunrise terletak di sekitar 450 kilometer barat laut Darwin, Australia, dan 150 kilometer selatan Timor-Leste. Ladang gas ini ditemukan pada tahun 1974 dan diperkirakan memiliki sumber daya kontingensi kotor sebesar 5,13 Tcf gas kering dan 225,9 juta barel kondensat, dengan nilai mencapai US$ 50 miliar.
Pada Senin (29/7/19), Timor Leste dan Australia telah sepakat meratifikasi perjanjian batas laut mereka yang pada tahun lalu telah dibentuk. Ratifikasi ini berarti Australia memberikan Greater Sunrise kepada Timor Leste dengan syarat bagi hasil.
Timor Leste telah berjuang dalam sepuluh tahun terakhir ini untuk ratifikasi traktat perbatasan, mengingat lapangan Bayu Undan yang sudah mengering dan diperkirakan habis pada 2022 mendatang. Jika tak ada sumber pendapatan baru, maka ekonomi negara ini bisa berisiko.
Australia sendiri sempat dituding terlalu lama menikmati hasil migas dari Greater Sunrise, yang diklaim sebenarnya milik Timor Leste. Pemerintahan Timor-Leste mengatakan bahwa ladang minyak tersebut dapat menghasilkan sekitar US$ 60 juta dalam 12 bulan terakhir. Australia dilaporkan telah menambang tiga ladang minyak di Laut Timor sejak 1960-an, yaitu Buffalo, Laminaria, dan Corallina, hingga habis.
Dikutip dari ABC, Juru Bicara untuk Kampanye Keadilan di Laut Timor Tom Clarke mengatakan bahwa Australia melakukan segala cara untuk membuat molor ratifikasi. "Uang jutaan dolar ini semestinya masuk ke Timor Leste, setiap hari ratifikasi ditunda maka semakin banyak uang yang hilang untuk mereka," katanya.
(gus) Next Article Ini Greater Sunrise, Juru Damai dan Sumber Uang Timor Leste
Most Popular