
Pak Jokowi, Masih Percaya Investasi Mulai Bangkit?
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
03 August 2019 07:34

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bank Dunia (World Bank/WB) kepada 754 perusahaan internasional, faktor kestabilan politik dan keamanan merupakan kunci utama dalam keputusan investasi. Sementara kepastian hukum menjadi faktor kedua yang hampir sama pentingnya.
Hal ini dapat dimengerti karena ketidakpastian merupakan musuh utama investasi.
Sayangnya, sejauh ini ada banyak kebijakan maju-mundur yang diperlihatkan oleh pemerintahan Jokowi.
Salah satu contohnya adalah wacana penambahan objek pajak baru yang sempat mencuat pada 2018.
Mungkin kita semua masih ingat pada Juli 2018, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sempat melempar wacana akan mengenakan pajak atas laba ditahan (retained earnings).
Saat itu Direktur Jenderal Pajak, Robert Pakpahan, mengaku pengenaan pajak atas laba ditahan sedang dibahas dalam perumusan revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Bahkan sudah ada proses sosialisasi terhadap pihak-pihak yang terkait.
Namun beberapa waktu berselang, setelah dikonfirmasi oleh CNBC Indonesia, ternyata pembahasan atas pengenaan pajak atas laba ditahan sudah tidak dilanjutkan.
"Pajak atas laba ditahan memang pernah menjadi bahan diskusi tentang kebijakan perpajakan setahun yang lalu, tapi tidak pernah dibahas lebih lanjut di level pimpinan Kementerian Keuangan [...] Jadi, kita bisa lupakan hal tersebut saat ini," ujar Direktur Hubungan Masyarakat DJP, Hestu Yoga kepada CNBC Indonesia melalui pesan singkat, Minggu (21/7/2019).
Sebenarnya kabar tersebut membuat pelaku usaha lega. Wajar, karena laba ditahan milik mereka tidak jadi dikenakan pajak.
Namun untuk investor yang akan menanamkan modal, ketidakpastian arah kebijakan (apalagi perpajakan) bisa menjadi penghalang investasi.
Urus Izin Lambat
Selain itu, untuk mengurus perizinan di BKPM dalam beberapa waktu ke belakang juga masih sangat lambat. Jangan sampai masalah klasik ini makin parah tanpa pengawasan.
Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia pada hari Jumat (19/7/2019), pelaku usaha yang ingin mengurus izin ke BKPM harus datang setidaknya pukul 05:00 WIB hanya untuk mengantre demi mendapatkan nomor antrean. Belum lagi hanya ada kuota 200 nomor untuk mengurus perizinan.
"Kalau mau memang harus datang pagi Mas, biasanya pada datang sekitar jam 05.00 pagi untuk isi absen. Nanti jam 07.30 pagi baru ambil nomor antrean. Jam 08.00 baru mulai pelayanan," kata petugas help desk di BKPM.
Barulah mulai Senin pekan lalu (22/7/2019), BKPM memberlakukan pengambilan nomor antrean layanan Online Single Submission (OSS) yang dapat dilakukan melalui situs resmi BKPM satu hari sebelumnya.
Itu artinya, sebelum ada sistem baru tersebut, pengurusan izin yang dilakukan oleh calon investor sangat lambat. Tak heran apabila realisasi kian terhambat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa)
Hal ini dapat dimengerti karena ketidakpastian merupakan musuh utama investasi.
![]() |
Sayangnya, sejauh ini ada banyak kebijakan maju-mundur yang diperlihatkan oleh pemerintahan Jokowi.
Mungkin kita semua masih ingat pada Juli 2018, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sempat melempar wacana akan mengenakan pajak atas laba ditahan (retained earnings).
Saat itu Direktur Jenderal Pajak, Robert Pakpahan, mengaku pengenaan pajak atas laba ditahan sedang dibahas dalam perumusan revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Bahkan sudah ada proses sosialisasi terhadap pihak-pihak yang terkait.
Namun beberapa waktu berselang, setelah dikonfirmasi oleh CNBC Indonesia, ternyata pembahasan atas pengenaan pajak atas laba ditahan sudah tidak dilanjutkan.
"Pajak atas laba ditahan memang pernah menjadi bahan diskusi tentang kebijakan perpajakan setahun yang lalu, tapi tidak pernah dibahas lebih lanjut di level pimpinan Kementerian Keuangan [...] Jadi, kita bisa lupakan hal tersebut saat ini," ujar Direktur Hubungan Masyarakat DJP, Hestu Yoga kepada CNBC Indonesia melalui pesan singkat, Minggu (21/7/2019).
Sebenarnya kabar tersebut membuat pelaku usaha lega. Wajar, karena laba ditahan milik mereka tidak jadi dikenakan pajak.
Namun untuk investor yang akan menanamkan modal, ketidakpastian arah kebijakan (apalagi perpajakan) bisa menjadi penghalang investasi.
Urus Izin Lambat
Selain itu, untuk mengurus perizinan di BKPM dalam beberapa waktu ke belakang juga masih sangat lambat. Jangan sampai masalah klasik ini makin parah tanpa pengawasan.
Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia pada hari Jumat (19/7/2019), pelaku usaha yang ingin mengurus izin ke BKPM harus datang setidaknya pukul 05:00 WIB hanya untuk mengantre demi mendapatkan nomor antrean. Belum lagi hanya ada kuota 200 nomor untuk mengurus perizinan.
"Kalau mau memang harus datang pagi Mas, biasanya pada datang sekitar jam 05.00 pagi untuk isi absen. Nanti jam 07.30 pagi baru ambil nomor antrean. Jam 08.00 baru mulai pelayanan," kata petugas help desk di BKPM.
Barulah mulai Senin pekan lalu (22/7/2019), BKPM memberlakukan pengambilan nomor antrean layanan Online Single Submission (OSS) yang dapat dilakukan melalui situs resmi BKPM satu hari sebelumnya.
Itu artinya, sebelum ada sistem baru tersebut, pengurusan izin yang dilakukan oleh calon investor sangat lambat. Tak heran apabila realisasi kian terhambat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa)
Pages
Most Popular