Tegang! Orang Korea Tak Mau Pakai Uniqlo, Kenapa?

CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
27 July 2019 06:51
Masa Lalu atau Pembatasan Pulomida?
Foto: Kampanye spanduk untuk memboikot produk Jepang terlihat di sebuah pasar di Seoul, Korea Selatan, (20/7/2019). (REUTERS/Heo Ran)
Ketegangan antar dua negara kembali mengemuka setelah, 1 Juli 2019 Jepang mengumumkan akan membatasi ekspor tiga bahan kimia ke Korea Selatan, yakni, fluorinated polyimide, resist dan hydrogen fluoride. Ketiganya merupakan bahan baku utama untuk membuat semikonduktor dan display layar.

Langkah ini mengancam akan mengacaukan rantai pasokan semikonduktor bagi perusahaan-perusahaan Korea Selatan dan global.
Hal ini terjadi karena Jepang memproduksi sekitar 90% pasokan global polimida berfluorin dan resist, dan sekitar 70% untuk hidrogen fluorida. Dominasi global Jepang atas bahan-bahan kimia itu akan menyulitkan perusahaan Korea Selatan untuk mencari alternatif ketika pasokan mereka terganggu.

Mengutip berbagai sumber, pembatasan ekspor yang dilakukan Jepang karena alasan keamanan nasional. Jepang menuduh Korea Selatan memberi akses ke Korea Utara untuk mendapat beberapa bahan tersebut.

Hal ini membahayakan karena ketiga bahan itu juga bisa digunakan untuk merakit perangkat militer, sementara Korea Utara saat ini sedang berada di bawah sanksi dan dilarang mengembangkan program senjata nuklir. Korea Selatan menentang tuduhan itu.

Para ahli juga mengatakan itu bukanlah alasan sebenarnya dari pembatasan. Mereka mengatakan bahwa pokok dari permasalahan ini adalah kasus pengadilan Korea Selatan akhir tahun lalu, yang memutuskan bahwa perusahaan pembuat baja terbesar Jepang, Nippon Steel, telah menjalankan kerja paksa terhadap warga Korea Selatan selama Perang Dunia II.

Pengadilan memutuskan bahwa Nippon Steel harus membayar kompensasi kepada beberapa warga Korea Selatan yang menjadi korban, yaitu sebesar sekitar US$ 89 ribu atau setara Rp 1,2 miliar (estimasi kurs Rp 14 ribu per dolar) per orang.

Pengadilan juga menyita saham yang dimiliki Nippon Steel di sebuah perusahaan Korea Selatan tetapi belum menjualnya. Kasus serupa juga menimpa perusahaan Jepang lainnya, termasuk Mitsubishi Heavy Industries.

Namun, Jepang berpendapat bahwa pihaknya telah menebus kesalahan itu dengan penyelesaian moneter yang tertera dalam perjanjian 1965, sebuah perjanjian yang membangun kembali hubungan diplomatik antara kedua negara. Tetapi, pengadilan Korea Selatan tidak sependapat dengan Jepang.

Selain dikhawatirkan mengancam rantai pasokan, dampak dari pembatasan ini juga telah membuat marah warga Korea Selatan.

Situasi tersebut direspons oleh warga Korea Selatan dengan menyerukan ajakan untuk tidak menggunakan produk Jepang ataupun pergi ke Negeri Sakura. Beberapa toko dan swalayan di Korea Selatan bahkan dipasangi poster yang menyerukan ajakan tersebut.

Selain itu, ribuan warga Korea Selatan juga telah menandatangani petisi yang diposting oleh warga di situs web kantor kepresidenan.

"Kami akan terus memboikot konsumsi dan distribusi produk-produk Jepang sampai pemerintah Jepang dan pemerintahan (Perdana Menteri Shinzo) Abe meminta maaf dan menarik pembalasan ekonominya," kata Kim Sung-min, presiden Asosiasi Mart Korea, mengutip Japan Today, Senin (15/7/2019). (hps/hps)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular