Pak Jokowi! Bangun Infrastruktur Saja Belum Cukup Lho...

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 July 2019 07:54
Tak Mampu Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi
Foto: Jalan Lingkar Utara Flores dari Labuan Bajo-Kedindi (Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR)
Namun sebelum kembali menggeber pembangunan infrastruktur, ada baiknya Jokowi berkaca dulu ke belakang. Sepanjang periode pertama pemerintahannya, dampak pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi terbilang minim. Ini artinya, dampak pembangunan infrasturktur terhadap kantong masyarakat Indonesia juga minim.

Semenjak mengambil takhta kepemimpinan dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2014 silam, Jokowi memang terbilang getol menggenjot pembangunan infrastruktur. Hal ini terlihat dari alokasi dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk bidang infrastruktur yang terus menggelembung di era kepemimpinannya.

Pada tahun 2014, pemerintah mengalokasikan anggaran senilai Rp 154,7 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Ingat, anggaran untuk tahun 2014 masih disusun oleh SBY dan bukan Jokowi lantaran Jokowi baru menjabat pada bulan Oktober atau hanya beberapa bulan sebelum tutup tahun.

Pada tahun 2015 kala anggaran sudah disusun oleh Jokowi, alokasi dana untuk pembangunan infrastruktur melejit hingga 65,5% menjadi Rp 256,1 triliun. Pada tahun-tahun berikutnya, anggaran pembangunan infrastruktur terus meningkat.

 
Tapi, kalau disandingkan dengan pertumbuhan ekonomi, terlihat jelas bahwa tambahan dana ratusan triliun yang dialokasikan Jokowi untuk pembangunan infrastruktur tak mampu mengerek laju pertumbuhan ekonomi.

Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru anjlok ke bawah 5%. Pada tahun-tahun berikutnya, pertumbuhan ekonomi tercatat anteng di batas bawah 5%. Padahal kalau diingat-ingat, Jokowi sempat menjanjikan pertumbuhan ekonomi di level 7% dalam kampanye untuk Pilpres 2014.

 
Sejatinya, pembangunan infrastruktur di era Jokowi sudah tepat, tak lagi Jawa-sentris.

Terhitung selama SBY menjabat sebagai presiden selama 10 tahun (2005-2014), total infrastruktur yang dibangun menggunakan dana pemerintah pusat adalah senilai Rp 343,7 triliun. Sementara itu, dalam tiga tahun pertama kepemimpinan Jokowi (2015-2017), dana yang dikeluarkan sudah mencapai Rp 235,5 triliun atau setara dengan 69% dari yang dicatatkan SBY selama 10 tahun.

Sebagai catatan, tahun 2004 tak dihitung masuk periode SBY karena dirinya baru menjabat presiden pada bulan Oktober atau kurang dari tiga bulan sebelum tutup tahun. Hal yang sama juga berlaku untuk Jokowi, tahun 2014 tak dimasukkan.

Dari total infrastruktur yang dibangun dengan dana pemerintah pusat di zaman SBY senilai Rp 343,7 triliun, sebanyak Rp 169,2 triliun atau setara dengan 49,2% dialokasikan untuk Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Tak ayal jika pembangunan zaman SBY sering disebut sebagai Jawa-sentris.

Alokasi dana ke provinsi DKI Jakarta merupakan yang paling besar di zaman SBY, yakni senilai Rp 85,2 triliun atau setara dengan 24,8%.

Beralih ke zaman Jokowi, terlihat pemerintah sudah tak lagi Jawa-sentris. Sepanjang 2015-2017, pemerintah pusat hanya mengalokasikan 33,8% anggaran untuk membangun infrastruktur di DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Sementara sisanya (Rp 156 triliun atau 66,2%), dialokasikan ke provinsi-provinsi lain di Indonesia.

Dalam 3 tahun, anggaran pemerintah pusat untuk membangun infrastruktur di provinsi DKI Jakarta adalah Rp 38,4 triliun atau setara dengan 16,3% saja, jauh lebih rendah dibandingkan SBY yang mengalokasikan dana sebesar nyaris 25% untuk ‘memanjakan’ ibu kota.

 
Tapi ya itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia anteng-anteng saja di batas bawah 5%. Tak usahlah menyebut level 7% seperti yang ditargetkan Jokowi kalau keluar dari batas bawah 5% saja tak bisa.

Gencarnya pembangunan infrasturktur dari Sabang hingga Merauke terbukti sulit untuk mendongkrak realisasi foreign direct investment (FDI) atau penanaman modal asing (PMA) yang sangat vital untuk menstimulasi perekonomian tanah air.

Pada tahun 2018, FDI ambruk hingga 8,8%, dari yang sebelumnya melejit nyaris 10% pada tahun 2017. Pada kuartal I-2019, FDI kembali jatuh sebesar 0,92% secara tahunan, jauh memburuk dibandingkan capaian periode kuartal I-2018 yakni pertumbuhan sebesar 12,27%. (ank/ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular