
Pak Jokowi, Sebelum Bangun Jembatan Babin, Ceklah Suramadu!
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
11 July 2019 19:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebentar lagi, rekor jembatan terpanjang di Indonesia akan kembali dipecahkan. Rekor ini bisa terealisasi bila proyek pembangunan Jembatan Batam-Bintan (Babin) bisa dibangun 2020 nanti dan tuntas. Saat ini, studi kelayakan (feasibility study/FS) proyek jembatan sepanjang 7 Km tersebut tengah dilakukan dan Presiden Jokowi sudah merestui proyek ini.
Jembatan Babin akan menjadi jembatan terpanjang di Indonesia, mengalahkan Suramadu yang hanya 5,5 km. Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, keberadaan Jembatan Babin akan meningkatkan konektivitas dan mendukung perekonomian. Selain itu beberapa kawasan industri serta pariwisata seperti Pulau Galang dan Bintan yang berdekatan dengan Singapura juga mendapat keuntungan ekonomi.
Memang, salah satu hal penting dalam perekonomian adalah konektivitas. Dengan jalur transportasi yang mumpuni, biaya logistik dapat lebih efisien, sehingga menjadi stimulus untuk mengembangkan usaha di sana.
Dampaknya, pertukaran nilai tambah antara daerah-daerah yang berkaitan dapat berjalan dengan lebih lancar. Percepatan pertumbuhan ekonomi pun menjadi hal yang tak lagi mustahil. Setidaknya itulah yang telah dibuktikan oleh Jembatan Suramadu yang menghubungkan Kota Surabaya dan Pulau Madura.
Kilas Balik Jembatan Suramadu
Mengawali proses pembangunan pada 2003, Jembatan Suramadu resmi beroperasi pada 10 Juni 2009 atau 10 tahun lalu. Pada awalnya, Suramadu dapat dilewati kendaraan roda atau lebih dengan membayar sejumlah uang karena statusnya yang pada saat itu adalah jalan tol.
Untuk sepeda motor, sekali melintas dulu dihargai Rp 3.000. Sementara mobil golongan I Rp 30.000. Ada pula kendaraan golongan II, III, ,IV, dan V yang masing-masing harus membayar Rp 45.000, Rp 60.000, Rp 75.000, dan Rp 90.000.
Namun, mulai tahun 2018, pemerintah atas perintah Presiden Jokowi secara resmi menghapus tarif Jembatan Suramadu dan mengubah statusnya menjadi jalan non tol. Hingga saat ini masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, bisa hilir mudik Surabaya-Madura melalui jembatan dengan gratis.
Dampak Ekonomi
Jembatan Suramadu juga terbukti punya dampak terhadap perekonomian. Setidaknya untuk kabupaten-kabupaten yang ada di Pulau Madura. Ada empat kabupaten yang ada di Madura, yaitu Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep.
Sebelum adanya Jembatan Suramadu, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Madura sepanjang 2006-2009 hanya sebesar 4,7%, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Namun pasca 2009, atau setelah Surabaya-Madura tersambung jembatan, pertumbuhan pertumbuhan ekonomi di Madura rata-rata periode 2010-2013 bisa terdongkrak level 6,03%.
Artinya harus diakui bahwa Jembatan Suramadu punya dampak positif terhadap perekonomian Madura khususnya.
Perlu dicatat bahwa pertumbuhan ekonomi yang dijadikan tinjauan mengeluarkan komponen migas, baik industri maupun pertambangan. Hal itu dilakukan karena sektor migas banyak dipengaruhi oleh produksi sumur yang seringkali berfluktuasi, setidaknya di Madura.
Meski memang, daya angkat jembatan untuk pertumbuhan ekonomi di Madura agaknya kurang nendang, terlihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi yang hanya sekitar 1%-an. Bahkan pasca 2014, pertumbuhan ekonomi Madura balik melandai.
Tetap Ada Ganjalan
Tampaknya bukan hanya infrastruktur saja yang harus dibangun untuk memaksimalkan percepatan pertumbuhan ekonomi di Madura. Hal penting yang tidak boleh dilupakan adalah peran pemerintah selaku regulator dunia usaha dan investasi.
Awalnya, pemerintah membentuk Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura (BPWS) melalui Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengembangkan dan mengelola kawasan Suramadu.
Namun, BPWS dinilai gagal total karena dianggap tidak bekerja. Beberapa proyek yang telah dicanangkan oleh BPWS tercatat gagal terealisasi. Contohnya pembangunan Jalan Pendekat Overpass II yang tak kunjung terealisasi.
Bahkan, salah satu tugas BPWS adalah mengembangkan 600 hektar wilayah di Madura dan 600 hektar di Surabaya. Namun hingga kini, pembangunan di kawasan tersebut terbilang minim.
Hal itu berarti ada indikasi bahwa investor masih belum menilai Madura sebagai wilayah investasi yang menguntungkan, meskipun sudah ada jembatan atau infrastruktur besar.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bank Dunia, faktor yang paling mempengaruhi keputusan investor adalah stabilitas politik dan keamanan. Sementara faktor kedua terbesar adalah kepastian hukum dan perundangan. Di Madura sendiri pernah ada kasus kepala daerah yang tertangkap tangan kasus suap yang ditangani langsung KPK. Sementara ketersediaan infrastruktur yang memadai hanya berada di urutan keenam.
Kembali ke Jembatan Babin, bila nanti jembatan ini benar terealisasi, pemerintah perlu mengambil langkah yang dapat mempermudah investasi. Bila tidak, target percepatan pertumbuhan ekonomi di Bangka-Bintan tak optimal.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Covid di Bangkalan Melonjak, Jembatan Suramadu Dijaga Ketat
Jembatan Babin akan menjadi jembatan terpanjang di Indonesia, mengalahkan Suramadu yang hanya 5,5 km. Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, keberadaan Jembatan Babin akan meningkatkan konektivitas dan mendukung perekonomian. Selain itu beberapa kawasan industri serta pariwisata seperti Pulau Galang dan Bintan yang berdekatan dengan Singapura juga mendapat keuntungan ekonomi.
Memang, salah satu hal penting dalam perekonomian adalah konektivitas. Dengan jalur transportasi yang mumpuni, biaya logistik dapat lebih efisien, sehingga menjadi stimulus untuk mengembangkan usaha di sana.
Dampaknya, pertukaran nilai tambah antara daerah-daerah yang berkaitan dapat berjalan dengan lebih lancar. Percepatan pertumbuhan ekonomi pun menjadi hal yang tak lagi mustahil. Setidaknya itulah yang telah dibuktikan oleh Jembatan Suramadu yang menghubungkan Kota Surabaya dan Pulau Madura.
Kilas Balik Jembatan Suramadu
Mengawali proses pembangunan pada 2003, Jembatan Suramadu resmi beroperasi pada 10 Juni 2009 atau 10 tahun lalu. Pada awalnya, Suramadu dapat dilewati kendaraan roda atau lebih dengan membayar sejumlah uang karena statusnya yang pada saat itu adalah jalan tol.
Untuk sepeda motor, sekali melintas dulu dihargai Rp 3.000. Sementara mobil golongan I Rp 30.000. Ada pula kendaraan golongan II, III, ,IV, dan V yang masing-masing harus membayar Rp 45.000, Rp 60.000, Rp 75.000, dan Rp 90.000.
Namun, mulai tahun 2018, pemerintah atas perintah Presiden Jokowi secara resmi menghapus tarif Jembatan Suramadu dan mengubah statusnya menjadi jalan non tol. Hingga saat ini masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, bisa hilir mudik Surabaya-Madura melalui jembatan dengan gratis.
Dampak Ekonomi
Jembatan Suramadu juga terbukti punya dampak terhadap perekonomian. Setidaknya untuk kabupaten-kabupaten yang ada di Pulau Madura. Ada empat kabupaten yang ada di Madura, yaitu Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep.
Sebelum adanya Jembatan Suramadu, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Madura sepanjang 2006-2009 hanya sebesar 4,7%, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Namun pasca 2009, atau setelah Surabaya-Madura tersambung jembatan, pertumbuhan pertumbuhan ekonomi di Madura rata-rata periode 2010-2013 bisa terdongkrak level 6,03%.
Artinya harus diakui bahwa Jembatan Suramadu punya dampak positif terhadap perekonomian Madura khususnya.
Perlu dicatat bahwa pertumbuhan ekonomi yang dijadikan tinjauan mengeluarkan komponen migas, baik industri maupun pertambangan. Hal itu dilakukan karena sektor migas banyak dipengaruhi oleh produksi sumur yang seringkali berfluktuasi, setidaknya di Madura.
Meski memang, daya angkat jembatan untuk pertumbuhan ekonomi di Madura agaknya kurang nendang, terlihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi yang hanya sekitar 1%-an. Bahkan pasca 2014, pertumbuhan ekonomi Madura balik melandai.
Tetap Ada Ganjalan
Tampaknya bukan hanya infrastruktur saja yang harus dibangun untuk memaksimalkan percepatan pertumbuhan ekonomi di Madura. Hal penting yang tidak boleh dilupakan adalah peran pemerintah selaku regulator dunia usaha dan investasi.
Awalnya, pemerintah membentuk Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura (BPWS) melalui Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengembangkan dan mengelola kawasan Suramadu.
Namun, BPWS dinilai gagal total karena dianggap tidak bekerja. Beberapa proyek yang telah dicanangkan oleh BPWS tercatat gagal terealisasi. Contohnya pembangunan Jalan Pendekat Overpass II yang tak kunjung terealisasi.
Bahkan, salah satu tugas BPWS adalah mengembangkan 600 hektar wilayah di Madura dan 600 hektar di Surabaya. Namun hingga kini, pembangunan di kawasan tersebut terbilang minim.
Hal itu berarti ada indikasi bahwa investor masih belum menilai Madura sebagai wilayah investasi yang menguntungkan, meskipun sudah ada jembatan atau infrastruktur besar.
![]() |
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bank Dunia, faktor yang paling mempengaruhi keputusan investor adalah stabilitas politik dan keamanan. Sementara faktor kedua terbesar adalah kepastian hukum dan perundangan. Di Madura sendiri pernah ada kasus kepala daerah yang tertangkap tangan kasus suap yang ditangani langsung KPK. Sementara ketersediaan infrastruktur yang memadai hanya berada di urutan keenam.
Kembali ke Jembatan Babin, bila nanti jembatan ini benar terealisasi, pemerintah perlu mengambil langkah yang dapat mempermudah investasi. Bila tidak, target percepatan pertumbuhan ekonomi di Bangka-Bintan tak optimal.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Covid di Bangkalan Melonjak, Jembatan Suramadu Dijaga Ketat
Most Popular