
Tanito Harum PHK 300 Karyawan, APBI: Belum Dapat Laporan
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
11 July 2019 15:45

Jakarta, CNBC Indonesia- PT Tanito Harum disebut telah melakukan PHK 300 pegawainya, karena perpanjangan izin operasional perusahaan tambang tersebut dibatalkan pemerintah, dan kini lahan bekas tambangnya kembali ke negara.
Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandi Arif menuturkan ketidakpastian nasib Tanito Harum telah memberikan beberapa dampak. Sejumlah stok batu bara milik Tanito Harum sudah mulai terbakar, dan penghentian operasi Tanito telah menyebabkan terjadinya PHK bagi 300 pegawai Tanito.
"Tambang batubara Tanito mulai tergenang air," sebut Irwandi dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Namun, ketika dikonfirmasi kepada Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengaku belum mengetahui perihal PHK tersebut.
"Kami dari APBI belum mendengar kabar itu, karena memang kami sulit sekali menghubungi pihak Tanito, ya mungkin kebijakan internal seperti itu, kami juga menghormati. Tapi secara logika, kalau tambangnya berhenti ya memang mau tidak mau ada terjadi dampak-dampak seperti itu," ujar Hendra saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (11/7/2019).
Dari segi produksi, memang saat ini produksi Tanito Harum tidak banyak, tetapi persoalan PP 23/2010 ini bukan hanya menyangkut Tanito Harum saja, melainkan seluruh PKP2B generasi 1 lain yang akan habis kontraknya.
"PKP2B lain itu menyumbang hampir separuh produksi nasional, jadi kalau tidak ada kejelaskan, dampaknya cukup besar," pungkas Hendra.
Di sisi lain, menurut Irwandi, hal ini tidak bisa dibiarkan. Sebab, hal serupa juga bisa dialami PKP2B lain, kekhawatiran bisa timbul jika PKP2B lain mengalami nasib serupa.
Ia mencontohkan, apabila PT Arutmin Indonesia yang habis masa kontrak pada 2020 dan PT Kaltim Prima Coal pada 2021 juga terkatung-katung nasibnya maka akan memberikan dampak pada industri batu bara, karena total produksi keduanya mencapai 100 juta ton.
"Saat ini sedang terjadi kekosongan hukum dan tidak bisa diatasi dengan cara UU seperti saat ini. Semua ini jalan keluarnya lewat diskresi Presiden," ujar Irwandi.
"Menurut saya tidak cukup hanya dengan UU Minerba 4/2009 tapi harus dilihat dari turunannya. Jika berlanjut dengan ketentuan luas lahan maka ada kemungkinan penurunan produksi atau sudah tidak bisa berprdouksi melihat jumlah kebutuhan lahan produksi dan lahan penunjang," pungkasnya.
Adapun, ketika CNBC Indonesia menyambangi kantor Tanito Harum dan meminta kesempatan untuk bertemu dengan pihak perusahaan yang berwenang untuk memberikan keterangan, Mona mengatakan, tidak bisa dan tidak menerima permintaan konfirmasi.
"Di sini ga terima yang semacam itu. Wawancara atau konfirmasi, tidak terima," ujar Mona, Kamis (11/7/2019).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono memastikan, kejadian yang dialami Tanito Harum tersebut tidak mengganggu iklim investasi di sektor minerba.
"Tidak (ganggu investasi), mudah-mudahan tetap sejuk," ujar Bambang saat dijumpai di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Lebih lanjut, ia pun meyakinkan, hal tersebut juga tidak akan mengganggu produksi batu bara nasional, karena masih banyak IUP yang berproduksi.
"Penerimaan negara juga tidak terganggu," tegasnya.
Sebagai informasi, Tanito Harum adalah 1 dari 7 tambang batu bara raksasa yang gelisah dengan revisi PP Nomor 23 Tahun 2010, terutama yang terkait perpanjangan operasi tambang batu bara.
Tambang yang masih terafiliasi dengan PT Harum Energy Tbk ini (HRUM) ini kontraknya berakhir pada Januari 2019 lalu, namun revisi yang belum kelar mengakibatkan nasib tambang serba tak pasti.
(dob/dob) Next Article KPK Endus Pelanggaran di Perpanjangan Kontrak Tanito Harum?
Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandi Arif menuturkan ketidakpastian nasib Tanito Harum telah memberikan beberapa dampak. Sejumlah stok batu bara milik Tanito Harum sudah mulai terbakar, dan penghentian operasi Tanito telah menyebabkan terjadinya PHK bagi 300 pegawai Tanito.
"Tambang batubara Tanito mulai tergenang air," sebut Irwandi dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Namun, ketika dikonfirmasi kepada Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengaku belum mengetahui perihal PHK tersebut.
"Kami dari APBI belum mendengar kabar itu, karena memang kami sulit sekali menghubungi pihak Tanito, ya mungkin kebijakan internal seperti itu, kami juga menghormati. Tapi secara logika, kalau tambangnya berhenti ya memang mau tidak mau ada terjadi dampak-dampak seperti itu," ujar Hendra saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (11/7/2019).
Dari segi produksi, memang saat ini produksi Tanito Harum tidak banyak, tetapi persoalan PP 23/2010 ini bukan hanya menyangkut Tanito Harum saja, melainkan seluruh PKP2B generasi 1 lain yang akan habis kontraknya.
"PKP2B lain itu menyumbang hampir separuh produksi nasional, jadi kalau tidak ada kejelaskan, dampaknya cukup besar," pungkas Hendra.
Di sisi lain, menurut Irwandi, hal ini tidak bisa dibiarkan. Sebab, hal serupa juga bisa dialami PKP2B lain, kekhawatiran bisa timbul jika PKP2B lain mengalami nasib serupa.
Ia mencontohkan, apabila PT Arutmin Indonesia yang habis masa kontrak pada 2020 dan PT Kaltim Prima Coal pada 2021 juga terkatung-katung nasibnya maka akan memberikan dampak pada industri batu bara, karena total produksi keduanya mencapai 100 juta ton.
"Saat ini sedang terjadi kekosongan hukum dan tidak bisa diatasi dengan cara UU seperti saat ini. Semua ini jalan keluarnya lewat diskresi Presiden," ujar Irwandi.
"Menurut saya tidak cukup hanya dengan UU Minerba 4/2009 tapi harus dilihat dari turunannya. Jika berlanjut dengan ketentuan luas lahan maka ada kemungkinan penurunan produksi atau sudah tidak bisa berprdouksi melihat jumlah kebutuhan lahan produksi dan lahan penunjang," pungkasnya.
Adapun, ketika CNBC Indonesia menyambangi kantor Tanito Harum dan meminta kesempatan untuk bertemu dengan pihak perusahaan yang berwenang untuk memberikan keterangan, Mona mengatakan, tidak bisa dan tidak menerima permintaan konfirmasi.
"Di sini ga terima yang semacam itu. Wawancara atau konfirmasi, tidak terima," ujar Mona, Kamis (11/7/2019).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono memastikan, kejadian yang dialami Tanito Harum tersebut tidak mengganggu iklim investasi di sektor minerba.
"Tidak (ganggu investasi), mudah-mudahan tetap sejuk," ujar Bambang saat dijumpai di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Lebih lanjut, ia pun meyakinkan, hal tersebut juga tidak akan mengganggu produksi batu bara nasional, karena masih banyak IUP yang berproduksi.
"Penerimaan negara juga tidak terganggu," tegasnya.
Sebagai informasi, Tanito Harum adalah 1 dari 7 tambang batu bara raksasa yang gelisah dengan revisi PP Nomor 23 Tahun 2010, terutama yang terkait perpanjangan operasi tambang batu bara.
Tambang yang masih terafiliasi dengan PT Harum Energy Tbk ini (HRUM) ini kontraknya berakhir pada Januari 2019 lalu, namun revisi yang belum kelar mengakibatkan nasib tambang serba tak pasti.
(dob/dob) Next Article KPK Endus Pelanggaran di Perpanjangan Kontrak Tanito Harum?
Most Popular