
Di Balik 1 Menit Jokowi-Abe: Patah Hati Gegara Masela di KPK
Gustidha Budiartie & Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
10 July 2019 17:06

Jakarta, CNBC Indonesia- Ramai dibincangkan oleh warga net awal Juli kemarin soal pertemuan Presiden Joko Widodo dan PM Jepang Shinzo Abe yang berlangsung hanya satu menit. Usut punya usut, pertemuan ini berlangsung singkat karena PM Abe kadung kecewa dengan gagalnya seremoni penandatanganan proyek blok Masela.
Cerita bermula dari 16 Juni 2019, saat Head of Agreements (HoA) rencana pengembangan (Plan of Development) blok dengan investasi senilai US$ 20 miliar atau Rp 288 triliun ini disepakati oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) dan Inpex, selaku pengelola.
Suksesnya penandatanganan HoA ini adalah titik terang dari perjalanan blok dengan cadangan gas raksasa, setelah tarik ulur sampai 21 tahun lamanya. "Agendanya sudah jelas dan pasti, HoA sudah diteken toh apalagi halangannya. Semuanya diatur agar di G20 bisa disaksikan langsung kedua pimpinan negara," ungkap salah seorang pejabat di sektor migas yang terlibat intens dalam proyek ini kepada CNBC Indonesia, Selasa kemarin.
Tanggal 17 Juni, media statement pun dirilis oleh masing-masing pihak. Kabar gembira datang dari Jepang dengan penandatanganan HoA blok Masela. Sampai sini, kedua negara masih girang bukan main.
SKK Migas lalu meminta Inpex, selaku kontraktor, untuk segera memasukkan revisi PoD Masela. Tujuannya agar pada tanggal 27 Juni semuanya selesai dan bisa disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan PM Abe di gelaran G20.
Tanggal 20 Juni, revisi PoD dari Inpex sudah diserahkan ke SKK Migas. Bahkan sampai tanggal 21 Juni dan 22 Juni semua pihak masih diminta menyiapkan momen akbar ini di Jepang. "Masih ada beberapa permintaan dari pejabat tinggi di ESDM, tapi sampai saat itu instruksi Menteri Jonan tegas ikuti HoA dan tidak ada halangan sama sekali."
Sampai akhirnya pada 24 Juni, telepon dari Kepala SKK Migas membuat semua pihak yang sedang repot siapkan acara di Jepang kaget bukan main. "Ini sedang direview dulu oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujar si pejabat meniru ucapan Kepala SKK Migas Dwi Sutjipto saat itu.
Semua langsung lemas mendengar kabar tersebut, mustahil review dari KPK bisa kelar dalam hitungan hari.
Agenda 27 Juni yang akan disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan PM Abe pun dibatalkan, sang perdana menteri kecewa bukan main karena proyek bernilai ratusan triliun yang sudah diteken HoA-nya tiba-tiba urung diteken untuk segera dimulai.
"Beliau sudah menanti momen ini sebenarnya, apalagi ini investasi Jepang dengan nilai raksasa di Indonesia, jadi tidak main-main," kata si sumber.
Agenda penandatanganan blok Masela ini memang jadinya disimpan baik-baik, hanya diumumkan oleh SKK Migas batal diteken di G20 yang berlangsung di Osaka- Jepang.
"Belum (ditandatangani)," ujar Dwi kepada CNBC Indonesia, saat dihubungi Selasa (2/7/2019). Hal serupa juga disampaikan oleh Specialist Media Relation Inpex Corporation Moch N Kurniawan. "Belum jadi disetujui, revisi POD-nya," kata dia, saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (1/7/2019).
Tak lama, beredar video bahwa percakapan PM Abe dan Jokowi hanya berlangsung selama satu menit.
Mengutip Detik, Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Febrian Ruddyard, mengatakan bahwa durasi pertemuan bilateral Jokowi-Abe tidak lama karena Jokowi tak bisa datang ke agenda yang dijadwalkan akibat menunggu hasil keputusan sidang sengketa pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi.
Febrian memang tidak mengungkap secara utuh soal agenda bilateral yang dimaksud, namun dipastikan agenda itu berlangsung pada 27 Juni, bertepatan dengan rencana penandatanganan Blok Masela yang tiba-tiba batal.
"Betul hanya sebentar, tapi ada sebabnya yaitu sebagai berikut: Sebenarnya PM Abe dan Presiden Jokowi sepakat untuk melakukan pembicaraan bilateral pada tanggal 27 Juni 2109 sore hari. Namun mengingat ada kegiatan yang terkait dengan MK, Bapak Presiden Jokowi baru bisa berangkat ke Osaka tanggal 27 Juni malam dan tiba tanggal 28 Juni pagi dan langsung menuju acara G20," kata Febrian, dikutip dari Detik, Selasa (2/7/2019).
Masih Tersangkut di KPK
Kabar soal masuknya Blok Masela di KPK sempat simpang siur, ada yang bilang SKK Migas yang minta review namun ada juga kabar soal KPK-lah yang berinisiatif.
Namun seorang pejabat di SKK Migas mengungkap bahwa pihak-nya lah yang dipanggil oleh KPK. "Setelah HoA kan penyerahan PoD. Sudah masuk ke SKK, lalu SKK rekomendasikan ke Menteri berdasar HoA itu. Harusnya tahapnya setelah itu Menteri menyetujui terus berikan lagi ke SKK Migas, dan balik lagi ke Inpex untuk kemudian proyek dikerjakan. Jadi tahapnya yang sudah itu revisi sudah disampaikan, SKK sudah rekomendasikan ke ESDM. Nah baru sampai sini, lalu ada KPK," ujarnya, Kamis pekan lalu.
Informasi yang diterima CNBC Indonesia, usai penandatanganan HoA tiba-tiba ada surat dari KPK ke SKK Migas yang meminta penjelasan soal mega proyek blok gas di timur Indonesia ini. Para pejabat SKK diminta datang ke KPK, mulai dari Kepala SKK, deputi, dan pejabat lain yang mengurusi.
Pemeriksaan ini cukup intens, SKK ditanya mulai dari skema, penggantian pembiayaan, dan dampaknya terhadap negara. "Urusan skema yang dari laut pindah ke darat kan sebenarnya sudah selesai, karena diputuskan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 2016. Soal lainnya juga tidak ada masalah, karena ini proyek penting untuk gas negara. Seharusnya sih tidak ada masalah, lagi pula apa yang mau dipermasalahkan?"
Terakhir, KPK masih bertanya kepada SKK soal skema pengembangan blok Masela yang memilih hulu dan tidak memilih skema hilir seperti proyek Donggi Senoro.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan pemeriksaan ini bentuk pengawasan, dan merupakan ajakan SKK Migas.
"SKK Migas maunya KPK juga ikut mendampingi untuk implementasi pengembangannya, untuk memastikan tidak ada hal-hal yang mengganggu dari sisi pencegahan korupsi. Mereka sudah paparan awal, dan akan paparan lagi ke pimpinan (KPK)," ujar Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, kepada CNBC Indonesia, Rabu (26/6/2019).
Lebih lanjut ia mengatakan, pengawasan yang diberikan utamanya dalam hal biaya pengembangan. Sebab, imbuh Pahala, karena proyek tersebut menggunakan skema cost recovery, jadi ada pembelian barang dan jasa.
"Kalau biaya pengembangannya irit atau hemat, kan ujungnya bagian pemerintah jadi lebih banyak," tutur Pahala.
(gus/gus) Next Article Ssst... Ada KPK di Proyek Blok Masela Senilai Rp 288 T
Cerita bermula dari 16 Juni 2019, saat Head of Agreements (HoA) rencana pengembangan (Plan of Development) blok dengan investasi senilai US$ 20 miliar atau Rp 288 triliun ini disepakati oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) dan Inpex, selaku pengelola.
Suksesnya penandatanganan HoA ini adalah titik terang dari perjalanan blok dengan cadangan gas raksasa, setelah tarik ulur sampai 21 tahun lamanya. "Agendanya sudah jelas dan pasti, HoA sudah diteken toh apalagi halangannya. Semuanya diatur agar di G20 bisa disaksikan langsung kedua pimpinan negara," ungkap salah seorang pejabat di sektor migas yang terlibat intens dalam proyek ini kepada CNBC Indonesia, Selasa kemarin.
SKK Migas lalu meminta Inpex, selaku kontraktor, untuk segera memasukkan revisi PoD Masela. Tujuannya agar pada tanggal 27 Juni semuanya selesai dan bisa disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan PM Abe di gelaran G20.
Tanggal 20 Juni, revisi PoD dari Inpex sudah diserahkan ke SKK Migas. Bahkan sampai tanggal 21 Juni dan 22 Juni semua pihak masih diminta menyiapkan momen akbar ini di Jepang. "Masih ada beberapa permintaan dari pejabat tinggi di ESDM, tapi sampai saat itu instruksi Menteri Jonan tegas ikuti HoA dan tidak ada halangan sama sekali."
Sampai akhirnya pada 24 Juni, telepon dari Kepala SKK Migas membuat semua pihak yang sedang repot siapkan acara di Jepang kaget bukan main. "Ini sedang direview dulu oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujar si pejabat meniru ucapan Kepala SKK Migas Dwi Sutjipto saat itu.
Semua langsung lemas mendengar kabar tersebut, mustahil review dari KPK bisa kelar dalam hitungan hari.
Agenda 27 Juni yang akan disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan PM Abe pun dibatalkan, sang perdana menteri kecewa bukan main karena proyek bernilai ratusan triliun yang sudah diteken HoA-nya tiba-tiba urung diteken untuk segera dimulai.
"Beliau sudah menanti momen ini sebenarnya, apalagi ini investasi Jepang dengan nilai raksasa di Indonesia, jadi tidak main-main," kata si sumber.
Agenda penandatanganan blok Masela ini memang jadinya disimpan baik-baik, hanya diumumkan oleh SKK Migas batal diteken di G20 yang berlangsung di Osaka- Jepang.
"Belum (ditandatangani)," ujar Dwi kepada CNBC Indonesia, saat dihubungi Selasa (2/7/2019). Hal serupa juga disampaikan oleh Specialist Media Relation Inpex Corporation Moch N Kurniawan. "Belum jadi disetujui, revisi POD-nya," kata dia, saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (1/7/2019).
Tak lama, beredar video bahwa percakapan PM Abe dan Jokowi hanya berlangsung selama satu menit.
Mengutip Detik, Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Febrian Ruddyard, mengatakan bahwa durasi pertemuan bilateral Jokowi-Abe tidak lama karena Jokowi tak bisa datang ke agenda yang dijadwalkan akibat menunggu hasil keputusan sidang sengketa pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi.
Febrian memang tidak mengungkap secara utuh soal agenda bilateral yang dimaksud, namun dipastikan agenda itu berlangsung pada 27 Juni, bertepatan dengan rencana penandatanganan Blok Masela yang tiba-tiba batal.
"Betul hanya sebentar, tapi ada sebabnya yaitu sebagai berikut: Sebenarnya PM Abe dan Presiden Jokowi sepakat untuk melakukan pembicaraan bilateral pada tanggal 27 Juni 2109 sore hari. Namun mengingat ada kegiatan yang terkait dengan MK, Bapak Presiden Jokowi baru bisa berangkat ke Osaka tanggal 27 Juni malam dan tiba tanggal 28 Juni pagi dan langsung menuju acara G20," kata Febrian, dikutip dari Detik, Selasa (2/7/2019).
![]() |
Masih Tersangkut di KPK
Kabar soal masuknya Blok Masela di KPK sempat simpang siur, ada yang bilang SKK Migas yang minta review namun ada juga kabar soal KPK-lah yang berinisiatif.
Namun seorang pejabat di SKK Migas mengungkap bahwa pihak-nya lah yang dipanggil oleh KPK. "Setelah HoA kan penyerahan PoD. Sudah masuk ke SKK, lalu SKK rekomendasikan ke Menteri berdasar HoA itu. Harusnya tahapnya setelah itu Menteri menyetujui terus berikan lagi ke SKK Migas, dan balik lagi ke Inpex untuk kemudian proyek dikerjakan. Jadi tahapnya yang sudah itu revisi sudah disampaikan, SKK sudah rekomendasikan ke ESDM. Nah baru sampai sini, lalu ada KPK," ujarnya, Kamis pekan lalu.
Informasi yang diterima CNBC Indonesia, usai penandatanganan HoA tiba-tiba ada surat dari KPK ke SKK Migas yang meminta penjelasan soal mega proyek blok gas di timur Indonesia ini. Para pejabat SKK diminta datang ke KPK, mulai dari Kepala SKK, deputi, dan pejabat lain yang mengurusi.
Pemeriksaan ini cukup intens, SKK ditanya mulai dari skema, penggantian pembiayaan, dan dampaknya terhadap negara. "Urusan skema yang dari laut pindah ke darat kan sebenarnya sudah selesai, karena diputuskan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 2016. Soal lainnya juga tidak ada masalah, karena ini proyek penting untuk gas negara. Seharusnya sih tidak ada masalah, lagi pula apa yang mau dipermasalahkan?"
Terakhir, KPK masih bertanya kepada SKK soal skema pengembangan blok Masela yang memilih hulu dan tidak memilih skema hilir seperti proyek Donggi Senoro.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan pemeriksaan ini bentuk pengawasan, dan merupakan ajakan SKK Migas.
"SKK Migas maunya KPK juga ikut mendampingi untuk implementasi pengembangannya, untuk memastikan tidak ada hal-hal yang mengganggu dari sisi pencegahan korupsi. Mereka sudah paparan awal, dan akan paparan lagi ke pimpinan (KPK)," ujar Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, kepada CNBC Indonesia, Rabu (26/6/2019).
Lebih lanjut ia mengatakan, pengawasan yang diberikan utamanya dalam hal biaya pengembangan. Sebab, imbuh Pahala, karena proyek tersebut menggunakan skema cost recovery, jadi ada pembelian barang dan jasa.
"Kalau biaya pengembangannya irit atau hemat, kan ujungnya bagian pemerintah jadi lebih banyak," tutur Pahala.
(gus/gus) Next Article Ssst... Ada KPK di Proyek Blok Masela Senilai Rp 288 T
Most Popular