
Ini Daftar Calon Pembeli Potensial Gas Masela

Jakarta, CNBC Indonesia - Rendahnya harga minyak mentah dunia saat ini tak menyurutkan Inpex Masela Ltd selaku operator Blok Masela, di Maluku untuk mencari pembeli gas. Bahkan, perusahaan segera membahas Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/ MoU) dengan sejumlah pembeli gas di luar negeri.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan Inpex akan membahas MoU dengan sejumlah pembeli potensial dari luar negeri khususnya Asia Timur seperti China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), CPC Corporation asal Taiwan, Sinopec, dan Kyushu Electric Power, perusahaan listrik di Jepang.
Tak hanya dengan pembeli potensial dari luar negeri, Inpex juga akan melakukan penjajakan lebih lanjut dengan pembeli potensial dari dalam negeri seperti PT Pupuk Indonesia dan PT PLN (Persero).
"Diharapkan dengan MoU ini nantinya bisa di atas 60% (dari kapasitas produksi gas sudah ada pembelinya). Targetnya adalah minimum 80% (dari total kapasitas produksi gas) sudah ada pembelinya untuk bisa go to Final Investment Decision (FID)," tutur Dwi saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (24/08/2020).
Seperti diketahui, proyek senilai US$ 19,8 miliar ini ditargetkan memproduksi 1.600 juta kaki kubik per hari (mmscfd) gas atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa) dan gas pipa 150 mmscfd serta 35.000 barel minyak per hari. Proyek ini diharapkan bisa beroperasi pada kuartal kedua 2027.
Dwi mengakui rendahnya harga minyak mentah dunia serta menurunnya permintaan gas global berimbas pada penurunan harga gas alam cair (LNG) di pasar internasional. Hal ini juga menjadi tantangan utama dalam kelanjutan proyek gas Masela ini. Pasalnya, dalam Revisi Rencana Pengembangan I (Plan of Development/ POD), asumsi harga minyak yang digunakan yaitu US$ 65 per barel, harga LNG US$ 7,47 per mmbtu, dan gas pipa sebesar US$ 6 per mmbtu.
Sedangkan saat ini harga minyak mentah dunia sekitar US$ 40-an per barel, bahkan pada April lalu harga Brent sempat menyentuh US$ 19 per barel.
"Mestinya angka-angka ini memang ada perubahan, tetapi tidak terlalu jauh. Mudah-mudahan itu semua bisa di sepakati kedua belah pihak," tuturnya.
Sedangkan untuk peningkatan sumber daya manusia dan kapabilitas nasional, menurutnya saat ini sedang dilakukan pembahasan persiapan tenaga kerja lokal dengan Pemerintah Provinsi Maluku. Menurutnya, Pemda kini juga sedang menyiapkan sejumlah pusat pelatihan dengan bekerjasama dengan berbagai pihak, termasuk Universitas Pattimura.
"Pembinaan kapasitas nasional dalam forum internasional dan lokal juga sudah dilaksanakan di beberapa tempat khususnya di Maluku," ucapnya.
Sebelumnya, Dwi mengatakan hingga Juli 2020, kemajuan proyek ini baru mencapai 2,2%, melenceng jauh dari rencana awal yang seharusnya mencapai 10,5%. Selain karena pandemi Covid-19, menurut Dwi, rendahnya harga minyak mentah dunia selama beberapa bulan belakangan ini juga menjadi salah satu penyebab lambannya pengembangan proyek ini.
(wia/wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terganjal Covid-19, Proyek Masela Macet di 2,2%