
Jokowi Rilis Aturan Insentif 'Super', Pengusaha Semringah
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
09 July 2019 17:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019. Beleid itu merupakan aturan 'Super Deductible Tax' atau pengurangan pajak di atas 100%.
Dikonfirmasi CNBC Indonesia, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta Kamdani merespons positif terbitnya PP Nomor 45 Tahun 2019. Demikian disampaikan Shinta pada Selasa (9/7/2019).
"Kami menyambut baik akhirnya kebijakan ini bisa disahkan dan menunggu PMK (peraturan menteri keuangan) untuk punya dasar aturan pelaksanaannya," ujar bos Sintesa Group tersebut.
Shinta menjelaskan, arah 'Super Deductible Tax' ini adalah untuk pengembangan industri manufaktur bernilai tambah tinggi sehingga membutuhkan tenaga kerja yang ahli dan penelitian yang intense dan costly.
Oleh karena itu, lanjut Shinta, kebijakan ini akan mendorong investor-investor teknologi untuk masuk ke Indonesia, apalagi untuk industri electronic vehicle (EV), perangkat cerdas dan otomotif yang bisa memiliki prospek baik ke depan dalam membantu meningkatkan ekspor dan meninggalkan ketergantungan terhadap komoditas.
Shinta menilai, langkah berikut yang perlu dilakukan pemerintah adalah membangun industri pendukung. Untuk mobil listrik, Indonesia sudah mulai membangun pabrik lithium di Morowali hingga perakitan smartphone di Batam.
"Lainnya yang juga perlu dibangun adalah komponen-komponen perakitan seperti tanah jarang (rare earth), semikonduktor atau logam yang sudah ditingkatkan kualitasnya," kata Shinta.
"Pelaku usaha sendiri sebenarnya memiliki banyak kebutuhan tenaga kerja ahli/terampil yang seharusnya bisa diserap melalui pendidikan vokasi. Namun karena biayanya mahal dan ada missing link karena apa yang diajarkan dan kebutuhan industri tidak sesuai akhirnya para lulusan vokasi ini tidak terserap," lanjutnya.
Oleh karena itu, Shinta berharap keberadaan aturan 'Super Deductible Tax' ini akan membuat banyak perusahaan akan langsung melakukan investasi kepada sarana pendidikan vokasi agar sesuai dengan kebutuhan mereka.
"Litbang pun sama karena biaya litbang itu sangat besar bisa sampai 10-30 persen anggaran perusahaan, sedangkan supplier kita sebenarnya sudah kompetitif. Dengan melakukan litbang di sini mereka bisa langsung menyesuaikannya dengan kondisi pasar, lingkungan, suplai bahan baku, dan lain-lain," ujar Shinta.
"Apalagi bila target perusahaan tersebut ASEAN, tentu Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Oleh karena itu saya yakin dengan ditandatanganinya kebijakan ini bisa membantu kita tidak hanya dari sisi ekspor, tetapi juga dari sisi SDM dan kemampuan penelitian," lanjutnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/hoi) Next Article Pengusaha Kritik Aturan Konyol Pemerintah, SVLK Hingga OSS
Dikonfirmasi CNBC Indonesia, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta Kamdani merespons positif terbitnya PP Nomor 45 Tahun 2019. Demikian disampaikan Shinta pada Selasa (9/7/2019).
"Kami menyambut baik akhirnya kebijakan ini bisa disahkan dan menunggu PMK (peraturan menteri keuangan) untuk punya dasar aturan pelaksanaannya," ujar bos Sintesa Group tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Shinta, kebijakan ini akan mendorong investor-investor teknologi untuk masuk ke Indonesia, apalagi untuk industri electronic vehicle (EV), perangkat cerdas dan otomotif yang bisa memiliki prospek baik ke depan dalam membantu meningkatkan ekspor dan meninggalkan ketergantungan terhadap komoditas.
![]() |
Shinta menilai, langkah berikut yang perlu dilakukan pemerintah adalah membangun industri pendukung. Untuk mobil listrik, Indonesia sudah mulai membangun pabrik lithium di Morowali hingga perakitan smartphone di Batam.
"Lainnya yang juga perlu dibangun adalah komponen-komponen perakitan seperti tanah jarang (rare earth), semikonduktor atau logam yang sudah ditingkatkan kualitasnya," kata Shinta.
"Pelaku usaha sendiri sebenarnya memiliki banyak kebutuhan tenaga kerja ahli/terampil yang seharusnya bisa diserap melalui pendidikan vokasi. Namun karena biayanya mahal dan ada missing link karena apa yang diajarkan dan kebutuhan industri tidak sesuai akhirnya para lulusan vokasi ini tidak terserap," lanjutnya.
Oleh karena itu, Shinta berharap keberadaan aturan 'Super Deductible Tax' ini akan membuat banyak perusahaan akan langsung melakukan investasi kepada sarana pendidikan vokasi agar sesuai dengan kebutuhan mereka.
"Litbang pun sama karena biaya litbang itu sangat besar bisa sampai 10-30 persen anggaran perusahaan, sedangkan supplier kita sebenarnya sudah kompetitif. Dengan melakukan litbang di sini mereka bisa langsung menyesuaikannya dengan kondisi pasar, lingkungan, suplai bahan baku, dan lain-lain," ujar Shinta.
"Apalagi bila target perusahaan tersebut ASEAN, tentu Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Oleh karena itu saya yakin dengan ditandatanganinya kebijakan ini bisa membantu kita tidak hanya dari sisi ekspor, tetapi juga dari sisi SDM dan kemampuan penelitian," lanjutnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/hoi) Next Article Pengusaha Kritik Aturan Konyol Pemerintah, SVLK Hingga OSS
Most Popular