Rapor 5 Tahun Kabinet Jokowi

Investasi Anjlok, Apakah Salah BKPM?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 July 2019 12:51
Investasi Anjlok, Apakah Salah BKPM?
Kepala BKPM Thomas Lembong (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan investasi adalah salah satu ambisi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Awalnya ambisi ini berjalan mulus, tetapi kemudian menemui hambatan yang signifikan. 

Tugas mendatangkan investasi ada di pundak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pada pemerintahan Jokowi 2014-2019, lembaga ini dipimpin oleh Franky Sibarani (2014-2016) yang kemudian digantikan oleh eks menteri perdagangan, Thomas Trikasih Lembong. 

Jokowi begitu bernafsu membuat Indonesia ramah investasi. Terbukti pada awal-awal pemerintahan berjalan, Jokowi langsung melakukan gebrakan terkait investasi. 

Perizinan investasi yang rumit dan berlapis-lapis dipangkas. Pada 2015, 8+1 produk perizinan diselesaikan dalam waktu tiga jam yaitu Izin Investasi, Akta Perusahaan dan Pengesahan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), Nomor Induk Kepabeanan (NIK), serta Surat Keterangan Peta Informasi Ketersediaan Lahan. 

Hasilnya memuaskan. Investor (termasuk asing) berbondong-bondong masuk ke Indonesia. Puncaknya adalah pada kuartal IV-2015, di mana pertumbuhan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) mencapai 26% year-on-year (YoY), tertinggi sejak awal 2013. 

 

Selepas 2015, FDI masih terus tumbuh walau lajunya melambat. Hingga kemudian mimpi buruk itu datang pada pertengahan 2018. 

Pada kuartal II-2018, FDI mulai terkontraksi alias negatif alias minus alias tekor. Tidak tumbuh, malah turun. Puncaknya (atau dasar jurangnya?) terjadi pada kuartal III-2018, yang kontraksinya mencapai 20,2% YoY. 

Hingga kuartal I-2019, penyakit kontraksi di FDI belum sembuh. Namun memang kontraksinya perlahan membaik. 


Pada 2014, rangking Indonesia dalam laporan World Competitiveness Index keluaran World Economic Forum adalah 34. Namun dalam  edisi terbaru 2018, peringkat Indonesia melorot ke nomor 45. 

Apa yang terjadi? Mengapa Indonesia yang awalnya primadona menjadi dijauhi oleh investor? Apakah itu salah BKPM? 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Mengutip laporan United Nations Conference on Trade and Development, penyebab penurunan FDI yang berorientasi pasar domestik adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi memang menunjukkan tren peningkatan meski masih ngendon di kisaran 5%. 

Pada kuartal I-2014, ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% YoY. Selepas itu ekonomi naik-turun dan pada kuartal I-2019 mencatatkan pertumbuhan 5,07% YoY. Kalau ditarik garis tren, ada kecenderungan naik. 

Investasi Asing Anjlok, Apakah Salah BKPM?Refinitiv
 
Akan tetapi, konsumsi rumah tangga (yang menjadi komponen terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto) malah melambat. Pada 2014, pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih dekat dengan 6%. Namun semakin ke sini, mencapai pertumbuhan 5% saja ngos-ngosan

Investasi Asing Anjlok, Apakah Salah BKPM?Foto: BPS

Apa yang membuat konsumsi rumah tangga melambat? Salah satunya adalah harga komoditas. Harus diakui, suka tidak suka struktur ekonomi Indonesia belum membaik. Ketergantungan terhadap komoditas begitu tinggi. Kala harga komoditas turun, konsumsi rumah tangga turun dan menyebabkan investor enggan menanamkan modalnya. 


Ambil contoh baru bara, komoditas andalan ekspor Indonesia. Mulai pertengahan 2016, harga fosil kayu purba ini naik gila-gilaan. Namun pada penghujung 2018, harganya anjlok hingga sekarang. Sejak awal tahun ini, harga batu bara amblas 27,76%. 

 

Penurunan konsumsi akibat anjloknya harga komoditas juga terlihat dari penjualan mobil. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) melaporkan penjualan mobil pada Mei anjlok 16,3% YoY.  


Belum lagi kalau kita bicara sikap investor yang wait and see karena momentum Pemilu 2019. Sebelum Pemilu, sebelum ada kepastian siapa yang akan memimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan, investor memang cenderung menahan diri.  

Sebab bagi investor yang namanya kepastian politik adalah hal pertama dan paling utama. Ini tergambar dalam survei Bank Dunia yang dituangkan dalam laporan berjudul Foreign Investor Perspectives and Policy Implications 2017/2018. Survei tersebut melibatkan 754 perusahaan internasional.

Faktor yang paling menjadi perhatian investor adalah stabilitas politik dan keamanan, dengan 50% responden menganggapnya sangat penting dan 37% menilai penting. Faktor kedua adalah kepastian hukum dan perundangan, di mana 40% responden menyatakan sangat penting dan 46% menyebut penting. 

Investasi Asing Anjlok, Apakah Salah BKPM?Bank Dunia
 
Dua faktor ini sangat ditentukan oleh hasil Pemilu. Jika presiden petahana (incumbent) terpilih kembali maka mungkin investor lebih tenang karena situasi politik akan lebih stabil dan tidak ada perubahan arah kebijakan yang signifikan. Namun tentu lain ceritanya kalau pertahana terpental. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Apakah faktor-faktor yang membuat FDI melambat itu salah BKPM? Well, sepertinya tidak juga. Sebab BKPM ibarat salesman, memasarkan dan menjamin konsumen puas terhadap barang yang dibelinya. 

Apa yang bisa dilakukan BKPM adalah memastikan proses perizinan investasi cepat, tepat, terukur, mudah, dan yang enak-enak lainnya. Ini pun harus berkoordinasi dengan berbagai kementerian/lembaga dan daerah. BKPM harus menjadi 'mandor' yang tegas, jangan sampai kementerian/lembaga atau daerah justru menghambat masuknya investasi. 

Selain itu, BKPM juga harus lebih giat 'memasarkan' Indonesia ke pasar dunia. Promosi investasi ini bisa memanfaatkan bantuan para duta besar Indonesia di seluruh negara. 

Kalau dua hal ini sudah dilakukan, tinggal berdoa situasi makroekonomi, stabilitas keamanan, dan kepastian hukum terjamin. Sebab walau BKPM sudah kerja keras menjaga minat investor dan 'memasarkan' Indonesia, kalau kondisi makroekonomi tidak kondusif ya sama saja bohong...


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular