Rapor 5 Tahun Kabinet Jokowi
Investasi Anjlok, Apakah Salah BKPM?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 July 2019 12:51

Mengutip laporan United Nations Conference on Trade and Development, penyebab penurunan FDI yang berorientasi pasar domestik adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi memang menunjukkan tren peningkatan meski masih ngendon di kisaran 5%.
Pada kuartal I-2014, ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% YoY. Selepas itu ekonomi naik-turun dan pada kuartal I-2019 mencatatkan pertumbuhan 5,07% YoY. Kalau ditarik garis tren, ada kecenderungan naik.
Akan tetapi, konsumsi rumah tangga (yang menjadi komponen terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto) malah melambat. Pada 2014, pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih dekat dengan 6%. Namun semakin ke sini, mencapai pertumbuhan 5% saja ngos-ngosan.
Apa yang membuat konsumsi rumah tangga melambat? Salah satunya adalah harga komoditas. Harus diakui, suka tidak suka struktur ekonomi Indonesia belum membaik. Ketergantungan terhadap komoditas begitu tinggi. Kala harga komoditas turun, konsumsi rumah tangga turun dan menyebabkan investor enggan menanamkan modalnya.
Ambil contoh baru bara, komoditas andalan ekspor Indonesia. Mulai pertengahan 2016, harga fosil kayu purba ini naik gila-gilaan. Namun pada penghujung 2018, harganya anjlok hingga sekarang. Sejak awal tahun ini, harga batu bara amblas 27,76%.
Penurunan konsumsi akibat anjloknya harga komoditas juga terlihat dari penjualan mobil. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) melaporkan penjualan mobil pada Mei anjlok 16,3% YoY.
Belum lagi kalau kita bicara sikap investor yang wait and see karena momentum Pemilu 2019. Sebelum Pemilu, sebelum ada kepastian siapa yang akan memimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan, investor memang cenderung menahan diri.
Sebab bagi investor yang namanya kepastian politik adalah hal pertama dan paling utama. Ini tergambar dalam survei Bank Dunia yang dituangkan dalam laporan berjudul Foreign Investor Perspectives and Policy Implications 2017/2018. Survei tersebut melibatkan 754 perusahaan internasional.
Faktor yang paling menjadi perhatian investor adalah stabilitas politik dan keamanan, dengan 50% responden menganggapnya sangat penting dan 37% menilai penting. Faktor kedua adalah kepastian hukum dan perundangan, di mana 40% responden menyatakan sangat penting dan 46% menyebut penting.
Dua faktor ini sangat ditentukan oleh hasil Pemilu. Jika presiden petahana (incumbent) terpilih kembali maka mungkin investor lebih tenang karena situasi politik akan lebih stabil dan tidak ada perubahan arah kebijakan yang signifikan. Namun tentu lain ceritanya kalau pertahana terpental.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pada kuartal I-2014, ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% YoY. Selepas itu ekonomi naik-turun dan pada kuartal I-2019 mencatatkan pertumbuhan 5,07% YoY. Kalau ditarik garis tren, ada kecenderungan naik.
![]() |
Akan tetapi, konsumsi rumah tangga (yang menjadi komponen terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto) malah melambat. Pada 2014, pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih dekat dengan 6%. Namun semakin ke sini, mencapai pertumbuhan 5% saja ngos-ngosan.
![]() |
Apa yang membuat konsumsi rumah tangga melambat? Salah satunya adalah harga komoditas. Harus diakui, suka tidak suka struktur ekonomi Indonesia belum membaik. Ketergantungan terhadap komoditas begitu tinggi. Kala harga komoditas turun, konsumsi rumah tangga turun dan menyebabkan investor enggan menanamkan modalnya.
Ambil contoh baru bara, komoditas andalan ekspor Indonesia. Mulai pertengahan 2016, harga fosil kayu purba ini naik gila-gilaan. Namun pada penghujung 2018, harganya anjlok hingga sekarang. Sejak awal tahun ini, harga batu bara amblas 27,76%.
Penurunan konsumsi akibat anjloknya harga komoditas juga terlihat dari penjualan mobil. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) melaporkan penjualan mobil pada Mei anjlok 16,3% YoY.
Belum lagi kalau kita bicara sikap investor yang wait and see karena momentum Pemilu 2019. Sebelum Pemilu, sebelum ada kepastian siapa yang akan memimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan, investor memang cenderung menahan diri.
Sebab bagi investor yang namanya kepastian politik adalah hal pertama dan paling utama. Ini tergambar dalam survei Bank Dunia yang dituangkan dalam laporan berjudul Foreign Investor Perspectives and Policy Implications 2017/2018. Survei tersebut melibatkan 754 perusahaan internasional.
Faktor yang paling menjadi perhatian investor adalah stabilitas politik dan keamanan, dengan 50% responden menganggapnya sangat penting dan 37% menilai penting. Faktor kedua adalah kepastian hukum dan perundangan, di mana 40% responden menyatakan sangat penting dan 46% menyebut penting.
![]() |
Dua faktor ini sangat ditentukan oleh hasil Pemilu. Jika presiden petahana (incumbent) terpilih kembali maka mungkin investor lebih tenang karena situasi politik akan lebih stabil dan tidak ada perubahan arah kebijakan yang signifikan. Namun tentu lain ceritanya kalau pertahana terpental.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Next Page
BKPM Cuma <i>Salesman</i>
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular