Mau Turunkan PPh Badan, Pemerintah Sudah Siap Diet Ketat?
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
03 July 2019 16:25

Beauty is pain.
Kiasan yang sering menjadi motivasi seorang supermodel tersebut tampaknya juga bisa menggambarkan dilema penurunan PPh Badan. Jika supermodel butuh diet ketat agar tetap langsing, pemerintah pun demikian. Kala PPh Badan diturunkan, maka potensi pendapatan pemerintah juga bisa turun banyak.
Sebagaimana yang diketahui, hingga saat ini keberjalanan pemerintahan Indonesia masih bergantung pada pajak.
Faktanya, 68% dari total pendapatan negara tahun 2018 berasal dari penerimaan perpajakan. Artinya tanpa penghasilan pajak yang memadai, aktivitas pemerintahan kemungkinan akan lumpuh.
Ditilik lebih lanjut, porsi PPh Badan dalam struktur penerimaan perpajakan Indonesia ternyata sangat besar.
Di tahun 2018, total PPh Badan yang diterima pemerintah mencapai Rp 252,13 triliun atau 16,65% dari total penerimaan perpajakan. Jumlah yang cukup signifikan untuk mempengaruhi penerimaan perpajakan.
Katakan benar PPh Badan turun menjadi 20%. Dengan begitu, jumlah penerimaan PPh Badan yang semula Rp 252,13 triliun (tahun acuan 2018) bisa turun menjadi Rp 201,7 triliun. Berkurang hingga Rp 50,43 triliun.
Sejatinya bukan hanya itu saja, karena ada potensi pertumbuhan penerimaan PPh Badan yang juga bisa turun turun.
Berkaca pada tahun 2010, dimana kala itu tarif PPh Badan turun dari 28% menjadi 25%, pertumbuhan penerimaan pajak korporasi hanya 9,2%. Agaknya amat jauh dibanding pertumbuhan penerimaan PPh Badan tahun 2018 (dimana besaran tarif tetap 25%) yang mencapai 22%.
Melihat data-data tersebut, pemerintah akan dihadapi pada risiko pembengkakan defisit anggaran jika skenario penurunan PPh Badan benar dilakukan.
Kecuali mulai saat ini Jokowi dan jajarannya sudah mulai memutar otak untuk bisa mewujudkan rencana tersebut dengan lancar.
Siapa Jadi Tumbal?
Yah, ada satu pilihan dimana pemerintah bisa mengambil utang lebih banyak demi menutup defisit anggaran. Toh, Sri Mulyani sudah sering mengatakan bahwa rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih aman. Masih di kisaran 30%, yang mana jauh dari batas 60% seperti yang ditetapkan Undang-Undang (UU).
Pun ada pilihan lain, yaitu memangkas anggaran subsidi. Gelagat pemangkasan subsidi juga sudah mulai diperlihatkan pemerintah.
Salah satunya subsidi listrik.
Pada hari Selasa (25/6/2019), Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa pihaknya berencana mengurangi atau bahkan menghentikan pemberian kompensasi tarif listrik kepada PT PLN.
Sebagai informasi, kompensasi itu diberikan pemerintah karena Biaya Pokok Pengadaan (BPP) tenaga listrik beberapa golongan pelanggan lebih tinggi ketimbang harga jualnya. Jumlahnya tak main-main, mencapai Rp 23 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru)
Kiasan yang sering menjadi motivasi seorang supermodel tersebut tampaknya juga bisa menggambarkan dilema penurunan PPh Badan. Jika supermodel butuh diet ketat agar tetap langsing, pemerintah pun demikian. Kala PPh Badan diturunkan, maka potensi pendapatan pemerintah juga bisa turun banyak.
Sebagaimana yang diketahui, hingga saat ini keberjalanan pemerintahan Indonesia masih bergantung pada pajak.
Ditilik lebih lanjut, porsi PPh Badan dalam struktur penerimaan perpajakan Indonesia ternyata sangat besar.
Di tahun 2018, total PPh Badan yang diterima pemerintah mencapai Rp 252,13 triliun atau 16,65% dari total penerimaan perpajakan. Jumlah yang cukup signifikan untuk mempengaruhi penerimaan perpajakan.
Katakan benar PPh Badan turun menjadi 20%. Dengan begitu, jumlah penerimaan PPh Badan yang semula Rp 252,13 triliun (tahun acuan 2018) bisa turun menjadi Rp 201,7 triliun. Berkurang hingga Rp 50,43 triliun.
Sejatinya bukan hanya itu saja, karena ada potensi pertumbuhan penerimaan PPh Badan yang juga bisa turun turun.
Berkaca pada tahun 2010, dimana kala itu tarif PPh Badan turun dari 28% menjadi 25%, pertumbuhan penerimaan pajak korporasi hanya 9,2%. Agaknya amat jauh dibanding pertumbuhan penerimaan PPh Badan tahun 2018 (dimana besaran tarif tetap 25%) yang mencapai 22%.
Melihat data-data tersebut, pemerintah akan dihadapi pada risiko pembengkakan defisit anggaran jika skenario penurunan PPh Badan benar dilakukan.
Kecuali mulai saat ini Jokowi dan jajarannya sudah mulai memutar otak untuk bisa mewujudkan rencana tersebut dengan lancar.
Siapa Jadi Tumbal?
Yah, ada satu pilihan dimana pemerintah bisa mengambil utang lebih banyak demi menutup defisit anggaran. Toh, Sri Mulyani sudah sering mengatakan bahwa rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih aman. Masih di kisaran 30%, yang mana jauh dari batas 60% seperti yang ditetapkan Undang-Undang (UU).
Pun ada pilihan lain, yaitu memangkas anggaran subsidi. Gelagat pemangkasan subsidi juga sudah mulai diperlihatkan pemerintah.
Salah satunya subsidi listrik.
Pada hari Selasa (25/6/2019), Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa pihaknya berencana mengurangi atau bahkan menghentikan pemberian kompensasi tarif listrik kepada PT PLN.
Sebagai informasi, kompensasi itu diberikan pemerintah karena Biaya Pokok Pengadaan (BPP) tenaga listrik beberapa golongan pelanggan lebih tinggi ketimbang harga jualnya. Jumlahnya tak main-main, mencapai Rp 23 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular