
PPh Badan Dipangkas Jadi 20%, Bos Pan Brothers Minta PPN Juga
Yuni Astutik, CNBC Indonesia
02 July 2019 12:38

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pan Brothers Tbk (PBRX) menyambut baik rencana penurunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan menjadi 20% yang akan berlaku Juli nanti. Setidaknya ada dua hal positif terkait dengan rencana ini. Menkeu Sri Mulyani memastikan akan memangkas PPh badan dari 25% jadi 20%.
"Pertama tambahan profit, sehingga bisa digunakan untuk mengembangkan ekuitas yang ada. Sebab dengan tambahan ekuitas bisa digunakan untuk menambah R&D, sehingga ada multiplier effect dari perusahaan itu sendiri," kata Vice Chief Executive Officer Pan Brothers Anne Patricia Sutanto, kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (3/7/2019).
Pan Brothers fokus bisnisnya pada sektor garmen yang memproduksi produk-produk fesyen untuk brand-brand besar seperti Adidas, Uniqlo, maupun H&M dan lainnya.
Kedua, dengan adanya penurunan PPh tersebut Indonesia bisa kompetitif jika disandingkan dengan negara lainnya. Saat ini, Singapura pun memiliki PPh badan hanya 17% dan Hong Kong PPh Badan sebesar 16,5%.
Namun menurutnya, sebagai perusahaan Terbuka yang sudah terdaftar di pasar modal Indonesia, PPh badan yang diberlakukan rata-rata saat ini sudah 20%. Sehingga ada isu lain yang juga menjadi masukan pemerintah.
"Keinginan kita di luar PPh badan adalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Contoh di eksportir ada beberapa komponen yang masih kena PPN. Sehingga kita harus melakukan restitusi," imbuhnya.
Dirinya tak bisa membayangkan perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama, namun tak berada di kawasan berikat. PBRX sendiri yang saat ini sudah memiliki lebih dari 20 pabrik garmen masuk dalam kawasan berikat. Pelaku industri yang pabriknya di kawasan berikat menerima insentif pajak hingga cukai, karena produknya berbasis ekspor, tak beredar di pasar dalam negeri, sedangkan di luar kawasan berikat sebaliknya.
"Sehingga (PBRX) komponen tertentu yang kena PPN. Sebagian besar tidak. Itupun jumlahnya besar, sehingga kita harus restitusi," ujarnya lagi.
Usulnya, bagaimana pemerintah membuat sistem perpajakan dengan hasil yang maksimum. Saat ini, rata-rata PPN sebesar 10 persen.
Diharapkan PPn tidak menjadi hambatan bagi industri manufaktur. Dia mencontohkan untuk produk dengan tujuan ekspor seharusnya tak ada PPN yang berlaku. Sementara untuk produk yang dijual di pasar Indonesia bisa diberlakukan PPN.
"Itu yang kita minta pemerintah, simple tapi optimal. sehingga tak ada uang yang bergiliur, yang bukan hak pemerintah tapi kembali ke pengusaha yang eksportir," tutupnya.
(hoi/hoi) Next Article Geger Ribuan Karyawan Pan Brothers Ngamuk karena THR Dicicil
"Pertama tambahan profit, sehingga bisa digunakan untuk mengembangkan ekuitas yang ada. Sebab dengan tambahan ekuitas bisa digunakan untuk menambah R&D, sehingga ada multiplier effect dari perusahaan itu sendiri," kata Vice Chief Executive Officer Pan Brothers Anne Patricia Sutanto, kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (3/7/2019).
Pan Brothers fokus bisnisnya pada sektor garmen yang memproduksi produk-produk fesyen untuk brand-brand besar seperti Adidas, Uniqlo, maupun H&M dan lainnya.
Kedua, dengan adanya penurunan PPh tersebut Indonesia bisa kompetitif jika disandingkan dengan negara lainnya. Saat ini, Singapura pun memiliki PPh badan hanya 17% dan Hong Kong PPh Badan sebesar 16,5%.
"Keinginan kita di luar PPh badan adalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Contoh di eksportir ada beberapa komponen yang masih kena PPN. Sehingga kita harus melakukan restitusi," imbuhnya.
Dirinya tak bisa membayangkan perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama, namun tak berada di kawasan berikat. PBRX sendiri yang saat ini sudah memiliki lebih dari 20 pabrik garmen masuk dalam kawasan berikat. Pelaku industri yang pabriknya di kawasan berikat menerima insentif pajak hingga cukai, karena produknya berbasis ekspor, tak beredar di pasar dalam negeri, sedangkan di luar kawasan berikat sebaliknya.
"Sehingga (PBRX) komponen tertentu yang kena PPN. Sebagian besar tidak. Itupun jumlahnya besar, sehingga kita harus restitusi," ujarnya lagi.
Usulnya, bagaimana pemerintah membuat sistem perpajakan dengan hasil yang maksimum. Saat ini, rata-rata PPN sebesar 10 persen.
Diharapkan PPn tidak menjadi hambatan bagi industri manufaktur. Dia mencontohkan untuk produk dengan tujuan ekspor seharusnya tak ada PPN yang berlaku. Sementara untuk produk yang dijual di pasar Indonesia bisa diberlakukan PPN.
"Itu yang kita minta pemerintah, simple tapi optimal. sehingga tak ada uang yang bergiliur, yang bukan hak pemerintah tapi kembali ke pengusaha yang eksportir," tutupnya.
(hoi/hoi) Next Article Geger Ribuan Karyawan Pan Brothers Ngamuk karena THR Dicicil
Most Popular