
Dear Pak Jokowi, Pangkas Habis Pajak Tak Cukup Atasi CAD
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
20 June 2019 15:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dibuat geram bukan kepalang lantaran kinerja ekspor dan investasi yang loyo membuat masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) tak kunjung terselesaikan.
Neraca transaksi berjalan Indonesia sudah sejak 2011 mengalami defisit. Namun hingga saat ini, bahkan di periode pertama pemerintahan Jokowi, kepala negara merasa belum ada terobosan konkret mengatasi masalah ini.
Kejengkelan Jokowi ini akhirnya direspons oleh menteri Kabinet Kerja dengan mengeluarkan kebijakan pemangkasan pajak secara besar-besaran di beberapa sektor usaha.
Mulai dari penurunan tarif pajak penghasilan (PPh), super deduction tax, sampai dengan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN). Kebijakan ini diharapkan dapat mengundang investasi dan meningkatkan ekspor sebanyak-banyaknya.
Meski begitu, kalangan analis saat berbincang dengan CNBC Indonesia memandang tidak ada satupun kebijakan yang instan, apalagi dalam kaitan upaya untuk menekan defisit transaksi berjalan.
"Tidak ada cara instan untuk mengubah kondisi ini. Transaksi berjalan selalu defisit," kata Kepala Ekonom BCA David Sumual, Kamis (20/6/2019).
Menurut David, persoalan utamanya tercermin jelas dari pasokan dolar yang minim dari hasil ekspor maupun investasi asing yang masuk. Hal ini yang membuat transaksi berjalan terus mengalami defisit.
Pasalnya, kedua komponen tersebut merupakan devisa yang jauh lebih bertahan lama, ketimbang arus modal yang masuk melalui pasar keuangan maupun portofolio. Dengan kondisi transaksi berjalan yang defisit, Indonesia akan terus mengalami kerentanan.
"Tidak ada solusi instan. Meskipun waktu itu ada beberapa pemikiran, tapi kalau itu dilakukan akan membuat bergejolak," kata David.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah tak yakin bahwa pemangkasan pajak bukan jawaban untuk mengatasi defisit transaksi berjalan. Apalagi, selama ini pemerintah sudah mengobral berbagai insentif pajak untuk mengundang investasi.
"Apa benar pemangkasan pajak itu bisa? Ini sudah cukup lama dilakukan. 2018 itu FDI [foreign direct investment] turun. Artinya jelas tidak nendang, tak didasarkan pada kajian. Tidak ada kemauan untuk jujur," kata Piter.
[Gambas:Video CNBC]
(dru) Next Article Investasi dan Ekspor Loyo, Jokowi: Bodoh Banget Kita!
Neraca transaksi berjalan Indonesia sudah sejak 2011 mengalami defisit. Namun hingga saat ini, bahkan di periode pertama pemerintahan Jokowi, kepala negara merasa belum ada terobosan konkret mengatasi masalah ini.
Kejengkelan Jokowi ini akhirnya direspons oleh menteri Kabinet Kerja dengan mengeluarkan kebijakan pemangkasan pajak secara besar-besaran di beberapa sektor usaha.
Meski begitu, kalangan analis saat berbincang dengan CNBC Indonesia memandang tidak ada satupun kebijakan yang instan, apalagi dalam kaitan upaya untuk menekan defisit transaksi berjalan.
"Tidak ada cara instan untuk mengubah kondisi ini. Transaksi berjalan selalu defisit," kata Kepala Ekonom BCA David Sumual, Kamis (20/6/2019).
Menurut David, persoalan utamanya tercermin jelas dari pasokan dolar yang minim dari hasil ekspor maupun investasi asing yang masuk. Hal ini yang membuat transaksi berjalan terus mengalami defisit.
Pasalnya, kedua komponen tersebut merupakan devisa yang jauh lebih bertahan lama, ketimbang arus modal yang masuk melalui pasar keuangan maupun portofolio. Dengan kondisi transaksi berjalan yang defisit, Indonesia akan terus mengalami kerentanan.
"Tidak ada solusi instan. Meskipun waktu itu ada beberapa pemikiran, tapi kalau itu dilakukan akan membuat bergejolak," kata David.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah tak yakin bahwa pemangkasan pajak bukan jawaban untuk mengatasi defisit transaksi berjalan. Apalagi, selama ini pemerintah sudah mengobral berbagai insentif pajak untuk mengundang investasi.
"Apa benar pemangkasan pajak itu bisa? Ini sudah cukup lama dilakukan. 2018 itu FDI [foreign direct investment] turun. Artinya jelas tidak nendang, tak didasarkan pada kajian. Tidak ada kemauan untuk jujur," kata Piter.
[Gambas:Video CNBC]
(dru) Next Article Investasi dan Ekspor Loyo, Jokowi: Bodoh Banget Kita!
Most Popular