
Mantan Bos Pertamina Karen Agustiawan Divonis 8 Tahun Penjara
Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
10 June 2019 16:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider empat bulan kurungan terhadap bekas Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan. Karen dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi dalam investasi blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia.
Menurut Majelis Hakim, Karen terbukti bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Menyatakan terdakwa Karen Agustiawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama," kata Hakim Ketua Emilia Djaja Subagia saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2019), seperti dilansir pemberitaan detik.com.
Vonis Majelis Hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa yang disampaikan saat pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (24/5/2019) lalu. Saat itu, Karen dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan tindak pidana korupsi dilakukan Karen bersama-sama dengan eks Direktur Keuangan Pertamina Ferederick S.T Siahaan, eks Manager Merger dan Akuisisi Pertamina Bayu Kristanto serta Legal Consul dan Compliance Pertamina, Genades Panjaitan. Hakim menyakini, Karen telah menyalahgunakan jabatan untuk melakukan investasi.
Karen memutuskan melakukan investasi participating interest (PI) di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Selain itu, investasi tersebut tanpa adanya persetujuan dari bagian legal dan dewan komisaris PT Pertamina.
"Bahwa setelah SPA (Sale Purchase Agreement) ditantangani, Dewan Komisaris mengirimkan surat memorandum kepada Dewan Direksi perihal laporan rencana investasi. Dalam memorandum tersebut, kekecewaan Dewan Komisaris karena SPA ditandatangani tanpa persetujuan Dewan Komisaris terlebih dahulu, sehingga melanggar anggaran dasar Pertamina," jelas hakim.
Hakim juga menyatakan, Pertamina tidak memperoleh keuntungan secara ekonomis lewat investasi di Blok BMG. Sebab, sejak 20 Agustus 2010 ROC selaku operator di blok BMG menghentikan produksi dengan alasan lapangan tersebut tidak ekonomis lagi. Perbuatan Karen itu memperkaya Roc Oil Company Limited (ROC) Australia. Atas perbuatan itu, negara juga mengalami kerugian Rp 568 miliar.
"Pada 20 Agustus 2010, ROC telah menghentikan produksi di Blok BMG, tetapi berdasarkan SPA (Sale Purchase Agreement) antara PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dengan ROC, PT PHE wajib membayar kewajiban biaya operasional (cash call) dari blok BMG Australia sampai dengan tahun 2012. Dalam hal ini menambah beban kerugian bagi PT Pertamina. Maka unsur menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi terpenuhi dan ada dalam perbuatan terdakwa," papar hakim.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/dob) Next Article Belajar dari Kasus Karen Agustiawan, BUMN Mulai Berbenah
Menurut Majelis Hakim, Karen terbukti bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Menyatakan terdakwa Karen Agustiawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama," kata Hakim Ketua Emilia Djaja Subagia saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2019), seperti dilansir pemberitaan detik.com.
Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan tindak pidana korupsi dilakukan Karen bersama-sama dengan eks Direktur Keuangan Pertamina Ferederick S.T Siahaan, eks Manager Merger dan Akuisisi Pertamina Bayu Kristanto serta Legal Consul dan Compliance Pertamina, Genades Panjaitan. Hakim menyakini, Karen telah menyalahgunakan jabatan untuk melakukan investasi.
Karen memutuskan melakukan investasi participating interest (PI) di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Selain itu, investasi tersebut tanpa adanya persetujuan dari bagian legal dan dewan komisaris PT Pertamina.
"Bahwa setelah SPA (Sale Purchase Agreement) ditantangani, Dewan Komisaris mengirimkan surat memorandum kepada Dewan Direksi perihal laporan rencana investasi. Dalam memorandum tersebut, kekecewaan Dewan Komisaris karena SPA ditandatangani tanpa persetujuan Dewan Komisaris terlebih dahulu, sehingga melanggar anggaran dasar Pertamina," jelas hakim.
![]() |
Hakim juga menyatakan, Pertamina tidak memperoleh keuntungan secara ekonomis lewat investasi di Blok BMG. Sebab, sejak 20 Agustus 2010 ROC selaku operator di blok BMG menghentikan produksi dengan alasan lapangan tersebut tidak ekonomis lagi. Perbuatan Karen itu memperkaya Roc Oil Company Limited (ROC) Australia. Atas perbuatan itu, negara juga mengalami kerugian Rp 568 miliar.
"Pada 20 Agustus 2010, ROC telah menghentikan produksi di Blok BMG, tetapi berdasarkan SPA (Sale Purchase Agreement) antara PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dengan ROC, PT PHE wajib membayar kewajiban biaya operasional (cash call) dari blok BMG Australia sampai dengan tahun 2012. Dalam hal ini menambah beban kerugian bagi PT Pertamina. Maka unsur menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi terpenuhi dan ada dalam perbuatan terdakwa," papar hakim.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/dob) Next Article Belajar dari Kasus Karen Agustiawan, BUMN Mulai Berbenah
Most Popular