Seberapa Parah Sih Utang Pemerintah Indonesia?

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
20 May 2019 16:06
Seberapa Parah Sih Utang Pemerintah Indonesia?
Jakarta, CNBC Indonesia - Sekali lagi utang pemerintah pusat menjadi polemik yang diperbincangkan di tengah masyarakat.

Pasalnya hari Minggu (19/5/2019), Mantan Menko Perekonomian dan Menko Kemaritiman, Rizal Ramli kembali menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai 'Ratu Utang'.

"Nyaris Rp 1 triliun per hari! Kok prestasi tertinggi ngutang? Wong Menkeu "Ratu Utang" dipuja2 kreditor karena berikan bunga tertinggi di ASEAN," tutur Rizal Ramli melalui akun Twitternya.

Apa Iya Utang Indonesia Mengkawatirkan? Simak Fakta BerikutFoto: Utang pemerinta (Twitter/@RamliRizal)


Berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, posisi utang pemerintah per April mencapai Rp 4.528,4 triliun atau meningkat Rp 347,8 triliun dari periode April 2018 yakni Rp 4.180,6 triliun.

Namun seperti apa sih profil utang pemerintah?

Jika mengacu pada realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) KiTa edisi Mei 2019, rasio utang pemerintah pusat terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah sebesar 29,65%.

Pun secara rata-rata rasio utang terhadap PDB dalam 5 tahun terakhir sebesar 28%. Bahkan pada periode tersebut tidak ada peningkatan atau penurunan rasio utang secara signifikan. Tampaknya pemerintah memang mau menjaga level utang di kisaran 30% PDB.

Sebagai informasi, rasio utang pemerintah pernah mencapai puncaknya yang sebesar 89% PDB pada masa kepemimpinan Adburrahman Wahid a.k.a Gus Dur, tepatnya pada tahun 2000.



Sebagai informasi, angka rasio utang terhadap PDB dapat mencerminkan perbandingan jumlah utang terhadap kemampuan membayar.

Dalam hal ini, agaknya utang pemerintah masih belum terlalu mengkhawatirkan. Pasalnya rasio utang Indonesia merupakan yang terkecil ketiga di antara negara-negara ASEAN. Sementara Singapura tercatat yang paling besar, yaitu 112,2% PDB.



Namun yang perlu menjadi perhatian adalah struktur utang pemerintah kita.

Hingga April 2019, porsi Surat Berharga Negara (SBN) terhadap total utang pemerintah mencapai 82,76% atau sebesar Rp 3.747,74 triliun. Sementara porsi pinjaman (baik pinjaman luar negeri maupun pinjaman dalam negeri) hanya sebesar 17,24% atau Rp 780,71 triliun.

Sebagai informasi, SBN merupakan obligasi pemerintah yang dijual bebas di pasar keuangan. Siapapun itu, baik perorangan maupun lembaga dapat membelinya dengan tingkat imbal hasil (yield) tertentu.

Sedangkan pinjaman adalah sebuah mekanisme utang antara pihak yang terkait, bisa antar lembaga, maupun antar negara. Sebagai contoh, hingga Maret 2019 Indonesia tercatat melakukan pinjaman ke Asian Development Bank (ADB) sebesar US$ 10,1 juta.

Melihat fakta tersebut, artinya porsi SBN dan pinjaman sangat timpang. Pemerintah sangat gemar berutang pada pasar bebas.

Memang, dengan berutang di pasar bebas, kebijakan dalam negeri tidak dapat dipengaruhi lembaga lain, seperti yang mungkin terjadi bila meminjam pada suatu lembaga.

Akan tetapi utang yang terlampau banyak pada SBN bukan berarti tanpa risiko. 

BERLANJUT KE HALAMAN 2 >>>
Seperti yang telah diketahui, pembentukan besaran kupon/bunga obligasi selama ini mengikuti pergerakan imbal hasil (yield) di pasar.

Bahayanya, saat kondisi pasar keuangan sedang tidak kondusif sehingga yield terus meningkat, pemerintah akan terpaksa mematok bunga obligasi yang tinggi pula saat menerbitkan SBN baru. Karena besaran bunga obligasi pada saat penerbitan akan sama dengan yield obligasi sejenis yang sudah terbit sebelumnya.



Mengacu pada data Refinitiv, yield obligasi acuan Indonesia tenor 10 tahun saat ini sebesar 8,08%. Sementara posisinya per 2 Januari 2018 hanya 6,27%. Itu berarti, jika hari ini pemerintah menerbitkan utang baru, bunganya akan jauh lebih besar ketimbang utang yang terbit Januari 2018 silam.

Sebenarnya pemerintah memiliki pilihan untuk menahan penerbitan obligasi baru saat yield sedang tinggi. Namun mengingat keseimbangan primer anggaran masih negatif, artinya pemerintah perlu menerbitkan utang baru untuk menambal utang lama.

Inilah yang sedianya menyebabkan porsi pembayaran bunga utang dalam APBN terus meningkat setiap tahunnya.

Bahkan pada tahun 2018, pos Pembayaran Bunga Utang pada APBN tumbuh paling pesat, yaitu 19% secara year-on-year (YoY). Sementara belanja modal, dimana pembangunan infrastruktur termasuk di dalamnya malah terkontraksi 11% YoY.



Selain itu, saat ini kepemilikan investor asing atas SBN pemerintah juga sangat besar. Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, investor asing memegang 38,42% dari total SBN beredar per 16 Mei 2019.

Dengan itu, kondisi pasar obligasi Indonesia akan sangat rentan terhadap gejolak ekonomi global. Contohnya saat terjadi perang dagang Amerika Serikat (AS)-China seperti sekarang ini, investor asing akan cenderung menghindari pasar keuangan negara berkembang. Alhasil investor asing mengalihkan asetnya ke instrumen-instrumen safe haven dan banyak menjual obligasi pemerintah RI. Peningkatan yield obligasi pemerintah jadi sulit untuk dihindari.

Kecuali Bank Indonesia (BI), sebagai basis pertahanan terakhir stabilitas keuangan dalam negeri, melakukan intervensi dengan memboyong obligasi banyak-banyak. Itu pun harus mengorbankan cadangan devisa.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular