
Seberapa Parah Sih Utang Pemerintah Indonesia?
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
20 May 2019 16:06

Seperti yang telah diketahui, pembentukan besaran kupon/bunga obligasi selama ini mengikuti pergerakan imbal hasil (yield) di pasar.
Bahayanya, saat kondisi pasar keuangan sedang tidak kondusif sehingga yield terus meningkat, pemerintah akan terpaksa mematok bunga obligasi yang tinggi pula saat menerbitkan SBN baru. Karena besaran bunga obligasi pada saat penerbitan akan sama dengan yield obligasi sejenis yang sudah terbit sebelumnya.
Mengacu pada data Refinitiv, yield obligasi acuan Indonesia tenor 10 tahun saat ini sebesar 8,08%. Sementara posisinya per 2 Januari 2018 hanya 6,27%. Itu berarti, jika hari ini pemerintah menerbitkan utang baru, bunganya akan jauh lebih besar ketimbang utang yang terbit Januari 2018 silam.
Sebenarnya pemerintah memiliki pilihan untuk menahan penerbitan obligasi baru saat yield sedang tinggi. Namun mengingat keseimbangan primer anggaran masih negatif, artinya pemerintah perlu menerbitkan utang baru untuk menambal utang lama.
Inilah yang sedianya menyebabkan porsi pembayaran bunga utang dalam APBN terus meningkat setiap tahunnya.
Bahkan pada tahun 2018, pos Pembayaran Bunga Utang pada APBN tumbuh paling pesat, yaitu 19% secara year-on-year (YoY). Sementara belanja modal, dimana pembangunan infrastruktur termasuk di dalamnya malah terkontraksi 11% YoY.
Selain itu, saat ini kepemilikan investor asing atas SBN pemerintah juga sangat besar. Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, investor asing memegang 38,42% dari total SBN beredar per 16 Mei 2019.
Dengan itu, kondisi pasar obligasi Indonesia akan sangat rentan terhadap gejolak ekonomi global. Contohnya saat terjadi perang dagang Amerika Serikat (AS)-China seperti sekarang ini, investor asing akan cenderung menghindari pasar keuangan negara berkembang. Alhasil investor asing mengalihkan asetnya ke instrumen-instrumen safe haven dan banyak menjual obligasi pemerintah RI. Peningkatan yield obligasi pemerintah jadi sulit untuk dihindari.
Kecuali Bank Indonesia (BI), sebagai basis pertahanan terakhir stabilitas keuangan dalam negeri, melakukan intervensi dengan memboyong obligasi banyak-banyak. Itu pun harus mengorbankan cadangan devisa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru)
Bahayanya, saat kondisi pasar keuangan sedang tidak kondusif sehingga yield terus meningkat, pemerintah akan terpaksa mematok bunga obligasi yang tinggi pula saat menerbitkan SBN baru. Karena besaran bunga obligasi pada saat penerbitan akan sama dengan yield obligasi sejenis yang sudah terbit sebelumnya.
Sebenarnya pemerintah memiliki pilihan untuk menahan penerbitan obligasi baru saat yield sedang tinggi. Namun mengingat keseimbangan primer anggaran masih negatif, artinya pemerintah perlu menerbitkan utang baru untuk menambal utang lama.
Inilah yang sedianya menyebabkan porsi pembayaran bunga utang dalam APBN terus meningkat setiap tahunnya.
Bahkan pada tahun 2018, pos Pembayaran Bunga Utang pada APBN tumbuh paling pesat, yaitu 19% secara year-on-year (YoY). Sementara belanja modal, dimana pembangunan infrastruktur termasuk di dalamnya malah terkontraksi 11% YoY.
Selain itu, saat ini kepemilikan investor asing atas SBN pemerintah juga sangat besar. Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, investor asing memegang 38,42% dari total SBN beredar per 16 Mei 2019.
Dengan itu, kondisi pasar obligasi Indonesia akan sangat rentan terhadap gejolak ekonomi global. Contohnya saat terjadi perang dagang Amerika Serikat (AS)-China seperti sekarang ini, investor asing akan cenderung menghindari pasar keuangan negara berkembang. Alhasil investor asing mengalihkan asetnya ke instrumen-instrumen safe haven dan banyak menjual obligasi pemerintah RI. Peningkatan yield obligasi pemerintah jadi sulit untuk dihindari.
Kecuali Bank Indonesia (BI), sebagai basis pertahanan terakhir stabilitas keuangan dalam negeri, melakukan intervensi dengan memboyong obligasi banyak-banyak. Itu pun harus mengorbankan cadangan devisa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular