
Anda Selebgram Dengan Followers Banyak? Pajak Mengintai!
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
24 April 2019 16:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Darmin Nasution menceritakan penerapan pajak di era digital memang tak mudah.
Untuk itu, Pemerintah tengah menyiapkan perubahan konstruksi aturan pajak.
"Jadi ke depan kita harus mulai bicarakan perubahan konstruksi aturan pajak kita," kata Darmin di Kampus PKN STAN, Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Salah satu contohnya, Darmin menerangkan saat ini perusahaan digital belum ada profit bahkan bisa nol atau negatif. Nah apa mungkin tak bisa kena pajak?
Lalu apa yg bisa dikenakan pada platform digital?
"Value atau nilai perusahaannya. Ini penentuannya beda lagi, bisa dihitung dari revenue, kontrak yang ada, dan user/pengguna."
"Contoh, anda buka Youtube. Saat anda nonton video, pasti diminta like dan subscribe. Itu dia user. Jadi tidak bisa kenakan PPh platform digital dengan pakai standar profit," katanya.
Hal yang sama terjadi untuk e-commerce atau toko online. Di mana transaksi antara penjual dan pembeli dilakukan di toko online yang harusnya wajib kena pajak.
"Kalau ada e-commerce kapan dia dipajakkan? Itu prinsip pertama pajak dalam era digital. Lalu berapa besar pajaknya? Terlalu besar, dia akan mati. Terlalu kecil, akan ada yang teriak," katanya.
Oleh sebab itu PMK soal e-commerce ini dicabut kembali. Sama halnya dengan media sosial.
Justru Darmin memiliki ide menarik. Di mana penetapan pajak bisa ditentukan dari jumlah followersnya.
"Nanti jumlah follower bisa menentukan kena pajaknya. Karena itu juga dimanfaatkan iklan," tegas Darmin.
"Jadi ke depan kita harus mulai bicarakan perubahan konstruksi aturan pajak kita."
(dru/dru) Next Article Duh! Dari 34 Provinsi, Cuma 7 Daerah yang Surplus Beras
Untuk itu, Pemerintah tengah menyiapkan perubahan konstruksi aturan pajak.
"Jadi ke depan kita harus mulai bicarakan perubahan konstruksi aturan pajak kita," kata Darmin di Kampus PKN STAN, Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Lalu apa yg bisa dikenakan pada platform digital?
![]() |
"Value atau nilai perusahaannya. Ini penentuannya beda lagi, bisa dihitung dari revenue, kontrak yang ada, dan user/pengguna."
"Contoh, anda buka Youtube. Saat anda nonton video, pasti diminta like dan subscribe. Itu dia user. Jadi tidak bisa kenakan PPh platform digital dengan pakai standar profit," katanya.
Hal yang sama terjadi untuk e-commerce atau toko online. Di mana transaksi antara penjual dan pembeli dilakukan di toko online yang harusnya wajib kena pajak.
"Kalau ada e-commerce kapan dia dipajakkan? Itu prinsip pertama pajak dalam era digital. Lalu berapa besar pajaknya? Terlalu besar, dia akan mati. Terlalu kecil, akan ada yang teriak," katanya.
Oleh sebab itu PMK soal e-commerce ini dicabut kembali. Sama halnya dengan media sosial.
Justru Darmin memiliki ide menarik. Di mana penetapan pajak bisa ditentukan dari jumlah followersnya.
"Nanti jumlah follower bisa menentukan kena pajaknya. Karena itu juga dimanfaatkan iklan," tegas Darmin.
"Jadi ke depan kita harus mulai bicarakan perubahan konstruksi aturan pajak kita."
(dru/dru) Next Article Duh! Dari 34 Provinsi, Cuma 7 Daerah yang Surplus Beras
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular