
Politisasi Minyak, Iran Sebut AS Lakukan Kesalahan Fatal
Wangi Sinintya Mangkuto & Rehia Indrayanti Beru Sebayang, CNBC Indonesia
24 April 2019 10:40

Teheran, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) telah melakukan kesalahan fatal dengan mempolitisasi minyak dan menggunakannya sebagai senjata untuk menekan Iran. Demikian disampaikan Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh di parlemen, Selasa (23/4/2019).
"Amerika telah melakukan kesalahan yang buruk dengan mempolitisasi minyak dan menggunakannya sebagai senjata di pasar yang lemah," kata Zanganeh seperti dilaporkan Kantor Berita Republik Islam (IRNA).
Harga minyak pada, Selasa (23/4/2019), mencapai level tertinggi sejak November 2018. Ini setelah AS mengumumkan mencabut semua keringanan sanksi pada impor minyak Iran. Keringanan itu akan berakhir minggu depan. AS juga menekan negara importir untuk berhenti membeli minyak dari Teheran dan semakin mengurangi pasokan global.
Zanganeh menambahkan bahwa AS tidak akan dapat mengurangi ekspor minyak Iran menjadi nol.
"Dengan semua kekuatan kami, kami akan bekerja untuk melanggar sanksi Amerika," kata Zanganeh.
AS pada Senin (22/4/2019) menuntut agar pembeli minyak Iran menghentikan pembelian pada 1 Mei atau mereka akan dijatuhi sanksi. Tindakan itu akan mengakhiri keringanan yang memungkinkan delapan pembeli terbesar Iran, kebanyakan dari negara Asia, untuk terus mengimpor minyak dengan jumlah tertentu. Keringanan itu telah berjalan selama enam bulan.
Gedung Putih mengatakan setelah menindak Iran, pihaknya akan bekerja sama dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab untuk memastikan pasar minyak "dipasok secara memadai". Tetapi para pedagang khawatir tentang kekurangan pasokan.
Zanganeh mengatakan pasar minyak tidak dapat diprediksi dan menyebut pengumuman AS dan pendukung regionalnya yang dimaksudkan untuk menjaga harga minyak stabil adalah tanda kekhawatiran mereka.
"Anda tidak dapat memastikan bahwa minyak yang cukup dapat diproduksi untuk memenuhi permintaan. Karena beberapa negara regional mengumumkan kapasitas produksi lebih tinggi dari level sebenarnya," ujar Zanganeh.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri China secara resmi telah mengadukan komplain ke AS yang memutuskan untuk mencabut keringanan sanksi atas impor minyak Iran. Hal itu menambahkan keretakan dalam hubungan antara kedua negara.
China adalah pelanggan minyak mentah terbesar Iran, dengan total impor tahun lalu sebanyak 29,27 juta ton atau sekitar 585.400 barel per hari. Jumlah itu kira-kira 6% dari total impor minyak China, menurut data bea cukai.
China adalah satu dari delapan pembeli global yang dibolehkan untuk mengimpor minyak mentah dari negara itu November lalu. China dengan tegas menentang AS yang memberlakukan sanksi sepihak itu. Demikian disampaikan Geng Shuang, juru bicara kementerian negara.
"Keputusan dari AS akan berkontribusi pada volatilitas di Timur Tengah dan di pasar energi internasional. Kami mendesak AS untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab dan memainkan peran yang konstruktif, bukan sebaliknya," kata Geng.
"China mendesak pihak AS untuk sungguh-sungguh menghormati kepentingan dan kepedulian China dan tidak mengambil tindakan yang salah yang merugikan kepentingan China," ujarnya.
Beijing dan Teheran telah lama memiliki hubungan dekat, terutama di sektor energi. Beberapa kilang China dikonfigurasikan untuk memproses minyak mentah Iran. Salah seorang pejabat mengatakan minyak Iran biasanya menghasilkan margin yang lebih baik dibandingkan nilai yang sama dari pemasok saingannya, seperti Arab Saudi.
Sinopec Group milik negara dan China National Petroleum Corp sama-sama memproduksi minyak di Iran, setelah menghabiskan miliaran dolar untuk mengakuisisi kilang minyak negara itu, seperti Yadavaran dan Azadegan Utara. Mereka telah mengirim minyak dari kilang itu ke China.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Mau Lengser Bukannya Tobat, Trump Bombardir Sanksi ke Iran
"Amerika telah melakukan kesalahan yang buruk dengan mempolitisasi minyak dan menggunakannya sebagai senjata di pasar yang lemah," kata Zanganeh seperti dilaporkan Kantor Berita Republik Islam (IRNA).
Harga minyak pada, Selasa (23/4/2019), mencapai level tertinggi sejak November 2018. Ini setelah AS mengumumkan mencabut semua keringanan sanksi pada impor minyak Iran. Keringanan itu akan berakhir minggu depan. AS juga menekan negara importir untuk berhenti membeli minyak dari Teheran dan semakin mengurangi pasokan global.
"Dengan semua kekuatan kami, kami akan bekerja untuk melanggar sanksi Amerika," kata Zanganeh.
AS pada Senin (22/4/2019) menuntut agar pembeli minyak Iran menghentikan pembelian pada 1 Mei atau mereka akan dijatuhi sanksi. Tindakan itu akan mengakhiri keringanan yang memungkinkan delapan pembeli terbesar Iran, kebanyakan dari negara Asia, untuk terus mengimpor minyak dengan jumlah tertentu. Keringanan itu telah berjalan selama enam bulan.
Gedung Putih mengatakan setelah menindak Iran, pihaknya akan bekerja sama dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab untuk memastikan pasar minyak "dipasok secara memadai". Tetapi para pedagang khawatir tentang kekurangan pasokan.
Zanganeh mengatakan pasar minyak tidak dapat diprediksi dan menyebut pengumuman AS dan pendukung regionalnya yang dimaksudkan untuk menjaga harga minyak stabil adalah tanda kekhawatiran mereka.
"Anda tidak dapat memastikan bahwa minyak yang cukup dapat diproduksi untuk memenuhi permintaan. Karena beberapa negara regional mengumumkan kapasitas produksi lebih tinggi dari level sebenarnya," ujar Zanganeh.
![]() |
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri China secara resmi telah mengadukan komplain ke AS yang memutuskan untuk mencabut keringanan sanksi atas impor minyak Iran. Hal itu menambahkan keretakan dalam hubungan antara kedua negara.
China adalah pelanggan minyak mentah terbesar Iran, dengan total impor tahun lalu sebanyak 29,27 juta ton atau sekitar 585.400 barel per hari. Jumlah itu kira-kira 6% dari total impor minyak China, menurut data bea cukai.
China adalah satu dari delapan pembeli global yang dibolehkan untuk mengimpor minyak mentah dari negara itu November lalu. China dengan tegas menentang AS yang memberlakukan sanksi sepihak itu. Demikian disampaikan Geng Shuang, juru bicara kementerian negara.
"Keputusan dari AS akan berkontribusi pada volatilitas di Timur Tengah dan di pasar energi internasional. Kami mendesak AS untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab dan memainkan peran yang konstruktif, bukan sebaliknya," kata Geng.
"China mendesak pihak AS untuk sungguh-sungguh menghormati kepentingan dan kepedulian China dan tidak mengambil tindakan yang salah yang merugikan kepentingan China," ujarnya.
Beijing dan Teheran telah lama memiliki hubungan dekat, terutama di sektor energi. Beberapa kilang China dikonfigurasikan untuk memproses minyak mentah Iran. Salah seorang pejabat mengatakan minyak Iran biasanya menghasilkan margin yang lebih baik dibandingkan nilai yang sama dari pemasok saingannya, seperti Arab Saudi.
Sinopec Group milik negara dan China National Petroleum Corp sama-sama memproduksi minyak di Iran, setelah menghabiskan miliaran dolar untuk mengakuisisi kilang minyak negara itu, seperti Yadavaran dan Azadegan Utara. Mereka telah mengirim minyak dari kilang itu ke China.
Simak video terkait sanksi impor minyak Iran di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Mau Lengser Bukannya Tobat, Trump Bombardir Sanksi ke Iran
Most Popular