
Refleksi
IA CEPA Diteken, Impor Gandum Australia Kian Tak Terbendung
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
08 March 2019 21:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Jika kita mencari siapa pihak yang paling bahagia dengan ditekennya kerja-sama ekonomi komprehensif (comprehensive economic partnership agrement/CEPA), maka jawabannya adalah pelaku usaha gandum.
Sebagaimana diketahui, Indonesia baru saja menggeser Mesir sebagai importir gandum terbesar dunia. Pada tahun 2018, negeri ini mengimpor gandum senilai US$ 4,2 miliar (Rp 60 triliun) atau setara dengan 8,7% dari total impor gandum dunia.
Gandum dalam empat tahun terakhir (2014-2018) menjadi produk terbesar keempat yang diimpor Indonesia. Lonjakan itu terjadi sepanjang masa pemerintahan Joko Widodo. Sebagai perbandingan, gandum pada 2013 berada di urutan ke-8 di daftar produk impor utama Indonesia.
Pada tahun 2014, impor gandum juga masih lebih kecil dibandingkan dengan impor produk lain dan bahkan turun ke peringkat 23. Nilainya hanya US$ 729,7 juta. Impor terbesar nasional masih didominasi minyak mentah, produk minyak, telepon seluler, gula mentah, kapas, dan jagung.
Namun sejak itu, nilai impor terus membengkak. Pada tahun 2015, nilai impor gandum membengkak dua kali lipat menjadi US$ 1,4 miliar, naik lagi menjadi US$ 2,9 miliar (2016), US$ 3,5 miliar (2017), dan US$ 4,2 miliar (2018).
Maka setiap tahun, rata-rata pertumbuhan impor gandum sebesar US$ 867 juta. Itu membuat gandum bercokol di posisi keempat sebagai komoditas impor terbesar pada 2018 setelah minyak mentah, produk minyak, dan produk olahan minyak.
Seandainya tiga energi fosil itu digabung, maka gandum menjadi komoditas impor terbesar kedua negeri ini, dan juga menjadi komoditas impor nonmigas yang terbesar. Tatkala tren impor produk emas hitam turun rata-rata 20,5% (2013-2017), impor gandum justru menguat 37,2% pada periode yang sama.
Pemasok utamanya tidak lain adalah Australia, dengan nilai transaksi gandum senilai US$ 1,3 miliar atau separuh dari nilai impor gandum pada periode tersebut. Angka tersebut diperkirakan tidak banyak berubah pada tahun 2018.
Namun, dominasi gandum Australia berpeluang menguat karena produk tersebut menjadi jauh lebih kompetitif menyusul penghapusan tarif impor berkat Indonesia-Australia (IA) CEPA. Apalagi, Australia merupakan negara penghasil gandum terdekat dari Indonesia.
Kenaikan tersebut akan dinikmati secara bertahap. Bea masuk sebesar 0% berlaku bagi kuota 500.000 ton di tahun pertama untuk produk pangan biji-bijian (termasuk gandum, barley, dan sorgum). Peningkatan kuota 5% diberlakukan per tahun setelahnya.
Presiden Federasi Petani Nasional Australia (NFF) Fiona Simson mengatakan kesepakatan IA-CEPA ini merupakan kemenangan besar bagi petani dan peternak Australia serta akan membuka babak baru dalam hubungan dagang pertanian RI-Australia.
"Sepanjang 2017, hampir setengah (49,5%) produk pangan dan serat kita diekspor ke Indonesia, senilai US$ 3,5 miliar. Indonesia adalah importir nomor satu bagi gandum Australia dan kita adalah pemasok nomor satu bagi kebutuhan daging sapi Indonesia," ujar Simson dalam pernyataan resminya, seperti dikutip dari situs resmi NFF.
Di pihak Indonesia, para pengusaha yang menggunakan bahan baku gandum bakal tersenyum lebar karena pemangkasan bea masuk tersebut membuat biaya pembelian gandum mereka mengecil.
Buat rakyat, manfaat IA-CEPA gandum bakal dinikmati jika para pengusaha itu menurunkan harga jualnya.
Akankah itu terjadi? Kita lihat saja.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Simak ulasan soal perjanjian dagang antara Indonesia dan Australia (IA-CEPA).
[Gambas:Video CNBC]
(ags/tas) Next Article Kurangi Impor Gandum, Mie Instan Akan Gunakan Tepung Sagu
Sebagaimana diketahui, Indonesia baru saja menggeser Mesir sebagai importir gandum terbesar dunia. Pada tahun 2018, negeri ini mengimpor gandum senilai US$ 4,2 miliar (Rp 60 triliun) atau setara dengan 8,7% dari total impor gandum dunia.
Gandum dalam empat tahun terakhir (2014-2018) menjadi produk terbesar keempat yang diimpor Indonesia. Lonjakan itu terjadi sepanjang masa pemerintahan Joko Widodo. Sebagai perbandingan, gandum pada 2013 berada di urutan ke-8 di daftar produk impor utama Indonesia.
Pada tahun 2014, impor gandum juga masih lebih kecil dibandingkan dengan impor produk lain dan bahkan turun ke peringkat 23. Nilainya hanya US$ 729,7 juta. Impor terbesar nasional masih didominasi minyak mentah, produk minyak, telepon seluler, gula mentah, kapas, dan jagung.
Namun sejak itu, nilai impor terus membengkak. Pada tahun 2015, nilai impor gandum membengkak dua kali lipat menjadi US$ 1,4 miliar, naik lagi menjadi US$ 2,9 miliar (2016), US$ 3,5 miliar (2017), dan US$ 4,2 miliar (2018).
Maka setiap tahun, rata-rata pertumbuhan impor gandum sebesar US$ 867 juta. Itu membuat gandum bercokol di posisi keempat sebagai komoditas impor terbesar pada 2018 setelah minyak mentah, produk minyak, dan produk olahan minyak.
Seandainya tiga energi fosil itu digabung, maka gandum menjadi komoditas impor terbesar kedua negeri ini, dan juga menjadi komoditas impor nonmigas yang terbesar. Tatkala tren impor produk emas hitam turun rata-rata 20,5% (2013-2017), impor gandum justru menguat 37,2% pada periode yang sama.
Pemasok utamanya tidak lain adalah Australia, dengan nilai transaksi gandum senilai US$ 1,3 miliar atau separuh dari nilai impor gandum pada periode tersebut. Angka tersebut diperkirakan tidak banyak berubah pada tahun 2018.
Namun, dominasi gandum Australia berpeluang menguat karena produk tersebut menjadi jauh lebih kompetitif menyusul penghapusan tarif impor berkat Indonesia-Australia (IA) CEPA. Apalagi, Australia merupakan negara penghasil gandum terdekat dari Indonesia.
Kenaikan tersebut akan dinikmati secara bertahap. Bea masuk sebesar 0% berlaku bagi kuota 500.000 ton di tahun pertama untuk produk pangan biji-bijian (termasuk gandum, barley, dan sorgum). Peningkatan kuota 5% diberlakukan per tahun setelahnya.
Presiden Federasi Petani Nasional Australia (NFF) Fiona Simson mengatakan kesepakatan IA-CEPA ini merupakan kemenangan besar bagi petani dan peternak Australia serta akan membuka babak baru dalam hubungan dagang pertanian RI-Australia.
"Sepanjang 2017, hampir setengah (49,5%) produk pangan dan serat kita diekspor ke Indonesia, senilai US$ 3,5 miliar. Indonesia adalah importir nomor satu bagi gandum Australia dan kita adalah pemasok nomor satu bagi kebutuhan daging sapi Indonesia," ujar Simson dalam pernyataan resminya, seperti dikutip dari situs resmi NFF.
Di pihak Indonesia, para pengusaha yang menggunakan bahan baku gandum bakal tersenyum lebar karena pemangkasan bea masuk tersebut membuat biaya pembelian gandum mereka mengecil.
Buat rakyat, manfaat IA-CEPA gandum bakal dinikmati jika para pengusaha itu menurunkan harga jualnya.
Akankah itu terjadi? Kita lihat saja.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Simak ulasan soal perjanjian dagang antara Indonesia dan Australia (IA-CEPA).
[Gambas:Video CNBC]
(ags/tas) Next Article Kurangi Impor Gandum, Mie Instan Akan Gunakan Tepung Sagu
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular