
Ada Debat Bea Masuk Etanol 0%, Ini Hasil Rapat Mendag-DPR
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
11 February 2019 18:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menghadiri rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/2/2019). Rapat membahas ratifikasi perjanjian dagang Indonesia-Pakistan dan ratifikasi perjanjian dagang ASEAN-Hong Kong.
Salah satu perdebatan yang mengemuka dalam rapat adalah bea basuk 0% untuk etil alkohol atau etanol ke Indonesia yang menjadi salah satu poin ratifikasi perjanjian dagang Indonesia-Pakistan. Dilansir detikcom, Anggota Komisi VI DPR RI Lili Asdjudiredja khawatir kebijakan itu akan menyuburkan produksi minuman keras di Tanah Air.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pun memberikan penjelasan terkait poin tersebut.
"Pertama, saya klarifikasi dulu bahwa dikasih bea masuk 0% itu etil alkohol sebagai bahan baku untuk sabun, komestik, obat, dan sebagainya. Yang pengaturannya dengan beberapa syarat dan itu sebagai barrier pembatasan yang terapkan," ujar Enggartiasto.
"Jadi kita masih berlakukan persyaratan-persyaratan seperti rekomendasi dan sebagainya dan impor alkohol tetap terkendali cukai alkohol tetap 150%. Ini tidak berarti ini kita memperlebar untuk minuman alkohol," lanjutnya.
Kedua, lanjut Enggartiasto, Indonesia tidak mempunyai potensi produksi etanol untuk diekspor. Hanya saja untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri cukup.
"Tentu kita gak ada impor, kita akan mengenakan itu sehingga bisa minta produk yang lain," ujar Enggartiasto.
Menurut dia, dalam negosiasi sekarang, pemerintah Indonesia membuka diri kepada keinginan Pakistan. Sebab, surplus dagang dengan negara itu terlalu besar hingga mencapai US$ 2,5 miliar.
"Kemarin saja pada waktu sedikit hambatan mengenai jeruk kino. Mereka akan alihkan sawit. Pada saat kita mau terlambat saja tanda-tangan IP PTA itu dia mau batalin semua kerja sama, mulai dari 0. Itu artinya bakal kehilangan seluruh market share ke Pakistan," kata Enggartiasto.
Lebih lanjut, dia mengatakan ASEAN-Hong Kong akan dikeluarkan dalam bentuk peraturan presiden (perpres). Perihal rencana penerbitan perpes, Enggartiasto menyebut semua masih dalam proses.
"Sedang kita proses, bahwa pilihannya melalui perpres dan untuk itu kita proses ke setneg (Sekretariat Negara) dan sebagainya," ujarnya.
Rapat dimulai pukul 10.30 WIB dan ditutup pada pukul 15.00 WIB. Ketua Komisi VI DPR RI, Teguh Juwarno menutup rapat tak lama setelah skors dicabut. Rapat itu menghasilkan dua kesimpulan, Teguh pun langsung mengumumkan kesimpulan di akhir rapat kepada semua peserta.
"Kita melihat bahwa ratifikasi perdagangan Indonesia-Pakistan butuh pembahasan lanjutan. Di mana Komisi VI akan undang pihak terkait yang terdampak perjanjian perdagangan ini," kata Teguh dikutip detikcom.
"Sedangkan, terkait perjanjian ASEAN-Hong Kong secara prinsip kami mendukung. Melihat bahwa perjanjian ini bisa kita setujui dan akan dibawa ke peraturan presiden," lanjutnya.
Simak video penjelasan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkait kinerja ekspor di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article RI Akan Rampungkan 12 Perjanjian Dagang Baru, Ini Daftarnya
Salah satu perdebatan yang mengemuka dalam rapat adalah bea basuk 0% untuk etil alkohol atau etanol ke Indonesia yang menjadi salah satu poin ratifikasi perjanjian dagang Indonesia-Pakistan. Dilansir detikcom, Anggota Komisi VI DPR RI Lili Asdjudiredja khawatir kebijakan itu akan menyuburkan produksi minuman keras di Tanah Air.
"Pertama, saya klarifikasi dulu bahwa dikasih bea masuk 0% itu etil alkohol sebagai bahan baku untuk sabun, komestik, obat, dan sebagainya. Yang pengaturannya dengan beberapa syarat dan itu sebagai barrier pembatasan yang terapkan," ujar Enggartiasto.
"Jadi kita masih berlakukan persyaratan-persyaratan seperti rekomendasi dan sebagainya dan impor alkohol tetap terkendali cukai alkohol tetap 150%. Ini tidak berarti ini kita memperlebar untuk minuman alkohol," lanjutnya.
Kedua, lanjut Enggartiasto, Indonesia tidak mempunyai potensi produksi etanol untuk diekspor. Hanya saja untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri cukup.
"Tentu kita gak ada impor, kita akan mengenakan itu sehingga bisa minta produk yang lain," ujar Enggartiasto.
Menurut dia, dalam negosiasi sekarang, pemerintah Indonesia membuka diri kepada keinginan Pakistan. Sebab, surplus dagang dengan negara itu terlalu besar hingga mencapai US$ 2,5 miliar.
"Kemarin saja pada waktu sedikit hambatan mengenai jeruk kino. Mereka akan alihkan sawit. Pada saat kita mau terlambat saja tanda-tangan IP PTA itu dia mau batalin semua kerja sama, mulai dari 0. Itu artinya bakal kehilangan seluruh market share ke Pakistan," kata Enggartiasto.
Lebih lanjut, dia mengatakan ASEAN-Hong Kong akan dikeluarkan dalam bentuk peraturan presiden (perpres). Perihal rencana penerbitan perpes, Enggartiasto menyebut semua masih dalam proses.
"Sedang kita proses, bahwa pilihannya melalui perpres dan untuk itu kita proses ke setneg (Sekretariat Negara) dan sebagainya," ujarnya.
![]() |
Rapat dimulai pukul 10.30 WIB dan ditutup pada pukul 15.00 WIB. Ketua Komisi VI DPR RI, Teguh Juwarno menutup rapat tak lama setelah skors dicabut. Rapat itu menghasilkan dua kesimpulan, Teguh pun langsung mengumumkan kesimpulan di akhir rapat kepada semua peserta.
"Kita melihat bahwa ratifikasi perdagangan Indonesia-Pakistan butuh pembahasan lanjutan. Di mana Komisi VI akan undang pihak terkait yang terdampak perjanjian perdagangan ini," kata Teguh dikutip detikcom.
"Sedangkan, terkait perjanjian ASEAN-Hong Kong secara prinsip kami mendukung. Melihat bahwa perjanjian ini bisa kita setujui dan akan dibawa ke peraturan presiden," lanjutnya.
Simak video penjelasan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkait kinerja ekspor di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article RI Akan Rampungkan 12 Perjanjian Dagang Baru, Ini Daftarnya
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular