
Utang Jepang Boleh Besar, Tapi Tidak Rentan Seperti RI
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
29 January 2019 15:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) Jepang memang tidak bisa dibandingkan dengan Indonesia. Rasio utang negeri sakura mencapai 250% PDB, Indonesia hanya 30% dari PDB.
Hal tersebut kerap kali dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam berbagai kesempatan, termasuk saat sejumlah pihak mengkritisi posisi dan pengelolaan utang pemerintah.
Namun, Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menilai membandingkan utang Indonesia dengan negara lain, bahkan yang sangat kaya sekalipun tidak cukup hanya menggunakan indikator tersebut.
"Sekalipun nisbah utang pemerintah Jepang delapan kali lipat lebih tinggi dari Indonesia, harus diingat bahwa Jepang bukan sekedar berutang," kata Faisal, dikutip CNBC Indonesia melalui blog pribadinya, Selasa (29/1/2019).
"Tetapi juga memberikan utang kepada negara lain termasuk kepada Amerika Serikat dalam bentuk surat utang yang dibeli Jepang dan kepada Indonesia dalam bentuk pinjaman, maupun surat utang yang dikeluarkan pemerintah Indonesia," katanya.
Menurut Faisal, Jepang merupakan pemegang surat utang pemerintah negeri Paman Sam terbesar kedua setelah China. Sementara Indonesia, bisa dikatakan sebagai debitur murni.
Selain itu, dia mengingatkan bahwa suku bunga surat utang yang dikeluarkan pemerintah Jepang cukup rendah. Imbal hasil yang ditawarkan dengan tenor 10 tahun tercatat menjadi salah satu yang terendah di dunia.
"Ditambah lagi, hampir seluruh surat utangnya hampir 90% dibeli oleh rakyatnya sendiri. Sehingga dana pembayaran bunga tetap bereda di dalam negeri," kata Faisal.
"Dengan demikian, beban utang tidak besar dampaknya terhadap stabilitas makro ekonomi Jepang," jelasnya.
Sebaliknya, sambung dia, surat utang pemerintah Indonesia dalam denominasi rupiah yang dipegang investor asing relatif besar, bahkan terbesar di antara negara berkembang.
"Mengakibatkan perekonomian Indonesia sangat rentan terhadap gejolak eksternal. Yield surat utang Indonesia bertenor 10 tahun pun tergolong tinggi, yaitu 8% per 25 Januari 2019," tegasnya.
(dru) Next Article Tambah Rp 644 T, Utang Pemerintah di April Rp 5.172 T
Hal tersebut kerap kali dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam berbagai kesempatan, termasuk saat sejumlah pihak mengkritisi posisi dan pengelolaan utang pemerintah.
Namun, Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menilai membandingkan utang Indonesia dengan negara lain, bahkan yang sangat kaya sekalipun tidak cukup hanya menggunakan indikator tersebut.
"Tetapi juga memberikan utang kepada negara lain termasuk kepada Amerika Serikat dalam bentuk surat utang yang dibeli Jepang dan kepada Indonesia dalam bentuk pinjaman, maupun surat utang yang dikeluarkan pemerintah Indonesia," katanya.
Menurut Faisal, Jepang merupakan pemegang surat utang pemerintah negeri Paman Sam terbesar kedua setelah China. Sementara Indonesia, bisa dikatakan sebagai debitur murni.
"Ditambah lagi, hampir seluruh surat utangnya hampir 90% dibeli oleh rakyatnya sendiri. Sehingga dana pembayaran bunga tetap bereda di dalam negeri," kata Faisal.
"Dengan demikian, beban utang tidak besar dampaknya terhadap stabilitas makro ekonomi Jepang," jelasnya.
Sebaliknya, sambung dia, surat utang pemerintah Indonesia dalam denominasi rupiah yang dipegang investor asing relatif besar, bahkan terbesar di antara negara berkembang.
"Mengakibatkan perekonomian Indonesia sangat rentan terhadap gejolak eksternal. Yield surat utang Indonesia bertenor 10 tahun pun tergolong tinggi, yaitu 8% per 25 Januari 2019," tegasnya.
(dru) Next Article Tambah Rp 644 T, Utang Pemerintah di April Rp 5.172 T
Most Popular