Data Center Masih Deadlock, Urusan RI-AS Belum Beres

Iswari Anggit, CNBC Indonesia
22 January 2019 08:13
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan prinsipnya sudah disetujui GSP berjalan bagi Indonesia.
Foto: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat pembukaan perdagangan BEI 2019 (CNBC Indonesia/Bernhart Farras)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah pertemuan dengan Duta Besar Perwakilan Perdagangan AS (USTR) Robert Lighthizer di Washington DC, Menteri Perdagangan Enggar Lukita mengungkapkan bahwa Indonesia tetap menerima fasilitas pengurangan bea masuk, yang disebut dengan Generalized System of Preference (GSP).

Menurut pemerintah, GSP cukup penting terutama bagi keberlangsungan ekspor Indonesia ke AS.


Pernyataan Enggar ini, juga dibenarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Senin (21/1/2019).

"[GSP] itu hasilnya bukannya sudah dijelaskan sama Menteri Perdagangan, prinsipnya sudah disetujui GSP berjalan."

"[Tapi] ada masih yang perlu kita betulkan, terutama data center dan asuransi. Tapi yang lain-lain sudah, kami masih dikasih waktu untuk menyiapkan," sambungnya.

Urusan terkait data center ini disebut beberapa pihak sebagai kemungkinan trade off atau barter antara AS dan pemerintah Indonesia di mana jika ingin tetap menerima GSP, maka RI harus melokalisasi data center keluar Indonesia.


Sebagai informasi, data center banyak dimanfaatkan oleh platform usaha, salah satunya e-commerce. Jika data center berada di luar negeri, maka Indonesia akan mengalami banyak kerugian, seperti lemahnya perlindungan data karena data Indonesia bisa digunakan pihak lain, kemudian dapat membuat cadangan devisa RI terkuras, lalu ada juga masalah teknis karena beberapa aplikasi mengharuskan datanya dekat, harus cepat sampai, dan cepat diakses.

Para pengusaha pun terus mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam melakukan negosiasi dan tidak gegabah mengambil keputusan untuk men-trade off data center dengan fasilitas GSP.

Beberapa waktu lalu, CTO Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) Muhammad Salahuddin menjelaskan bahwa nilai bisnis data center di Indonesia mencapai US$20 miliar, sedangkan nilai ekonomi yang dimanfaatkan RI dari skema GSP hanya mencapai US$2 miliar.


"Kalau dibandingkan dengan bisnis data center di Indonesia yang akan terkena dampak dari negosiasi GSP itu, nilainya 1 banding 10. Dan ini belum termasuk bisnis-bisnis lain yang memanfaatkan data center, seperti e-commerce," ujar Salahuddin di Gedung Ombudsman RI (ORI), Jumat (18/1/2019).

Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi baik dari Enggar, Darmin, maupun kementerian - lembaga terkait lainnya, yang mengonfirmasi apakah GSP yang tetap diterima Indonesia adalah hasil trade off dengan data center.
(prm) Next Article Dear Mendag, Jangan Barter Bisnis Data Center RI dengan GSP

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular