
Catat! Ini Produk yang Dapat Fasiltas 'Spesial' GSP dari AS
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
30 October 2019 15:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia mendapatkan kembali fasilitas sistem tarif preferensial umum (Generalized System of Preference/GSP) dari Amerika Serikat (AS).
Ada lima produk yang menerima kembali fasilitas GSP di antaranya plywood bambu laminasi, plywood kayu tipis kurang dari 66 mm, bawang bombai kering, sirup gula, madu buatan, dan karamel dan barang rotan khusus untuk kerajinan tangan.
Informasi ini disampaikan di laman resmi United States Trade Representative (USTR), https://ustr.gov. Sebelumnya, fasilitas GSP untuk Indonesia ditangguhkan sejak tahun lalu.
Menteri Perdagangan dalam keterangan pers mengatakan hasil ini tidak terlepas dari submisi tertulis resmi yang disampaikan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan.
"Selain itu, Pemerintah RI yang diwakili Atase Perdagangan juga hadir dalam dengar pendapat di Washington DC guna memberikan pembelaan bagi produk-produk Indonesia yang dinilai kelayakannya oleh AS untuk mendapatkan GSP," kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dikutip CNBC Indonesia, Rabu (30/10/2019).
GSP adalah kebijakan perdagangan suatu negara yang memberi pemotongan bea masuk impor terhadap produk ekspor negara penerima. Ini merupakan kebijakan perdagangan sepihak (unilateral) yang umumnya dimiliki negara maju untuk membantu perekonomian negara berkembang, tetapi tidak bersifat mengikat bagi negara pemberi maupun penerima.
Agus menyampaikan, USTR melalui Komisi Perdagangan Internasional AS (United States International Trade Commission/USITC) telah melakukan penilaian terhadap produk ekspor yang mendapatkan fasilitas GSP sejak April 2019.
Proses penilaian dilakukan juga terhadap negara-negara mitra AS seperti Pakistan, Thailand, Brasil, Ekuador, Brasil, dan Indonesia.
Menurut Agus, AS melakukan penilaian terhadap enam produk ekspor asal Indonesia. Dari keenam produk tersebut, hanya produk asam stearat yang tidak lagi mendapatkan tarif preferensi. Hal ini dikarenakan nilai ekspornya telah melebihi batas ketentuan kompetitif (competitive needs limitations/CNL).
Artinya, produk asam stearat dinilai sudah sangat berdaya saing dan memiliki pangsa pasar yang sangat baik di pasar AS sehingga tidak perlu lagi mendapatkan perlakuan khusus.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Iman Pambagyo menambahkan, saat ini pemanfaatan tarif preferensi GSP oleh para pelaku usaha baru sekitar 836 produk dari total 3.572 produk.
Produk ekspor utama Indonesia yang diekspor ke AS menggunakan skemaGSP adalah ban mobil, kalung emas, asam lemak, tas tangan dari kulit, dan aksesori perhiasan. Pada 2018, ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitasGSP tercatat sebanyak US$ 2,13 miliar dari total ekspor Indonesia ke AS sebesar US$ 18,4 miliar.
(hoi/hoi) Next Article Fasilitas GSP Belum Dimanfaatkan Secara Optimal, Mengapa?
Ada lima produk yang menerima kembali fasilitas GSP di antaranya plywood bambu laminasi, plywood kayu tipis kurang dari 66 mm, bawang bombai kering, sirup gula, madu buatan, dan karamel dan barang rotan khusus untuk kerajinan tangan.
Informasi ini disampaikan di laman resmi United States Trade Representative (USTR), https://ustr.gov. Sebelumnya, fasilitas GSP untuk Indonesia ditangguhkan sejak tahun lalu.
"Selain itu, Pemerintah RI yang diwakili Atase Perdagangan juga hadir dalam dengar pendapat di Washington DC guna memberikan pembelaan bagi produk-produk Indonesia yang dinilai kelayakannya oleh AS untuk mendapatkan GSP," kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dikutip CNBC Indonesia, Rabu (30/10/2019).
GSP adalah kebijakan perdagangan suatu negara yang memberi pemotongan bea masuk impor terhadap produk ekspor negara penerima. Ini merupakan kebijakan perdagangan sepihak (unilateral) yang umumnya dimiliki negara maju untuk membantu perekonomian negara berkembang, tetapi tidak bersifat mengikat bagi negara pemberi maupun penerima.
Agus menyampaikan, USTR melalui Komisi Perdagangan Internasional AS (United States International Trade Commission/USITC) telah melakukan penilaian terhadap produk ekspor yang mendapatkan fasilitas GSP sejak April 2019.
Proses penilaian dilakukan juga terhadap negara-negara mitra AS seperti Pakistan, Thailand, Brasil, Ekuador, Brasil, dan Indonesia.
Menurut Agus, AS melakukan penilaian terhadap enam produk ekspor asal Indonesia. Dari keenam produk tersebut, hanya produk asam stearat yang tidak lagi mendapatkan tarif preferensi. Hal ini dikarenakan nilai ekspornya telah melebihi batas ketentuan kompetitif (competitive needs limitations/CNL).
Artinya, produk asam stearat dinilai sudah sangat berdaya saing dan memiliki pangsa pasar yang sangat baik di pasar AS sehingga tidak perlu lagi mendapatkan perlakuan khusus.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Iman Pambagyo menambahkan, saat ini pemanfaatan tarif preferensi GSP oleh para pelaku usaha baru sekitar 836 produk dari total 3.572 produk.
Produk ekspor utama Indonesia yang diekspor ke AS menggunakan skemaGSP adalah ban mobil, kalung emas, asam lemak, tas tangan dari kulit, dan aksesori perhiasan. Pada 2018, ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitasGSP tercatat sebanyak US$ 2,13 miliar dari total ekspor Indonesia ke AS sebesar US$ 18,4 miliar.
(hoi/hoi) Next Article Fasilitas GSP Belum Dimanfaatkan Secara Optimal, Mengapa?
Most Popular