
Kapan Aturan Layanan BPJS Kesehatan Tak Gratis Lagi Berlaku?
Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
18 January 2019 11:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan angkat suara soal Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 tentang urun biaya layanan BPJS Kesehatan. Aturan ini berlaku ketika menkes menetapkan jenis layanan yang berpotensi disalahgunakan.
Budi Muhammad Arief, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan mengatakan, daftar layanan kesehatan yang berpotensi disalahgunakan akan disusun oleh tim yang dibentuk Kementerian Kesehatan.
"Tiga minggu mereka bekerja [membuat daftar] kemudian sampaikan rekomendasi satu minggu. Berarti satu bulan. Akhir Februari harusnya sudah selesai. Habis itu sosialisasi," ujar Budi Muhammad Arief di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jumat (18/1/2019).
Budi Muhammad Arief menambahkan skema urun biaya tidak langsung berlaku sekarang. Setelah ditetapkan tidak langsung diimplementasikan. Ada sosialisasi.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menambahkan secara filosofis, Permenkes Nomor 51 Tahun 2018 positif karena peserta penerima bantuan iuran (PBI) tidak dikenakan skema urunan biaya.
"Yang paling urgent sebenarnya walaupun ada tim khusus, kategori medis apa. Dalam kebijakan ini potensinya harus diwaspadai soal adanya biaya ilegal yang diterapkan yang notabene gak masuk BPJS tapi masuk ke rumah sakit," ujarnya.
Asal tahu saja, pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Kemenkes Nomor 51 Tahun 2018 tentang pengenaan urun biaya dan selisih bayar dalam program jaminan kesehatan. Aturan ini ditandatangani Desember 2018.
Dalam aturan baru ini, layanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dibatasi biaya kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B sebesar Rp 20 ribu untuk satu kali kunjungan. Untuk rumah sakit kelas C, D dan klinik utama Rp 10 ribu.
Aturan ini juga membatasi jumlah biaya paling tinggi untuk kunjungan rawat jalan sebesar Rp 350 ribu untuk maksimal 20 kali kunjungan dalam jangka waktu 3 bulan.
Untuk rawat inap, biaya yang ditanggung peserta dari layanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan sebesar 10% dari total biaya.
Kemenkes juga membatasi besarnya biaya yang ditanggung peserta rawat jalan sebesar 10% dari biaya yang dihitung dari total tarif Sistem Indonesia Case Base Groups (INA-CBG) atau tarif layanan kesehatan yang dipatok pemerintah atau paling tinggi Rp 30 juta.
Dalam aturan ini, rumah sakit diwajibkan untuk memberitahukan dan mendapat persetujuan dari peserta BPJS Kesehatan tentang kesediaan menanggung selisih biaya. Aturan ini tidak berlaku untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah.
[Gambas:Video CNBC]
(roy/miq) Next Article Dana Bailout Cair, BPJS Kesehatan Bayarkan Klaim Rumah Sakit
Budi Muhammad Arief, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan mengatakan, daftar layanan kesehatan yang berpotensi disalahgunakan akan disusun oleh tim yang dibentuk Kementerian Kesehatan.
"Tiga minggu mereka bekerja [membuat daftar] kemudian sampaikan rekomendasi satu minggu. Berarti satu bulan. Akhir Februari harusnya sudah selesai. Habis itu sosialisasi," ujar Budi Muhammad Arief di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jumat (18/1/2019).
"Yang paling urgent sebenarnya walaupun ada tim khusus, kategori medis apa. Dalam kebijakan ini potensinya harus diwaspadai soal adanya biaya ilegal yang diterapkan yang notabene gak masuk BPJS tapi masuk ke rumah sakit," ujarnya.
Asal tahu saja, pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Kemenkes Nomor 51 Tahun 2018 tentang pengenaan urun biaya dan selisih bayar dalam program jaminan kesehatan. Aturan ini ditandatangani Desember 2018.
Dalam aturan baru ini, layanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dibatasi biaya kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B sebesar Rp 20 ribu untuk satu kali kunjungan. Untuk rumah sakit kelas C, D dan klinik utama Rp 10 ribu.
Aturan ini juga membatasi jumlah biaya paling tinggi untuk kunjungan rawat jalan sebesar Rp 350 ribu untuk maksimal 20 kali kunjungan dalam jangka waktu 3 bulan.
Untuk rawat inap, biaya yang ditanggung peserta dari layanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan sebesar 10% dari total biaya.
Kemenkes juga membatasi besarnya biaya yang ditanggung peserta rawat jalan sebesar 10% dari biaya yang dihitung dari total tarif Sistem Indonesia Case Base Groups (INA-CBG) atau tarif layanan kesehatan yang dipatok pemerintah atau paling tinggi Rp 30 juta.
Dalam aturan ini, rumah sakit diwajibkan untuk memberitahukan dan mendapat persetujuan dari peserta BPJS Kesehatan tentang kesediaan menanggung selisih biaya. Aturan ini tidak berlaku untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah.
[Gambas:Video CNBC]
(roy/miq) Next Article Dana Bailout Cair, BPJS Kesehatan Bayarkan Klaim Rumah Sakit
Most Popular