Penjelasan Istana Soal Defisit Dagang Terparah Dalam Sejarah

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
16 January 2019 08:30
Defisit neraca perdagangan sepanjang 2018 mencapai US$ 8,57 miliar.
Foto: Ekspor Perdana Kuala Tanjung. (CNBC Indonesia/Anastasia Arvirianty)
Jakarta, CNBC IndonesiaDefisit neraca perdagangan sepanjang 2018 mencapai US$ 8,57 miliar. Angka tersebut merupakan defisit neraca perdagangan terbesar sepanjang sejarah Indonesia, di mana rekor sebelumnya terjadi pada 2013 dengan nilai defisit US$ 4,07 miliar.

Meski demikian, Istana Negara memandang ada beberapa hal yang patut dicermati dari kinerja neraca perdagangan di 2018. Misalnya, nilai ekspor yang bisa kembali digairahkan pasca penurunan yang terjadi di 2014.

"Pada tahun 2014, nilai ekspor sebesar US$ 176,2 miliar, turun menjadi US$ 150,3 miliar dan US$ 144,4 miliar pada 2015 dan 2016," kata Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika.

Geliat ekspor pun didominasi oleh sektor manufaktur yang kembali meningkat. Bank Indonesia (BI), kata Erani mencatat peranan nilai ekspor manufaktur terhadap nilai ekspor nasional mencapai 70% di 2018.

Ekspor yang kembali meningkat tak lepas dari berbagai upaya yang dilakukan pemerintah. Salah satunya, adalah pemberian insentif bagi investasi sektor hulu untuk mengurangi impor bahan baku dan penolong yang dampaknya untuk jangka menengah.

Meski demikian, kinerja neraca perdagangan sepanjang tahun ini juga dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi global. Misalnya, dari ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang merupakan pasar penting dari ekspor nasional.

Belum lagi dengan kenaikan harga minyak dunia. Menurut Erani, neraca perdagangan bagi negara-negara importir minyak pasti akan tertekan ketika harga minyak ikut melonjak.

"Namun, jika diperhatikan nilai impor minyak sudah mulai menurun sejak November - Desember 2018. Kecenderungan penurunan harga minyak diprediksi membantu neraca perdagangan ke depan," kata Erani.

Masalah terakhir, adalah depresiasi rupiah. Erani menjelaskan, lonjakan impor yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir disebabkan karena depresiasi rupiah. Akibatnya, biaya untuk melakukan impormenjadi lebih mahal.

'Sejak November 2018 rupiah sudah menguat dan akan berkontribusi terhadap perbaikan neraca perdagangan ke depan," kata Erani.

[Gambas:Video CNBC]



(roy) Next Article Istana Pede Ekonomi RI Tahun ini Bakal Tumbuh 5,2%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular