4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK

Penjelasan Lengkap Istana Terkait 4 Tahun Jokowi-JK

Arys Aditya, CNBC Indonesia
22 October 2018 12:12
Penjelasan Lengkap Istana Terkait 4 Tahun Jokowi-JK
Foto: topik/jokowi jk topik kecil/Aristya rahadian krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Istana Kepresidenan melansir catatan umum mengenai capaian empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Demikian disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika kepada wartawan, Minggu (21/10/2018).

Erani menyampaikan ada lima agenda besar ekonomi yang disasar pemerintah selama 4 tahun ini.

Pertama, menjaga stabilitas makroekonomi untuk memerbaiki kualitas pembangunan (kemiskinan, pengangguran, inflasi, investasi, dan lain-lain). Kedua, mengarusutamakan agenda keadilan ekonomi yang sebelum ini rumit untuk dieksekusi (mengurangi ketimpangan).

Ketiga, mempersiapkan dasar-dasar pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Keempat, membangun kemandirian ekonomi yang tertunda begitu lama. Kelima, memperkuat tata kelola pembangunan untuk memastikan efisiensi dan efektivitas dapat dipenuhi.
Penjelasan Lengkap Istana Terkait 4 Tahun Jokowi-JKFoto: Ahmad Erani Yustika, Stafsus Presiden (CNN Indonesia/Christie Stefanie).


Berikut penjelasan lengkap Istana mengenai kinerja ekonomi dalam 4 tahun pemerintahan Jokowi-JK:
Meski terdapat turbulensi ekonomi, namun dengan mitigasi kebijakan yang memadai pada 2016 terjadi titik balik ketika pertumbuhan ekonomi naik menjadi 5,03%. Pada tahun itu “kutukan pertumbuhan ekonomi yang makin menurun” bisa dihentikan (sejak 2011).

Berikutnya, pada 2017 naik tipis menjadi 5,07% dan diproyeksikan pada 2018 ini pertumbuhan ekonomi sekitar 5,2%. Pertumbuhan ekonomi yang membaik itu diikuti mutu yang mengesankan, karena sejak 2004 untuk pertama kalinya pertumbuhan ekonomi yang meningkat diiringi dengan penurunan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan sekaligus.

Pertumbuhan ekonomi diiringi dengan pengurangan ketimpangan pendapatan, yang sejak 2004 terus meningkat. Rasio gini sebagai alat ukur ketimpangan pendapatan tercatat pada 2013 dan 2014 merupakan puncak ketimpangan sebesar 0,41. Setelah masa itu ketimpangan terus turun hingga pada 2018 (Maret) menjadi 0,38.

"Oleh karena itu, agenda aksi keadilan ekonomi sudah menghasilkan capaian yang bagus dalam 4 tahun terakhir. Program utama yang didesain pemerintah untuk membangun pemerataan adalah: RAPS (Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial), Dana Desa, KUR, KIP, KIS, PKH, Rastra, dan masih banyak lagi," ujar Erani.




Berikutnya, pertumbuhan ekonomi dan penyelesaian tiga problem utama ekonomi di atas (kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan) akan berlanjut dalam jangka panjang.

Menurut Erani, hal itu disebabkan pemerintah pada masa sekarang juga membangun infrastruktur secara masif (jalan tol, bandara, pelabuhan, rel kereta api, irigasi, bendungan, embung, listrik, dan lain sebagainya).

Pembangunan infrastruktur saat ini memiliki efek sampai 30-40 tahun ke depan. Jadi, sampai periode itulah pertumbuhan dapat disangga, sehingga pemerintah tak hanya berpikir dalam jangka pendek/menengah, namun memikirkan kepentingan jangka panjang. Ini bakal menjadi standar kerja suatu pemerintahan.

"Di luar itu, pembangunan infrastruktur dikerjakan secara eksesif pula di wilayah Indonesia Bagian Timur (IBT) dan perdesaan. Implikasinya, infrastruktur tidak cuma menafkahi kebutuhan pertumbuhan, namun juga menyantuni mandat pemerataan (keadilan ekonomi)," kata Erani.

Penjelasan Lengkap Istana Terkait 4 Tahun Jokowi-JKFoto: Aristya Rahadian Krisabella
Erani mengatakan, isu kemandirian merupakan topik abadi di negeri ini sejak puluhan tahun silam. Sisi yang kerap dikulik biasanya dilihat dari ketergantungan APBN terhadap utang, sumber daya alam yang dikuasai oleh asing, dan kebutuhan produksi yang dicukupi oleh impor (khususnya pangan).

Defisit keseimbangan primer (DKP) selalu terjadi pascakrisis ekonomi 1997/1998. Datanya hari ini, DKP itu masih terjadi namun dalam skema penurunan yang terencana. Pada 2015 DKP mencapai Rp 142 triliun, 2016 sebesar Rp 125 triliun, dan pada 2017 sebanyak Rp 124 triliun.

Pada 2018 ini diperkirakan DKP pada kisaran Rp 60 triliun. Pada RAPBN 2019 diproyeksikan DKP itu sudah tidak ada atau sekurangnya di bawah Rp 20 triliun. Artinya, seluruh belanja (di luar pembayaran utang) sudah bisa dicukupi dari penerimaan domestik. Pendakian kemandirian fiskal sedang berjalan.



Sementara itu, dalam isu pangan sebagian komoditas utama, Erani mengaku memang belum sepenuhnya mencukupi ketahanan pangan nasional, sehingga dalam jumlah terbatas masih dilakukan impor. Impor tersebut sebagian untuk kepentingan berjaga-jaga.

Itu sebabnya Indeks Ketahanan Pangan mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Pada periode 2014-2017 berturut-turut angkanya 47,0; 48,3; 51,1; dan 51,3.

Indeks keterjangkauan, ketersediaan, serta kualitas dan keamanan pangan juga terus meningkat tiap tahun (The Economic Intelligence, 2017).  Hal yang sama juga bisa dilihat dari komitmen pemerintah untuk menguasai pengelolaan sumber daya alam sesuai mandat Pasal 33 UUD 1945.

Pada Juli 2018, pemerintah menguasai 51% saham PT. Freeport Indonesia dan Pertamina berhasil mengambil alih Chevron untuk eksplorasi Blok Rokan yang menguasai sekitar 26% dari total produksi minyak domestik.

"Dengan konfigurasi sekarang hampir 60% produksi minyak domestik sudah dikuasai oleh BUMN," ujar Erani.

Pencapaian itu semua, menurut Erani, tentu ditopang oleh tata kelola pembangunan yang makin mapan. Pertama kalinya sejak 2015 APBN mengalokasikan anggaran kesehatan sekurangnya 5% (sesuai dengan perintah UU No. 36/2009).

Pada tahun-tahun sebelumnya APBN pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi karena mengalokasikan anggaran kesehatan di bawah 3% dan dianggap menabrak ketentuan UU Kesehatan. 

Komitmen penyelenggara negara (K/L) juga makin bagus, di mana sebagian bisa dilihat dari hasil audit BPK yang menunjukkan jumlah K/L memeroleh predikat WTP kian meningkat. Hal yang sama juga dilakukan pemerintah daerah yang mengikuti jejak penerapan tata kelola pembangunan yang solid.



Di luar hal di atas, data mengabarkan neraca perdagangan, neraca transaksi berjalan, dan neraca pembayaran sebagian besar defisit sebelum 2014. Neraca perdagangan defisit 2012-2014, neraca pembayaran defisit 2013 (US$ 7,32 miliar), dan neraca transaksi berjalan selalu defisit.

Sampai 2017 neraca transaksi berjalan tetap defisit (US$ 17,53 miliar), tapi sudah jauh menurun dibanding 2014 (US$ 27,51 miliar). Sampai September 2018 neraca perdagangan memang masih defisit, namun proyeksi sampai akhir tahun tetap surplus (meski tak akan sebesar 2017).

"Deskripsi ini menunjukkan bahwa manajemen ekspor-impor kian bagus, juga arus modal yang terkelola sehingga wajah neraca pembayaran tak lagi redup," kata Erani.



Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular