Karena Brexit, Penjualan Mobil di Inggris turun 6,8%

Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
07 January 2019 19:51
Penjualan mobil baru di Inggris sepanjang tahun lalu merosot ke level terendah
Foto: Pelabuhan Dover (REUTERS/Peter Nicholls)
Jakarta, CNBC Indonesia - Penjualan mobil baru di Inggris sepanjang tahun lalu merosot ke level terendah sejak krisis keuangan global satu dekade lalu.

Penurunan penjualan terjadi seiring dengan anjloknya permintaan diesel karena badan industri ini memperingatkan adanya ancaman terkait dengan eksistensi sektor ini sebagai dampak terjadinya Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa).


Data Society of Motor Manufacturers and Traders (SMMT) mencatat, penjualan mobil turun 6,8% pada tahun lalu menjadi 2,37 juta kendaraan. Ini adalah penurunan terbesar sejak penjualan amblas hingga 11,3% saat krisis global 2008.

Penurunan penjualan diesel bahkan menyentuh 30% dan menjadi penekan penurunan penjualan mobil. Penjualan diesel sebetulnya terjadi sejak skandal kecurangan emisi Volkswagen pada 2015, mendorong tindakan keras dan pungutan yang lebih tinggi bagi otomotif Inggris.

SMMT memperingatkan bahwa Brexit yang akan berlaku pada akhir Maret mendatang berisiko bagi masa depan sektor otomotif Inggris, yang mempekerjakan lebih dari 850.000 orang, dan menjadi salah satu dari sedikit kisah sukses manufaktur Inggris sejak 1980-an.

"Masih sulit untuk melihat sisi positif dari Brexit," kata Kepala Eksekutif SMMT, Mike Hawes, dilansir dari Reuters, Senin (07/01/2019). "Semua orang mengakui bahwa Brexit adalah ancaman eksistensi bagi industri otomotif Inggris, dan kami berharap solusi praktis akan menang," katanya, menyerukan anggota parlemen untuk mendukung kesepakatan Perdana Menteri Theresa May untuk menjamin masa transisi.

Inggris, negara dengan ekonomi terbesar kelima di dunia, akan keluar dari Uni Europa, blok perdagangan terbesar di dunia, dalam kurun waktu 80 hari lagi dengan kesepakatan May yang tampaknya akan dibatalkan. Ada kemungkinan arah Brexit berujung tanpa kesepakatan, pengenaan tarif, dan pemeriksaan pabean.

Investasi di sektor ini tampak turun pada 2018, kata SMMT, dan penjualan tahun 2019 ini diperkirakan terkoreksi lagi karena ada kekhawatiran Brexit tanpa kesepakatan akan dapat berimbas ke tenaga kerja.

"Anda tidak akan segara melihat penutupan pabrik, tetapi yang bisa anda lihat adalah pengurangan volume produksi, dan tentu saja ini seringkali menjadi alternatif bagi perusahaan internasional," kata Hawes.

Setelah mencapai rekor tertinggi penjualan pada 2015 dan 2016, penjualan turun pada 2017. Beberapa analis menilai permintaan mobil sebagai indikator utama yang bisa menjadi pertanda bagi kinerja ekonomi di masa depan. Penjualan diesel, yang menyumbang 48% dari total penjualan pada 2016, turun menjadi 42% pada 2017 dan kembali terkoreksi pada 2018 kendati turun 32%. Penurunan ini menjadi tren yang terlihat di banyak pasar Eropa.

Naiknya penjualan bensin dan penurunan penjualan diesel berarti rata-rata emisi CO2 dari mobil baru yang dijual di Inggris tahun lalu naik sedikit di bawah 3%, membuat para produsen mobil perlu mengurangi level dalam memenuhi ketatnya peraturan.

SMMT juga mengungkapkan bahwa aturan baru yang berlaku sejak September lalu juga berdampak pada penjualan karena mengganggu pasokan dari beberapa model kendaraan.

Permintaan tahun ini juga dapat terdistorsi, jika warga Inggris mengharapkan pengenaan tarif yang akan diperkenalkan setelah Brexit dan berpotensi mendorong penjualan dalam 3 bulan pertama 2019.

"Ketakutan mereka mungkin dapat mendorong beberapa orang untuk membeli pada kuartal pertama," kata Hawes. "Sisi sebaliknya adalah. 'Ya saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada perekonomian jika anda tidak memiliki kesepakatan, jadi saya akan menunggu dan melihat."


(tas) Next Article Inggris Resmi 'Cerai' dengan Eropa, What's Next?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular