
Eksklusif
Data Kemiskinan RI Dipertanyakan, Bappenas Buka Suara
Prima Wirayani & Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
31 December 2018 12:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah berhasil menurunkan angka kemiskinan menjadi 9,82% sebagaimana hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diadakan Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Maret lalu.
Ini adalah angka kemiskinan satu digit yang pertama kali dicapai pemerintah Indonesia sepanjang sejarah berdirinya negara ini.
Meski begitu, beberapa pihak mengatakan data tersebut tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, di mana jumlah masyarakat miskin masih banyak dan hidupnya tidak berubah menjadi lebih baik.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan keyakinannya akan validitas data BPS.
"Sekarang bagaimana mereka bisa? Apakah mereka punya biro statistik sendiri sehingga bisa bilang data tidak sesuai dengan lapangan?" ujarnya dalam wawancara eksklusif dengan CNBC Indonesia, Jumat (28/12/2018).
"Menurut saya ya kita harus percaya pada BPS dan BPS itu punya undang-undang statistik yang melindungi mereka untuk tetap independen," kata Bambang. "Orang akan selalu menganggap pemerintah bisa mengintervensi BPS, enggak bisa. Justru kita harus bangga karena data statistik Indonesia termasuk data yang kredibilitasnya diakui dunia."
Pengakuan dunia itu, kata Bambang, berarti pihak internasional percaya data BPS tidak diintervensi oleh pemerintah.
Selain itu, metode penghitungan angka kemiskinan oleh BPS telah sesuai dengan standar dunia. Dalam proses penghitungan, BPS menggunakan nilai purchasing power parity (PPP) sekitar Rp 400.00 atau mendekati US$3 PPP per hari, ujarnya.
PPP atau paritas daya beli adalah indikator yang digunakan Bank Dunia untuk mengonversi angka kemiskinan. Standar garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia saat ini adalah sekitar US$1,9 PPP.
"Jadi, intinya BPS sudah menggunakan standar kemiskinan yang memang menjadi standar internasional, dolar dengan purchasing power parity tadi," kata mantan menteri keuangan itu.
(prm) Next Article Menteri Bambang: 2019, Angka Kemiskinan Terjaga di 9%
Ini adalah angka kemiskinan satu digit yang pertama kali dicapai pemerintah Indonesia sepanjang sejarah berdirinya negara ini.
Meski begitu, beberapa pihak mengatakan data tersebut tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, di mana jumlah masyarakat miskin masih banyak dan hidupnya tidak berubah menjadi lebih baik.
"Sekarang bagaimana mereka bisa? Apakah mereka punya biro statistik sendiri sehingga bisa bilang data tidak sesuai dengan lapangan?" ujarnya dalam wawancara eksklusif dengan CNBC Indonesia, Jumat (28/12/2018).
![]() |
"Menurut saya ya kita harus percaya pada BPS dan BPS itu punya undang-undang statistik yang melindungi mereka untuk tetap independen," kata Bambang. "Orang akan selalu menganggap pemerintah bisa mengintervensi BPS, enggak bisa. Justru kita harus bangga karena data statistik Indonesia termasuk data yang kredibilitasnya diakui dunia."
Pengakuan dunia itu, kata Bambang, berarti pihak internasional percaya data BPS tidak diintervensi oleh pemerintah.
Selain itu, metode penghitungan angka kemiskinan oleh BPS telah sesuai dengan standar dunia. Dalam proses penghitungan, BPS menggunakan nilai purchasing power parity (PPP) sekitar Rp 400.00 atau mendekati US$3 PPP per hari, ujarnya.
PPP atau paritas daya beli adalah indikator yang digunakan Bank Dunia untuk mengonversi angka kemiskinan. Standar garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia saat ini adalah sekitar US$1,9 PPP.
"Jadi, intinya BPS sudah menggunakan standar kemiskinan yang memang menjadi standar internasional, dolar dengan purchasing power parity tadi," kata mantan menteri keuangan itu.
(prm) Next Article Menteri Bambang: 2019, Angka Kemiskinan Terjaga di 9%
Most Popular