Tsunami Selat Sunda Telah Memicu Keraguan Dunia terhadap RI

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
30 December 2018 20:00
Tsunami Selat Sunda yang terjadi pada 22 Desember 2018 lalu menjadi sorotan dunia.
Foto: Warga berjalan melewati puing-puing rumahnya yang rusak setelah tsunami di Sumur, provinsi Banten, Indonesia 26 Desember 2018. REUTERS / Jorge Silva
Jakarta, CNBC Indonesia - Tsunami Selat Sunda yang terjadi pada 22 Desember 2018 lalu menjadi sorotan dunia. Peristiwa tersebut bahkan memicu keraguan dunia terhadap RI dalam aspek kesiapsiagaan.

"Indonesia telah menunjukkan kepada seluruh dunia sejumlah besar sumber yang berpotensi menyebabkan tsunami. Diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami kejadian yang tidak terduga itu," kata Stephen Hicks, seismolog di University of Southampton, dikutip CNBC Indonesia dari Reuters, Ahad (30/12/2018).

Kejadian itu dinilai sejumlah pihak menjadi seruan untuk meningkatkan penelitian tentang pemicu dan kesiapsiagaan tsunami. Beberapa pakar bahkan telah melakukan perjalanan langsung ke negara-negara Asia Tenggara untuk menyelidiki apa yang terjadi.

Tsunami Selat Sunda Picu Keraguan Dunia terhadap RIFoto: Foto udara dari daerah yang rusak setelah tsunami menghantam selat Sunda di desa Way Muli di Rajabasa, Lampung Selatan, Indonesia, 25 Desember 2018 dalam foto ini diperoleh Reuters pada 27 Desember 2018. Foto diambil 25 Desember 2018. Atas perkenan Susi Air / Handout via REUTERS


Sebagian besar tsunami tercatat dipicu oleh gempa bumi. Tapi kali ini letusan Gunung Anak Krakatau menyebabkan kawahnya runtuh sebagian ke laut saat air pasang. Hal itu menimbulkan gelombang setinggi 5 meter yang menghantam daerah pesisir padat di pulau Jawa dan Sumatra.

Selama letusan, diperkirakan 180 juta meter kubik atau sekitar dua pertiga dari Gunung Anak Krakatau yang berusia kurang dari 100 tahun, runtuh ke laut. Sialnya, letusan itu tidak mengguncang monitor seismik secara signifikan.

Sehingga, tidak adanya sinyal seismik yang biasanya terkait dengan tsunami menyebabkan BMKG semula menyampaikan melalui Twitter tidak ada tsunami. Muhamad Sadly, Deputi Bidang Geofisika BMKG, kemudian mengatakan, monitor pasang surutnya tidak dibuat untuk memicu peringatan tsunami dari peristiwa non-seismik.

Secara terpisah, juru bicara BNPB, Sutopo Nugroho mengatakan, kurangnya sistem peringatan dini menjadi alasan mengapa tsunami Sabtu lalu tidak terdeteksi. Dia menambahkan bahwa dari 1.000 sirene tsunami yang dibutuhkan di seluruh Indonesia, hanya 56 yang tersedia.

"Tanda-tanda bahwa tsunami datang tidak terdeteksi sehingga orang tidak punya waktu untuk mengungsi," kata Sutopo.



Kepala Lembaga Penelitian Bencana Internasional Jepang, Fumihiko Imamura, mengatakan kepada Reuters bahwa dia tidak percaya sistem peringatan Jepang saat ini akan mampu mendeteksi tsunami seperti yang terjadi di Selat Sunda.

"Kami masih memiliki beberapa risiko ini di Jepang. Ada 111 gunung berapi aktif dan kapasitas rendah untuk memantau letusan yang menghasilkan tsunami," katanya.

Di sisi lain, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya pendidikan kebencanaan. "Di negara ini, inilah saatnya pendidikan bencana menjadi bagian dari kurikulum nasional," ujarnya.

Tsunami Selat Sunda Picu Keraguan Dunia terhadap RIFoto: Tsunami Selat Sunda (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara)


Meski begitu, sejauh ini belum ada kurikulum yang memadai. Ramdi Tualfredi, seorang guru sekolah menengah yang selamat dari tsunami minggu lalu, pendidikan semacam tidak bisa segera dilaksanakan.

Dia mengatakan kepada Reuters bahwa orang-orang di desanya Cigondong di pantai barat Jawa dan dekat dengan Gunung Anak Krakatau tidak pernah menerima latihan keselamatan atau pelatihan evakuasi. "Saya tidak pernah menerima pendidikan tentang langkah-langkah keamanan. Sistem ... benar-benar gagal," katanya.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article Tsunami Selat Sunda, PM India dan PM Australia Siap Bantu RI

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular