
Dibayangi Proteksi Dagang, Industri RI 2019 Diramal Naik 5,4%
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
19 December 2018 13:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perindustrian memproyeksi pertumbuhan industri non-migas di tahun 2019 mencapai 5,4%.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Haris Munandar menjelaskan, proyeksi itu didasarkan atas kondisi perekonomian dunia saat ini, di mana hampir seluruh negara melakukan proteksi terhadap industrinya mengikuti langkah AS di bawah Presiden Trump.
"Ini kan mempersulit ruang gerak. Untuk ekspor, kita sekarang hanya bisa mendorong via perjanjian dagang bilateral. Kita pun mendorong peningkatan TKDN [tingkat kandungan dalam negeri] serta penerapan hambatan non tarif untuk lindungi industri kita," kata Haris di kantornya, Rabu (19/12/2018).
Di tahun depan, Kemenperin akan memfokuskan peningkatan produktivitas melalui pelatihan SDM dan pendidikan vokasi industri, dengan total anggaran yang disiapkan mencapai Rp 1,78 triliun.
Sub-sektor industri yang diproyeksi tumbuh tertinggi di tahun depan adalah industri makanan dan minuman (mamin) sebesar 9,86%, diikuti industri mesin sebesar 7%, tekstil dan pakaian jadi 5,61%, barang-barang dari kulit dan alas kaki 5,40% serta barang logam, komputer dan elektronika sebesar 3,81%.
Adapun Haris masih optimis pertumbuhan industri di tahun ini mampu menembus 5%, dengan harapan permintaan ekspor produk manufaktur meningkat di bulan ini menjelang Natal dan Tahun Baru. Pertumbuhan konsumsi domestik terhadap industri pun menurutnya masih positif, dengan hanya model transaksinya yang berubah karena disrupsi digital.
"Rata-rata kita sepanjang tahun ini hingga kuartal III sekitar 4,9%, menurun di kuartal II. Kita harapkan di kuartal IV kemungkinan naik lagi. Prediksi saya masih optimis bisa mencapai 5%," ujarnya.
(ray) Next Article Pemerintah Janji 5.000 Industri Kecil Mejeng di E-Commerce
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Haris Munandar menjelaskan, proyeksi itu didasarkan atas kondisi perekonomian dunia saat ini, di mana hampir seluruh negara melakukan proteksi terhadap industrinya mengikuti langkah AS di bawah Presiden Trump.
"Ini kan mempersulit ruang gerak. Untuk ekspor, kita sekarang hanya bisa mendorong via perjanjian dagang bilateral. Kita pun mendorong peningkatan TKDN [tingkat kandungan dalam negeri] serta penerapan hambatan non tarif untuk lindungi industri kita," kata Haris di kantornya, Rabu (19/12/2018).
Sub-sektor industri yang diproyeksi tumbuh tertinggi di tahun depan adalah industri makanan dan minuman (mamin) sebesar 9,86%, diikuti industri mesin sebesar 7%, tekstil dan pakaian jadi 5,61%, barang-barang dari kulit dan alas kaki 5,40% serta barang logam, komputer dan elektronika sebesar 3,81%.
Adapun Haris masih optimis pertumbuhan industri di tahun ini mampu menembus 5%, dengan harapan permintaan ekspor produk manufaktur meningkat di bulan ini menjelang Natal dan Tahun Baru. Pertumbuhan konsumsi domestik terhadap industri pun menurutnya masih positif, dengan hanya model transaksinya yang berubah karena disrupsi digital.
"Rata-rata kita sepanjang tahun ini hingga kuartal III sekitar 4,9%, menurun di kuartal II. Kita harapkan di kuartal IV kemungkinan naik lagi. Prediksi saya masih optimis bisa mencapai 5%," ujarnya.
(ray) Next Article Pemerintah Janji 5.000 Industri Kecil Mejeng di E-Commerce
Most Popular